Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi merendam sisa buah dalam air dingin (pexels.com/ Luis Quintero)
ilustrasi merendam sisa buah dalam air dingin (pexels.com/ Luis Quintero)

Intinya sih...

  • Sebuah studi menemukan bahwa minum air dingin bisa memperlambat aliran lendir di hidung, sementara air panas justru membantu mempercepatnya. Karenanya, banyak orang menganggap minum air hangat lebih baik daripada air dingin saat sedang flu atau pilek.
  • Individu dengan riwayat migrain dalam setahun terakhir memiliki risiko dua kali lebih besar mengalami sakit kepala setelah minum air es melalui sedotan, menurut studi.
  • Minum air dingin bisa memicu peningkatan tekanan darah sementara melalui respons tubuh yang dikenal sebagai pressor response.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Di balik manfaat minum air putih, muncul berbagai kekhawatiran seputar suhu air yang dikonsumsi, terutama air dingin. Selama berabad-abad, banyak kepercayaan bahwa air hangat atau air suhu ruang lebih baik untuk pencernaan. Kepercayaan ini kemudian berkembang menjadi anggapan bahwa air dingin berdampak buruk bagi kesehatan.

Padahal, hingga saat ini, tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim bahwa minum air dingin secara umum berbahaya.

Cek faktanya, berikut ini beberapa kekhawatiran terkait minum air dingin.

1. Bisa memengaruhi produksi lendir di hidung

Andrea Piacquadio / pixels

Sejak kecil, kamu mungkin pernah diingatkan untuk tidak minum air dingin saat sedang pilek atau flu. Alasannya berkaitan dengan produksi lendir yang lebih kental dan lengket saat tubuh melawan infeksi.

Sebuah studi kecil pada tahun 1978 yang melibatkan 15 peserta sehat menemukan bahwa minum air dingin bisa memperlambat aliran lendir di hidung. Sementara itu, air panas justru membantu mempercepatnya.

Dari temuan tersebut, para peneliti menyimpulkan bahwa cairan panas lebih efektif dalam mengelola gejala seperti hidung tersumbat. Namun, penting diingat bahwa studi tersebut sudah tua, berskala kecil, dan dilakukan pada peserta yang sebenarnya tidak sedang sakit. Artinya, hasilnya tidak bisa dijadikan pedoman mutlak.

2. Air dingin bisa picu sakit kepala

Sebuah studi pada tahun 2001 menemukan bahwa 7,6 persen dari 669 partisipan perempuan mengalami sakit kepala setelah minum 150 ml air es melalui sedotan. Menariknya, risiko ini dua kali lebih besar pada mereka yang memiliki riwayat migrain dalam setahun terakhir.

Temuan ini menunjukkan bahwa meskipun tidak semua orang akan mengalami sakit kepala setelah minum air dingin, tetapi individu dengan kecenderungan migrain mungkin lebih sensitif terhadap suhu ekstrem.

Namun, penelitian yang lebih baru justru menemukan bahwa terapi dingin, seperti kompres es, bisa meredakan gejala migrain secara cepat. Meski air dingin tidak termasuk dalam studi tersebut, tetapi hasil ini menunjukkan bahwa respons terhadap suhu dingin bisa sangat bervariasi.

3. Air dingin bisa memengaruhi pencernaan

ilustrasi saluran pencernaan (pexels.com/MARTPRODUCTION)

Salah satu anggapan paling umum tentang air dingin adalah bahwa suhunya bisa mengganggu proses pencernaan. Dalam sistem pengobatan Ayurveda, air dingin diyakini dapat melemahkan "Agni" atau “api pencernaan”. Ini karena perbedaan suhu antara tubuh dan air yang dianggap membebani energi tubuh.

Sebuah studi modern dengan 11 partisipan menemukan bahwa minum air sangat dingin sebelum makan mengurangi kontraksi lambung dan menurunkan nafsu makan dibandingkan air panas.

