TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Stigma Menstruasi, Ini Dampak Buruknya pada Perempuan

Jenis praktik diskriminasi yang dihadapi perempuan

ilustrasi stigma menstruasi (pexels.com/Polina Zimmerman)

Menstruasi atau haid merupakan fenomena alami dan normal yang dialami oleh perempuan. Ini berhubungan dengan kesehatan organ reproduksi. Kendati demikian, menstruasi tidak lepas dari persepsi negatif karena sering kali diikuti oleh rasa sakit, ketidaknyamanan, dan perasaan malu.

Ialah period stigma (stigma menstruasi), yang mana merupakan istilah untuk menggambarkan jenis praktik diskriminasi yang dihadapi perempuan. Meskipun kedengarannya tampak tidak masuk akal, stigma menstruasi diakui eksistensinya di tengah masyarakat.

Selain itu, stigma ini dapat bersifat destruktif atau merusak. Dengan kata lain, stigma menstruasi telah dikaitkan dengan risiko peningkatan stres dan emosional, serta ketidaknyamanan fisik.

1. Melabeli perempuan yang menstruasi

ilustrasi menstruasi atau haid (pexels.com/Karolina Grabowska)

Menyelisik kepercayaan masyarakat Yahudi ortodoks, ada istilah "niddah". Niddah merupakan sebutan untuk melabeli perempuan yang sedang menstruasi.

Istilah lain yang muncul di tahun 1800-an yakni "on the rag". Ini mengacu pada kain yang disematkan ke pakaian dalam untuk menampung darah menstruasi. Ungkapan demikian dianggap contoh budaya tabu untuk menyembunyikan menstruasi. 

Baca Juga: 5 Fakta Menstruasi usai Melahirkan yang Perlu Para Ibu Ketahui

2. Manifestasi stigma menstruasi di masyarakat

ilustrasi orang duduk di transportasi umum (pexels.com/Samson Katt)

Terdapat beberapa praktik stigma menstruasi yang bertebaran di masyarakat. Ini melibatkan aktivitas seperti:

  • Diskriminasi: Pengaruh diskriminasi yang dihadapi oleh perempuan yang mengalami menstruasi bervariasi. Namun, situasi ini tetap berpotensi bahaya terlepas dari konteksnya yang mungkin hanya bercanda. Stigma menstruasi tidak jarang dimanifestasikan sebagai perilaku sensitif, agresif, atau mengancam. Manifestasi tersebut tampaknya sudah melekat pada perempuan yang sedang menstruasi.
  • Bicara tentang menstruasi dianggap sebagai sesuatu yang tabu: Untuk menghindari pembicaraan mengenai menstruasi, masyarakat kerap menggunakan ungkapan lain yang mengandung makna bukan sebenarnya. Ungkapan tersebut misalnya, "sedang libur" atau "sedang M".
  • Menstruasi dianggap hal yang kotor: Kendati darah menstruasi merupakan sesuatu yang kotor, tetapi bukan berarti individu yang bersangkutan boleh dilabeli demikian. Dalam beberapa situasi, banyak orang menganggap darah haid yang merembes atau bocor ke celana sebagai hal yang memalukan.
  • Iklan produk yang seolah hanya fokus pada "menyembunyikan" menstruasi: Iklan, baik melalui media cetak maupun elektronik, tanpa disadari menanamkan konsep bahwa suatu produk saniter berfokus pada kemampuan untuk menyembunyikan aliran darah menstruasi, menangkal bau, dan bisa dibuang tanpa menarik perhatian. Dengan begitu, secara tidak langsung fokus masyarakat menjadi lebih menjurus pada pencegahan rasa malu ketimbang memahami arti penting dari menstruasi itu sendiri.

3. Ancaman nyata dari stigma menstruasi

ilustrasi perempuan menundukkan pandangan (pexels.com/Keira Burton)

Periode menstruasi telah banyak memberi dampak bagi kehidupan perempuan. Ini sering kali melibatkan ketidaknyamanan, rasa sakit, hingga masalah emosional. Menimbang fakta tersebut, apabila stigma menstruasi dinormalisasi, maka tidak menutup kemungkinan akan ada konsekuensi yang lebih kompleks.

Dilansir News Medical, banyak peneliti telah mengaitkan fenomena stigma menstruasi dengan body shaming. Ini bisa memengaruhi kondisi kesehatan perempuan yang melibatkan:

  • Rentan terhadap masalah fisik maupun mental.
  • Berdampak pada kenikmatan dan harapan seksual.
  • Mengurangi kualitas hidup.
  • Berkontribusi terhadap penurunan status sosial.

4. Tantangan dalam menghadapi period stigma

ilustrasi membuang tampon ke tempat sampah (pexels.com/Karolina Grabowska)

Tantangan utama dalam menghapuskan stigma menstruasi adalah kurangnya edukasi terkait menstruasi di berbagai negara. Akibatnya, perempuan yang baru memasuki fase menstruasi rentan mengalami perasaan takut dan malu. Selain itu, kurangnya pengetahuan tentang produk kebersihan menstruasi menyebabkan ketidakmampuan memanajemen produk yang digunakan, termasuk cara membersihkan dan membuang produk dengan tepat.

Perlu diperhatikan juga bahwa di beberapa situasi dalam masyarakat, edukasi seksual sering kali tidak mencakup bahasan menstruasi. Padahal, jika melihat urgensinya, baik perempuan maupun laki-laki perlu mendapat edukasi tentang menstruasi. Harapannya supaya stigma menstruasi bisa terkikis dalam masyarakat.

Baca Juga: 7 Penyebab Darah Menstruasi Hanya Sedikit, Apakah Bahaya? 

Verified Writer

Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya