Ilustrasi mi instan (flickr.com/Elsie Hui)
Pro dan kontra aturan makan mi instan terus bergema di antara pencinta makanan satu ini. Sebagian menganggap mi instan bukanlah makanan yang bisa dikonsumsi secara rutin, sementara yang lain gak menganggap demikian.
Pada kelompok pertama, beberapa bahaya mi instan sering menjadi alasannya. Termasuk risiko darah tinggi, obesitas, gagal ginjal, hingga kerusakan hati. Nah, yang paling sering dibahas yakni kandungan monosodium glutamat (MSG). Penggunaan zat aditif satu ini bertujuan sebagai penguat dan meningkatkan cita rasa.
Namun, faktanya, MSG secara alami ditemukan dalam produk seperti protein nabati terhidrolisis, ekstrak ragi, ekstrak kedelai, tomat dan keju. Food and Drug Administration Amerika sendiri memberikan izin kandungan MSG sintesis digunakan dalam makanan.
Meski demikian, efek potensial bagi kesehatan dari zat yang sering mendapat julukan micin ini tetap kontroversial. Sejumlah penelitian menunjukkan adanya peningkatan tekanan darah, sakit kepala, dan mual setelah mengonsumsi MSG dalam jumlah tinggi.
Belum lagi kandungan garam tinggi yang terkandung dari bahan mi dan bumbu penyedap. Bagi seseorang yang sensitif, efek natrium dan tingginya asupan natrium dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Namun, masalah ini gak hanya ditemukan dalam mi instan saja, misalnya pada snack kemasan.
Dukungan terhadap konsumsi mi instan aman berasal dari adanya kandungan mikronutrien bermanfaat bagi tubuh, termasuk zat besi, mangan, folat dan vitamin B. The American Journal of Clinical Nutrition mencatat, sekitar setengah dari mi instan, terlebih yang ada di Indonesia, diperkaya dengan vitamin dan mineral.
Dari penelitian tersebut, didapatkan hasil mengonsumsi susu dan mi dengan zat besi dapat menurunkan risiko anemia. Selain itu, beberapa mengutarakan pendapat bahwa selama barang beredar di pasaran dan memiliki izin, berarti aman untuk dikonsumsi.