Ada beberapa pendapat yang menjawab pertanyaan ini. Beberapa mengatakan bahwa puasa berdampak negatif pada kesuburan, sedangkan yang lain mengungkapkan sebaliknya.
Sebuah penelitian dalam jurnal Nutrients mengungkapkan bahwa puasa dapat mengganggu produksi hormon reproduksi. Dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa puasa intermitten menurunkan penanda androgen. Namun, tidak berpengaruh pada kadar estrogen, gonadotropin, atau prolaktin.
Sementara itu, studi lebih baru yang diterbitkan dalam jurnal Obesity pada 2022 berpendapat lain. Adanya efek buruk puasa intermitten pada kesuburan mungkin bukan hal universal atau terjadi pada semua orang. Penelitian dilakukan dengan responden yang berpuasa selama 18-20 jam ini, menunjukkan bahwa satu-satunya hormon yang menurun adalah DHEA.
DHEA merupakan hormon steroid yang penting untuk menjaga fungsi ovarium dan kualitas sel telur. Namun, kadar DHEA dapat kembali normal pada 8 minggu setelah berpuasa. Perlu dicatat, penelitian ini dilakukan pada perempuan dengan obesitas dalam kurun waktu singkat.
Sementara itu, Dr. Salem El Shawarby MD, FRCOG, CCT (UK) dalam Fakih IVF berpendapat sebaliknya. Puasa membantu proses detoksifikasi tubuh. Menurutnya, puasa dapat meningkakan kualitas sperma dan mengatur ovulasi pada perempuan.
Dengan demikian, racun dalam tubuh dikeluarkan dan produksi hormon pun diseimbangkan sehingga mendukung kemampuan hati untuk melakukan pembersihan dan pembakaran lemak berlebih. Di samping itu, puasa juga dapat menurunkan tingkat stres yang berpengaruh pada reproduksi.
Penelitian lawas dalam Archives of Andrology menyebutkan bahwa puasa juga tidak memberikan dampak buruk bagi kualitas sperma. Sebaliknya, konsumsi makanan dan minuman yang terbatas berpotensi menurunkan fungsi organ reproduksi dan kesuburan.