Unsplash.com/Jonathan Borba
Menurut studi dalam JAMA Internal Medicine tahun 2018, jarak kehamilan kurang dari 12 bulan (dari kehamilan sebelumnya) dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur, penyakit, hingga kematian.
Studi tersebut juga mencatat faktor lain yang berpengaruh, yaitu usia ibu yang mengandung. Para ahli menyarankan waktu optimal antar kehamilan yakni 18 bulan, dengan kisaran 12-24 bulan.
Menurut dokter Kecia Gaither, MD, OB-GYN, dari Amerika Serikat (AS), jika kelahiran sebelumnya dilakukan dengan prosedur pembedahan operasi caesar, rentang waktu kehamilan yang diperpendek meningkatkan risiko dehisensi luka (terbukanya kembali luka operasi yang telah dijahit secara primer), ruptur uteri (robeknya dinding uterus saat kehamilan atau persalinan ketika umur kehamilan lebih dari 28 minggu), dan solusio plasenta (komplikasi kehamilan ketika plasenta terlepas dari dinding rahim bagian dalam sebelum proses persalinan).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan kepada ibu setelah melahirkan dengan pervaginam atau normal untuk memberikan jarak setidaknya 24 bulan atau 2 tahun sebelum mencoba kehamilan berikutnya. Tujuannya adalah untuk mengurangi risiko perinatal yang bisa merugikan ibu dan bayi.
Selain itu, untuk mencapai healthy timing and spacing of pregnancy (HTSP) atau pengaturan waktu dan jarak kehamilan yang sehat terbaik, ada tiga hal yang perlu diperhatikan.
Pertama adalah pasangan dalam kondisi sehat. Demi kesehatan ibu dan bayi, disarankan untuk menunggu minimal 24 bulan, tetapi tidak lebih dari 5 tahun untuk hamil lagi. Penggunaan metode keluarga berencana (KB) direkomendasikan selama jarak waktu tersebut.
Kedua adalah pasangan mengalami keguguran atau aborsi. Untuk kesehatan ibu dan bayi, disarankan untuk menunggu setidaknya 6 bulan sebelum mencoba hamil lagi. Disarankan juga menggunakan metode KB selama jarak waktu tersebut.
Ketiga adalah pasangan remaja. Sebaiknya remaja menunda melakukan hubungan seksual dan menunda memiliki anak hingga usia minimal 18 tahun.