Artinya, air dingin mungkin memperlambat motilitas lambung dan menyebabkan asupan makanan yang lebih sedikit. Namun, karena studi ini berskala kecil, kesimpulan definitif soal dampak air dingin terhadap pencernaan masih perlu diteliti lebih lanjut.

4. Minum air dingin bisa memperparah pasien akalasia

Bagi sebagian orang dengan kondisi langka bernama akalasia (gangguan kesulitan menelan), air dingin bisa memperburuk gejalanya.

Dalam studi tahun 2012 terhadap 12 penderita achalasia, minum air dingin terbukti memicu kejang otot esofagus. Hal ini memperparah kesulitan menelan, dibandingkan air suhu ruang atau air panas. Meski kondisi ini jarang terjadi, tetapi temuan ini menggarisbawahi bahwa suhu air bisa berdampak signifikan bagi individu dengan masalah esofagus tertentu.

5. Air dingin bisa meningkatkan tekanan darah

ilustrasi tekanan darah tinggi (Unsplash/Mufid Majnun)

Minum air dingin bisa memicu peningkatan tekanan darah sementara melalui respons tubuh yang dikenal sebagai pressor response. Meski terjadi juga saat minum air suhu ruang, tetapi efek ini cenderung lebih kuat pada individu yang mengalami dehidrasi, berusia lanjut, atau sedang sakit.

Dalam studi tahun 2022, peneliti menemukan bahwa baik air dingin bisa meningkatkan tekanan darah secara signifikan pada peserta muda dan lansia yang mengalami hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah mendadak saat berdiri).

Efek ini justru dianggap bermanfaat dalam situasi tertentu, seperti penanganan awal hipotensi akut. Jadi, peningkatan tekanan darah akibat air dingin bukan berarti berbahaya, tergantung pada konteks kesehatannya.

Kapan sebaiknya minum air dingin?

Pada akhirnya, air putih suhu berapa pun, tetap menghidrasi dan menyehatkan. Namun, ada beberapa kondisi ketika minum air dingin bisa terasa lebih menyegarkan dan bermanfaat.

Misalnya, setelah berolahraga, air dingin dapat membantu menurunkan suhu tubuh dan menghidrasi lebih cepat. Sebelum makan, minum air dingin juga bisa membantu mengurangi nafsu makan jika kamu sedang mencoba mengontrol asupan kalori.

Selain itu, air dingin cocok diminum saat cuaca panas atau lembap, saat tubuh mulai mengalami dehidrasi, atau ketika kamu merasa lemas. Dalam situasi-situasi ini, air dingin bisa memberikan kenyamanan.

Berdasarkan bukti ilmiah, tidak ada alasan untuk menyebut bahwa minum air dingin “buruk” bagi kesehatan secara umum. Memang ada beberapa kondisi khusus seperti migrain yang bisa dipicu oleh air dingin, tetapi manfaatnya dalam situasi lain justru tak kalah penting. Pada akhirnya, yang terpenting adalah tetap terhidrasi. Baik air dingin maupun hangat, keduanya tetap bermanfaat.

Referensi

"Marvels of Mucus and Phlegm". News in Health. Diakses Mei 2025.
Ren, Yutang, Meiyun Ke, Xiucai Fang, Liming Zhu, Xiaohong Sun, Zhifeng Wang, Ruifeng Wang, et al. “Response of Esophagus to High and Low Temperatures in Patients with Achalasia.” Journal of Neurogastroenterology and Motility 18, no. 4 (October 19, 2012).
Mattsson, P. “Headache Caused by Drinking Cold Water Is Common and Related to Active Migraine.” Cephalalgia 21, no. 3 (April 1, 2001): 230–35.
Kubota, Satoshi, Yutaka Endo, Mitsue Kubota, Hiroko Miyazaki, and Tomohiko Shigemasa. “The Pressor Response to the Drinking of Cold Water and Cold Carbonated Water in Healthy Younger and Older Adults.” Frontiers in Neurology 12 (January 10, 2022). 
"To Ice or Not to Ice? The Ayurvedic Question". Kripalu. Diakses Mei 2025. 

Editorial Team