ilustrasi anak mencuci tangan (unicef.org/Ihsan E)
Sesuai panduan yang dikeluarkan oleh IDAI, sekolah perlu melakukan persiapan sebelum menyelenggarakan pembelajaran tatap muka, seperti mempertimbangkan:
- Kapasitas kelas
- Sirkulasi udara
- Durasi belajar
- Ketersediaan fasilitas (seperti alat pemeriksaan suhu tubuh, sabun dan air mengalir untuk mencuci tangan, ruangan khusus untuk menempatkan atau memisahkan kasus suspek, dan lainnya)
- Kelengkapan vaksinasi COVID-19 pada guru dan petugas sekolah
- Mendahulukan sekolah tatap muka pada murid yang telah mendapat vaksinasi COVID-19
- Kepatuhan mengikuti protokol kesehatan di lingkungan sekolah
Menurut Prof. Aman, ruang kelas harus terbuka dan memiliki ventilasi udara. Anak-anak tidak boleh makan atau minum saat di sekolah. Sebab, masker yang dibuka berpotensi menyebarkan droplet. Itu yang terjadi pada klaster kantor beberapa waktu yang lalu.
Diperlukan kejujuran dari guru, perangkat sekolah, dan wali murid mengenai kondisi kesehatan masing-masing dan tidak menutupi keadaan apabila terinfeksi COVID-19. Jangan ke sekolah kalau ada tanda-tanda sakit seperti batuk, pilek, flu, muntah, diare, dan lainnya. Selain itu, sekolah maupun pemerintah setempat harus transparan menampilkan data kasus COVID-19 pada anak.
"Harus ada dashboard data transparan di setiap daerah. Berapa anak yang sakit? Berapa anak yang meninggal? Ketersediaan tempat rawat anak, testing, ini semua harus kita nilai. Kalau tidak, kita akan membuat klaster baru. Dan akan timbul pula varian baru," Prof. Aman mewanti-wanti.
Terakhir, IDAI menekankan bahwa pandangan ini sifatnya dinamis dan bisa berubah sesuai kondisi yang berkembang.