Sedang Tren, Apakah Quiet Quitting Baik untuk Kesehatan?

Gagasan untuk bekerja seperlunya saja

Istilah "quiet quitting" ramai dibicarakan di media sosial beberapa waktu belakangan. Quiet quitting merujuk pada ajakan untuk bekerja dengan porsi ideal. Singkatnya, pendukungnya akan bekerja seperlunya saja sesuai tanggung jawab yang diemban.

Untuk beberapa orang, quite quitting mungkin dijadikan tameng untuk merespons beban kerja yang dirasa berlebihan, yang sering kali mendatangkan stres kerja dan menyebabkan kelelahan baik fisik maupun mental. Di samping itu, pelaku quite quitting ingin menetapkan batasan dalam lingkungan kerja.

Quite quitting tampaknya bisa mendatangkan manfaat menjanjikan karena dapat membantu kamu memperoleh keseimbangan dalam pekerjaan yang lebih baik. Dengan begitu, baik produktivitas maupun kesejahteraan batin bisa lebih harmonis.

1. Ciri-ciri

Sedang Tren, Apakah Quiet Quitting Baik untuk Kesehatan?ilustrasi quite quitting (pexels.com/Startup Stock Photos)

Dilansir Verywell Mind, beberapa ciri quite quitting di antaranya:

  • Pulang kerja atau menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. 
  • Tidak meladeni pesan, email, atau telepon di luar jam kerja.
  • Berani menolak mengerjakan tugas di luar kewajiban.
  • Tidak terobsesi dengan pencapaian yang berlebihan atau promosi dalam pekerjaan.
  • Pekerjaan tidak memengaruhi emosi secara signifikan.

Dalam sistem quite quitting seorang pekerja melakukan pekerjaan seperlunya. Ini termasuk tidak mengambil jam lembur atau melaksanakan tugas tambahan. Penting untuk dipahami bahwa quiet quitting cenderung bersifat individual, yang mana prinsip setiap orang bisa berbeda.

2. Mengapa banyak pekerja melakukan quite quitting?

Sedang Tren, Apakah Quiet Quitting Baik untuk Kesehatan?ilustrasi quite quitting (pexels.com/Los Muertos Crew)

Ada beberapa alasan mengapa seseorang memilih quiet quitting. Salah satunya adalah untuk mendapatkan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Selain itu, quiet quitting bisa menjadi strategi untuk mengatasi kelebihan beban kerja dan kelelahan dalam pekerjaan.

Dalam arti praktis, quiet quitting berhubungan dengan dampak pandemik COVID-19. Sistem kerja yang berubah menjadi bekerja dari rumah alias work from home telah membuat banyak pekerja berani melakukan quite quitting. Hal ini berkaitan dengan banyaknya tantangan dalam pekerjaan yang mengharuskan manajemen diri dengan bijak.

Baca Juga: Lelah Kerja? 9 Cara Seimbangkan Waktu Kerja dan Kehidupan Pribadi

3. Pendapat para ahli

Sedang Tren, Apakah Quiet Quitting Baik untuk Kesehatan?ilustrasi diskusi santai (pexels.com/RODNAE Productions)

Seperti dilansir Healthline, psikolog Inggris Lee Chambers menjelaskan perihal fenomena quiet quitting dari perspektifnya. Ia menjelaskan bahwa quiet quitting adalah mekanisme koping untuk mengatasi kemungkinan kelelahan kronis akibat pekerjaan yang berlebihan. Ia juga percaya bahwa quiet quitting bisa mendatangkan manfaat bagi kesehatan mental, terutama berkaitan dengan kepercayaan diri untuk menetapkan batasan.

Psikoterapis Inggris Tania Taylor juga mendukung klaim bahwa quiet quitting bermanfaat signifikan bagi pelakunya. Dalam hal kesehatan mental misalnya, ia menyatakan bahwa quiet quitting bisa menjadi penyeimbang antara kehidupan pribadi dan pekerjaan tanpa terbebani oleh tuntutan jabatan.

Selain itu, quiet quitting juga dapat meningkatkan produktivitas dan motivasi ketika bekerja, serta mengasah keterampilan memecahkan masalah dari perspektif berbeda.

4. Mekanisme

Sedang Tren, Apakah Quiet Quitting Baik untuk Kesehatan?ilustrasi lingkungan kerja di kantor (pexels.com/fauxels)

Sebelum menerapkan quiet quitting dalam pekerjaan, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Setidaknya ada dua pertanyaan mendasar yang harus dijawab oleh diri sendiri:

  • Apa dampaknya terhadap karier di masa depan?
  • Seberapa puas perasaanku mengenai penerapan quiet quitting di lingkungan kerja?

Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka tahap selanjutnya adalah menetapkan batasan dalam pekerjaan. Jangan ragu untuk mengatakan tidak pada rekan kerja. Namun, tetaplah bersikap terbuka untuk menghindari stigma yang justru hanya akan menjadi beban pikiran. Intinya, tetap utamakan produktivitas dan motivasi untuk bertumbuh dalam siklus kerja secara sehat.

5. Potensi manfaat

Sedang Tren, Apakah Quiet Quitting Baik untuk Kesehatan?ilustrasi bahagia di tempat kerja (pexels.com/Kindel Media)

Dilansir Psychology Today, ada beberapa potensi manfaat dalam praktik quiet quitting, di antaranya:

  • Mengatasi kelelahan: Kelelahan dapat timbul akibat ketidakselarasan antara pekerjaan yang ditanggung dengan nilai diri sendiri. Dengan menerapkan strategi quiet quitting, kamu tidak akan terlalu memaksakan diri dan tidak mengorbankan kesejahteraan pribadi. 
  • Membantu menetapkan batasan yang sehat: Cara melindungi prioritas diri sendiri dan menciptakan keseimbangan kehidupan kerja adalah dengan menetapkan batasan yang sehat. Dengan begitu, quiet quitting bisa mendatangkan manfaat.
  • Media untuk membangun rasa kontrol: Quiet quitting merupakan strategi untuk mengerahkan kekuatan diri atas apa yang ada dalam kendali individu yang bersangkutan. Ini berkaitan dengan datang ke tempat kerja atau memulai kerja tepat waktu, menyelesaikan pekerjaan, dan melakukan aktivitas yang bermakna.
  • Mengajarkan arti prioritas yang harus dilakukan: Ketidakpastian tentang masa depan mau tidak mau mengubah prioritas individu. Dengan kata lain, ketidakpastian mengajarkan kamu untuk cermat mengamati situasi dan menetapkan mana yang perlu diprioritaskan.

Satu hal yang perlu digarisbawahi, quiet quitting bukan termasuk hak dan bukan juga bentuk kemalasan bekerja. Fenomena ini memiliki tujuan praktis dalam upaya menetapkan batasan yang sehat dan bekerja secara ideal.

Pekerjaan bisa menjadi faktor pemicu stres dan kelelahan, tetapi di sisi lain juga bisa menjadi ajang terlaksananya produktivitas yang positif. Siapa pun boleh bekerja secara keras maupun bekerja seperlunya. Cuma diri sendiri yang punya kapasitas dalam menilai dan merespons rangsangan dari luar. Paling bijak memang kamu mampu menetapkan prioritas dan batasan dalam bekerja sehingga tidak berdampak buruk bagi kesehatan fisik maupun mental.

Baca Juga: Gak Banyak yang Tahu, Ini 10 Risiko Kesehatan Jadi Pekerja Kantoran

Indriyani Photo Verified Writer Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya