7 Fase dalam Pernikahan dari Sudut Pandang Psikologi

Ternyata ada fase di mana risiko perceraian tinggi

Intinya Sih...

  • Fase honeymoon adalah awal kehidupan pernikahan yang penuh kebahagiaan dan keromantisan, namun juga berisiko tinggi terhadap penyesuaian diri.
  • Fase penyesuaian merupakan fase di mana pasangan kembali pada kenyataan dan mulai menyadari kekurangan pasangannya serta mengalami risiko perceraian tinggi.
  • Fase reevaluasi, tumbuh bersama, dan krisis paruh baya adalah tahapan penting dalam kehidupan pernikahan yang membutuhkan adaptasi dan komitmen yang kuat dari kedua belah pihak.

Upacara pernikahan merupakan sebuah acara keluarga yang istimewa. Namun, seperti yang sudah kita dengar, kehidupan pernikahan memiliki tantangan tersendiri.

Kesuksesan dalam menjalani kehidupan pernikahan dinilai dari kemampuan kedua pasangan dalam berusaha dan bekerja sama untuk terus mempertahankan mahligai pernikahan, meskipun badai datang dari segala arah.

Tidak jauh berbeda dari bayi yang melewati tahap tumbuh kembang, kehidupan pernikahan pun ada fasenya. Orangtua yang memahami proses tumbuh kembang anak akan lebih kritis dalam merawat dan mendidik anak, sehingga anak tersebut berkembang sesuai dengan jalur.

Nah, tidak ada salahnya bagi kita untuk mempelajari fase-fase pernikahan agar kita lebih siap saat melaluinya. Seperti apa sajakah fase tersebut? Simak ulasannya berikut ini.

1. Fase honeymoon

7 Fase dalam Pernikahan dari Sudut Pandang Psikologiilustrasi fase honeymoon pernikahan (pexels.com/Jonathan Borba)

Fase honeymoon biasanya terjadi pada awal kehidupan pernikahan. Dilansir BetterRelationships, dalam fase ini pasangan banyak menghabiskan waktu bersama, tidak terlalu memperhatikan perbedaan, melainkan menekankan pada persamaan.

Merujuk sumber yang sama, aktivitas seksual juga tinggi dalam fase ini. Baik suami maupun istri sama-sama berusaha untuk menunjukkan karakter terbaik kepada pasangannya.

2. Fase penyesuaian

7 Fase dalam Pernikahan dari Sudut Pandang Psikologiilustrasi fase penyesuaian dalam pernikahan (pexels.com/Alex Green)

Beberapa saat setelah menikah, pasangan akan memasuki fase penyesuaian. Dilansir dari Everyday Health, dalam fase ini pasangan kembali pada kenyataan dan tanggung jawab masing-masing. Contohnya pekerjaan rumah tangga dan anak-anak.

Pasangan mulai menyadari dan merasakan kehidupan pernikahan yang sesungguhnya dalam fase ini. Selain itu, mereka mulai melihat kekurangan pasangannya, termasuk mendapati pasangan mempunyai perilaku yang tidak baik atau abusive.

Mengutip Verywell Mind, ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh pasangan dalam fase penyesuaian, antara lain:

  • Membuat prioritas seperti mengatur keuangan, pekerjaan rumah tangga, dan waktu luang untuk diri sendiri.
  • Belajar bagaimana mengatasi konflik tanpa saling menyalahkan.
  • Membaca buku mengenai kehidupan rumah tangga dan konsultasi dengan psikolog.
  • Mempunyai atau membentuk ekspektasi yang realistis.
  • Selalu mengingat bahwa kita dapat membantu pasangan untuk berkembang menjadi individu yang baik tanpa mengubah jati diri pasangan.

Pasangan yang mengalami kesulitan dalam fase penyesuaian sebaiknya berkonsultasi dengan psikolog atau konselor keluarga. Seperti dijelaskan dalam laman The Gottman Institute, konseling pernikahan dapat membantu pasangan untuk melihat masalah keluarga dari perspektif yang berbeda dan belajar untuk menyesuaikannya sesuai saran dari psikolog atau konselor.

3. Fase mempertahankan posisi/pengaruh

7 Fase dalam Pernikahan dari Sudut Pandang Psikologiilustrasi pasangan yang berbeda pendapat (pexels.com/Mikhail Nilov)

Fase ketiga dalam kehidupan pernikahan adalah fase mempertahankan posisi atau power struggle, karena kedua belah pihak bersikukuh pada prinsip masing-masing.

Fase ini juga dikenal dengan istilah fase menghindar atau great escape. Laman Everyday Health menyebutkan bahwa risiko perceraian tinggi pada tahap ini. Biasanya usia pernikahan baru berjalan antara 3 hingga 5 tahun.

