TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sindrom Rapunzel: Gejala, Diagnosis, Komplikasi, dan Pengobatan

Kebiasaan makan rambut yang bisa picu kematian

Ilustrasi rambut rontok (Pixabay/slavoljubovski)

Meski Rapunzel diidentikkan sebagai tokoh animasi dengan rambut menawan, sindrom Rapunzel justru sebaliknya. Sindrom ini termasuk dalam kondisi kejiwaan langka yang berpotensi kematian. 

Seorang siswa berusia 16 tahun di Inggris dilaporkan meninggal setelah menelan rambutnya selama beberapa tahun. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? 

Sindrom Rapunzel atau Rapunzel syndrome

Dilansir WebMD, sindrom Rapunzel merupakan kondisi sangat langka yang ditandai dengan adanya bola rambut besar atau trichobezoar di dalam perut. Secara bertahap, gumpalan rambut tersebut meluas ke usus kecil, lalu memicu infeksi

Kondisi ini pertama kali dideskripsikan pada 1968. Dinamakan 'Rapunzel' karena berkaitan dengan rambut dan lebih sering dialami perempuan. Sumber yang sama mencatat, ada 8 dari 10 kasus sindrom Rapunzel yang terjadi pada perempuan dari berbagai usia. 

Sindrom Rapunzel erat kaitannya dengan trichophagia atau kebiasaan memakan rambut sendiri. Dalam istilah psikologi, juga terdapat gangguan trikotilomania yang merupakan dorongan untuk mencabut rambut dari kepala. Dua gejala tersebut umumnya menjadi pemicu sindrom Rapunzel.

Baca Juga: Rambut Rontok: Gejala, Jenis, Penyebab, dan Cara Mengatasi

Bagaimana sindrom Rapunzel terjadi?

Ilustrasi rambut rontok (Unsplash/Towfiqu barbhuiya)

Rambut merupakan bagian tubuh yang tidak dapat terurai secara hayati, sebagaimana yang dikatakan Dr. Runjhun Misra, spesialis penyakit dalam di Oakland, California, pada Healthline. Hal ini dibuktikan dengan penemuan mumi Mesir yang masih memiliki rambut utuh. 

Bukan hanya itu, permukaan rambut yang halus tidak bisa dicerna oleh tubuh. Gumpalan yang terbentuk juga tidak merespons gerakan peristaltik yang memindahkan makanan hingga ke anus. Dengan begitu, rambut-rambut ini akan tertahan di organ pencernaan.

Seiring berjalannya waktu, gumpalan rambut bisa saja bertambah besar, lalu bercampur dengan makanan serta lendir lapisan perut. Ketika ukurannya tidak lagi bisa ditampung, gumpalan tersebut akan menonjol keluar melalui lubang perut dan tumbuh ke usus kecil.

Jika tidak segera ditangani, gumpalan ini bisa memicu penyumbatan. Beberapa bahkan mengalami infeksi yang jauh lebih membahayakan bagi penderitanya. 

Gejala sindrom rapunzel

ilustrasi rambut (unsplash.com/Old Youth)

Perhatikan apakah seseorang memiliki kebiasaan menelan sesuatu. Identifikasi tersebut penting sebagai upaya pengecekan. Sebab, gejala sindrom Rapunzel bisa mirip dengan gangguan pencernaan lainnya, yakni:

  • sakit perut
  • kembung
  • merasa kenyang
  • penurunan berat badan
  • mual
  • berat badan rendah dan ketakutan akan peningkatan berat badan (anoreksia nervosa)
  • muntah setelah makan
  • nyeri di bawah tulang rusuk (nyeri epigastrium akut)
  • kerontokan rambut kulit kepala (alopecia)
  • bau mulut (halitosis).

Sindrom Rapunzel sering kali terjadi pada individu yang memiliki kondisi kesehatan mental pada waktu bersamaan. Komorbid yang menyertai di antaranya:

  • Pica atau dorongan untuk makan selain makanan
  • gangguan mental seperti ADHD, skizofrenia, PTSD, dan sebagainya
  • depresi
  • anoreksia nervosa
  • gangguan obsesif kompulsif
  • bereavement atau kesedihan ditinggal orang terkasih.

Komplikasi sindrom Rapunzel

Sindrom Rapunzel termasuk kebiasaan berulang. Oleh karena itu, bola rambut yang terbentuk dalam perut pun bisa makin membesar. Keadaan tersebut dapat memicu komplikasi, termasuk di antaranya:

  • ikterus obstruktif (sumbatan empedu)
  • penyumbatan fisik di perut atau usus kecil
  • erosi lapisan lendir organ pencernaan
  • lubang di dalam usus kecil (perforasi usus kecil)
  • peradangan pada lapisan lambung ( peritonitis )
  • pembengkakan pankreas (pankreatitis akut).

Seluruh kondisi di atas dapat menyebabkan efek samping lanjutan serius apabila tidak segera diatasi. 

Diagnosis sindrom rapunzel

ilustrasi rambut rontok (freepik.com/freepik)

Untuk mendeteksi ada tidaknya gumpalan rambut, dokter akan menanyakan riwayat kebiasaan pasien. Termasuk kebiasaan menelan hal-hal selain makanan, bisa rambut, mainan, bulu hewan, dan lain sebagainya. 

Dokter juga akan memeriksa adanya gejala fisik, seperti kerontokan rambut kulit kepala dan bau mulut. Selain itu, dokter juga bisa meminta pasien melakukan tes pencitraan untuk mengetahui ukuran gumpalan rambut. 

Tes yang dilakukan meliputi:

  • sinar-X
  • USG
  • CT scan
  • Studi barium fluoroskopi (tes menelan barium)
  • Endoskopi

Pada studi barium fluoroskopi, pasien akan diminta menelan barium yang merupakan sejenis bahan kimia untuk membuat area tubuh tertentu terlihat lebih jelas pada sinar-X. Setelahnya, dokter akan melewatkan sinar X-ray terus menerus ke tubuh untuk mendapatkan video real-time dari area yang mengalami gangguan.

Adapun endoskopi merupakan tindakan memasukkan tabung tipis dan fleksibel dengan lampu dan kamera ke tenggorokan. Upaya ini dilakukan untuk melihat bagian dalam tubuh dengan jelas secara real time. Endoskopi juga memungkinkan dokter mengambil sampel yang menyebabkan penyumbatan di perut.

Baca Juga: Empty Sella Syndrome: Penyebab, Gejala, dan Pengobatan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya