Leptospirosis adalah penyakit menular yang ditularkan dari hewan ke manusia (zoonosis) dan dari hewan ke hewan melalui urine yang terinfeksi. Infeksi dapat terjadi melalui luka pada kulit atau melalui selaput lendir mata, hidung, atau mulut.
Angka kejadian leptospirosis di dunia diperkirakan antara 0,1–10 kasus per 100.000 orang setiap tahun. Namun, saat terjadi wabah atau paparan tinggi pada kelompok yang berisiko, angka kejadiannya bisa melonjak hingga lebih dari 50 kasus per 100.000 orang.
Indonesia termasuk negara tropis dengan tingkat kematian akibat leptospirosis yang tergolong tinggi, sekitar 2,5–16,45 persen, rata-rata 7,1 persen. Pada tahun 2014, kasus leptospirosis di Indonesia tercatat 519 kasus, turun dibanding tahun 2013 yang mencapai 640 kasus. Meski begitu, angka kematiannya meningkat dari 9,36 persen pada 2013 menjadi 11,75 persen pada 2014.
Ada enam provinsi yang melaporkan kasus leptospirosis: DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten. Peningkatan kasus paling besar terjadi di Jawa Tengah. Berdasarkan Profil Kesehatan Jawa Tengah, angka kesakitan leptospirosis di provinsi ini terus naik, dari 0,43 per 100.000 penduduk pada 2015, menjadi 0,47 pada 2016, 0,92 pada 2017, dan 1,24 per 100.000 penduduk pada 2018.
Di Jawa Tengah, kasus leptospirosis tersebar di 21 kabupaten/kota. Daerah dengan jumlah kasus tertinggi adalah Demak (IR 7,91), Klaten (IR 5,38), Kota Semarang (IR 2,25), Pati (IR 1,91), dan Banyumas (IR 1,79) (Andriani & Sukendra, 2020).
Indonesia berisiko tinggi leptospirosis karena kejadian banjir dan genangan air serta kondisi saluran pembuangan dan sanitasi yang buruk di beberapa area perumahan.
Pada keadaan tertentu, pasien leptospirosis bisa mengalami gagal ginjal, penyakit kuning, atau perdarahan hebat yang masuk ke kulit dan selaput lendir. Kamu harus waspada terhadap penyakit ini dan tahu cara mencegahnya.