Sebuah artikel berjudul "Time, Sex, and Money" yang terbit dalam America Magazine tahun 2001 menjelaskan bahwa ada tiga penyebab utama yang menyebabkan angka perceraian tinggi pada usia pernikahan yang kurang dari 5 tahun, yaitu:

  • Waktu: Pasangan mengalami kesulitan dalam membagi waktu antara rumah tangga dan karier.
  • Hubungan seksual: Pasangan mengalami kesulitan dalam memahami kebutuhan seksual antara satu sama lain.
  • Keuangan: Pengangguran, utang, dan kondisi finansial merupakan masalah terbesar dalam kehidupan berumah tangga.

Data tersebut diperoleh dari hasil studi dan survei yang dilakukan dari tahun 1995 hingga 1999 oleh Center for Marriage and Family at Creighton University. Universitas ini juga bekerja sama dengan tiga lembaga, yaitu The Secretariat for Family, Laity, Women and Youth of the United States Catholic Conference; The National Association of Family Life Ministers; dan Catholic Engaged Encounter.

Baca Juga: Kenapa Ejakulasi Kedua Lebih Lama daripada Sesi Pertama?

4. Fase reevaluasi

7 Fase dalam Pernikahan dari Sudut Pandang Psikologiilustrasi aktivitas keluarga (pexels.com/Elina Fairytale)

Fase reevaluasi atau reassessment terjadi pada pasangan yang telah menikah selama 10 tahun. Baik suami maupun istri sudah mengetahui sisi positif dan negatif dari pasangan.

Pasangan juga dapat menyesuaikan diri antara satu sama lain dan bersikap lebih dewasa, terutama bila ada anak dalam keluarga. Dalam fase ini, pasangan juga memiliki mentor yang dapat membantu mereka dalam menjalani kehidupan pernikahan dan berkeluarga.

5. Fase tumbuh dan berkembang bersama

7 Fase dalam Pernikahan dari Sudut Pandang Psikologiilustrasi orang tua dengan anaknya yang sudah dewasa (pexels.com/Askar Abayev)

Pasangan suami istri yang telah menikah 10 hingga 20 tahun berada pada fase tumbuh dan berkembang bersama. Anak-anak yang hadir dalam keluarga ini biasanya sudah berusia dewasa.

Mengutip laman St. Luke's Penn Foundation, dalam tahap ini pasangan memiliki lebih banyak waktu untuk saling memperhatikan. Mereka juga melihat suami atau istri sebagai kekasih atau teman.

6. Fase krisis paruh baya

7 Fase dalam Pernikahan dari Sudut Pandang Psikologiilustrasi suami yang sedang merawat istrinya (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Fase krisis paruh baya atau dikenal sebagai explosion adalah sebuah tahap di mana pasangan tiba-tiba dihadapkan dengan peristiwa penting. Contohnya adalah gangguan kesehatan, kematian, kehilangan pekerjaan, masalah keuangan, dan pindah rumah atau kota.

Dilansir Reader's Digest Canada, fase krisis paruh baya dapat terjadi kapan saja. Namun, fase ini umumnya dialami saat pasangan berusia 40–50 tahun. Kualitas hubungan dalam fase krisis paruh baya bisa menjadi kuat, atau sebaliknya, menjadi tambahan beban.

7. Fase penyelesaian

7 Fase dalam Pernikahan dari Sudut Pandang Psikologiilustrasi pasangan lanjut usia hidup bahagia (pexels.com/Marcus Aurelius)

Karakteristik utama dari fase penyelesaian adalah baik suami maupun istri benar-benar menikmati setiap waktu yang dilalui bersama. Mereka juga selalu menantikan aktivitas lain yang akan dilakukan bersama.

Dilansir St. Luke's Penn Foundation, Dr. Rita DeMaria yang merupakan pengarang buku The Seven Stages of Marriage, menjelaskan bahwa untuk dapat sampai di tahap ini, pasangan perlu mengetahui bagaimana cara menyenangkan pasangan dan menikmati hidup. Contohnya seperti bercanda dan/atau menjadi sahabat dan pendengar yang baik untuk pasangannya. Lewat cara ini, secara tidak langsung kita membuat pasangan merasa dirinya masih terlihat menarik di mata kita.

Itulah penjelasan tentang tujuh fase dalam kehidupan pernikahan berdasarkan sudut pandang psikologi. Melalui edukasi ini, diharapkan kita bisa lebih mempersiapkan diri dalam mengarungi kehidupan rumah tangga bersama dengan orang yang kita pilih.

Sekiranya mendapati permasalahan dalam rumah tangga, sebaiknya tidak perlu ragu ataupun malu untuk mendapatkan bimbingan konseling dari psikolog atau konselor.

Baca Juga: Ini 7 Tes Kesehatan yang Perlu Dilakukan Sebelum Menikah, Simak yuk!

Maria  Sutrisno Photo Verified Writer Maria Sutrisno

part time penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia R F
  • Delvia Y Oktaviani

Berita Terkini Lainnya