Mulut kucing memuat banyak sekali bakteri. Saat ia menggigitmu, maka besar kemungkinan terjadi transfer bakteri dari mulut kucing ke dalam jaringan kulit. Sebetulnya, tubuh manusia dapat menutup lubang tusukan dengan cepat. Namun, sayangnya, bakteri yang dibawa oleh gigitan tersebut tetap terjebak di bawah jaringan kulit.
Lapisan dalam kulit yang hangat dan gelap turut mendukung pertumbuhan bakteri. Infeksi kulit yang dikenal sebagai cellulitis bisa terjadi dengan cepat setelah kamu mendapatkan gigitan.
Healthline juga menyebutkan beberapa risiko akibat gigitan kucing. Beberapa potensi yang sering terjadi seperti berikut.
Sejatinya ini merupakan jenis bakteri yang ditemukan di mulut kucing. Bakteri ini memicu infeksi setelah kucing menggigit atau mencakar. Orang dengan gangguan kekebalan tubuh lebih berisiko terkena infeksi parah pasca gigitan kucing dan anjing.
- Cat Scratch Disease (CSD) atau penyakit cakaran kucing
Penyakit ini juga dikenal sebagai demam cakaran kucing. Ini merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Bartonella henselae. Infeksi ini terjadi akibat goresan, gigitan, bahkan menjilat. Kitten berusia kurang dari setahun, kucing yang berburu, maupun kucing liar berisiko menularkan penyakit ini.
CSD paling sering terjadi pada anak-anak. Poison Control menyebutkan bahwa penyakit ini biasanya tidak serius. Namun, hal tersebut tak perlu jika kucing menyerang seseorang dengan sistem kekebalan rendah.
Seperti mamalia lainnya, kucing juga dapat membawa penyakit rabies. Penyakit ini dapat berakibat fatal bagi hewan maupun manusia. Dilansir situs resmi BKD Provinsi Sulawesi Tengah, angka kematian akibat rabies di Indonesia masih cukup tinggi. Data menunjukkan bahwa ada 100-156 kasus per tahun dengan fatality rate nyaris 100 persen.
Bakteri Clostridium tetani menjadi pemicu penyakit tetanus. Seseorang disarankan untuk mendapatkan booster vaksin tetanus setelah mendapat gigitan kucing. Terlebih jika sebelumnya belum pernah atau terakhir kali vaksinasi 5 tahun sebelumnya.