Kondisi Fisik dan Psikologis setelah Nonton Film Action

Apa yang kamu rasakan?

Setiap orang memiliki selera tontonannya masing-masing. Ada yang suka film romantis, komedi, horor, thriller, dokumenter, animasi, hingga action. Semuanya setara, tidak ada yang lebih superior daripada yang lain.

Kalau sebelumnya sudah pernah dibahas mengapa sebagian orang suka nonton film horor, kali ini pertanyaan yang sama perlu diajukan kepada penikmat film action. Seperti apa kondisi fisik dan psikologis setelah menonton film action?

1. Otak sangat waspada dan aktif selama menonton

Apa ekspektasi penonton terhadap film action? Mereka mengharapkan tayangan yang spektakuler dan menegangkan. Mulai dari perkelahian tangan kosong, baku tembak, ledakan bom, kebut-kebutan mobil, dan sebagainya.

Alih-alih bersantai, otak kita justru aktif dan sangat waspada selama menonton film action. Otak memproses sebagian besar adegan film seolah terjadi di dunia nyata.

"Anda tahu tidak ada apa pun di layar yang dapat menyentuh, menyakiti, atau menarik anda keluar dari kursi. Tetapi kita bereaksi seolah-olah bisa," ujar Jeff Zacks, profesor psikologi dari Washington University, Amerika Serikat (AS).

2. Orang yang korteks prefrontalnya rusak cenderung merespons film seolah-olah nyata

Kondisi Fisik dan Psikologis setelah Nonton Film Actionilustrasi ketakutan (pixabay.com/Sammy-Sander)

Terkadang, ada penonton yang berteriak ketika menonton film action dan mungkin kita menganggapnya berlebihan. Menurut Jeff, orang dengan kerusakan pada area otak yang disebut korteks prefrontal cenderung merespons film seolah-olah itu nyata. Ini juga dialami oleh anak-anak karena korteks prefrontalnya masih berkembang.

Korteks prefrontal merupakan bagian otak yang terletak di bagian depan lobus frontal. Mengutip Good Therapy, ini adalah bagian otak yang berkembang paling akhir dan matang sepenuhnya pada usia 25 tahun.

3. Orang yang menonton film action mengonsumsi lebih banyak kalori

Terdengar sulit dipercaya, tetapi menurut penelitian yang diterbitkan dalam Journal of the American Medical Association: Internal Medicine, orang yang menonton film action terbukti mengonsumsi lebih banyak kalori daripada genre lain.

Penelitian ini melibatkan 94 mahasiswa yang dibagi dalam tiga kelompok untuk menonton selama 20 menit. Ada yang ditugaskan menonton film The Island (dengan suara dan tanpa suara), ada pula yang diminta menonton program bincang-bincang The Charlie Rose Show.

Para peserta sengaja diberi kue kering, permen M&M, anggur, dan wortel. Ternyata, orang yang menonton film action dengan suara makan sebanyak 206,5 gram (354 kalori). Sementara itu, orang yang menonton film action tanpa suara makan lebih sedikit, yaitu 142,1 gram (314 kalori). Yang makan paling sedikit adalah orang yang menonton talk show, yaitu 104,3 gram (215 kalori).

"Program yang serba cepat, termasuk banyak potongan kamera, benar-benar mengalihkan perhatian anda dari apa yang anda makan. Ini bisa membuat anda makan lebih banyak karena kurang memperhatikan seberapa banyak yang anda masukkan ke dalam mulut," ungkap Aner Tal, penulis studi tersebut.

Baca Juga: Kenapa Kita Suka Nonton Film Horor? Ini Hasil Risetnya!

4. Terlihat perubahan pada laju pernapasan, tekanan darah, dan ritme jantung

Kondisi Fisik dan Psikologis setelah Nonton Film Actionilustrasi tensimeter (pixabay.com/holmespj)

Orang yang memiliki lemah jantung sebaiknya menghindari film yang menegangkan dan membuat stres. Menurut studi yang dikutip oleh The Guardian, orang yang menonton film Vertical Limit mengalami peningkatan tekanan darah dan laju pernapasan serta pergeseran ritme alami jantung. Ini adalah film tentang kecelakaan panjat tebing.

Bahkan, sampai ada yang meninggal! Ini terjadi di tahun 2010 pada laki-laki Taiwan berusia 42 tahun dengan riwayat tekanan darah tinggi yang meninggal karena stroke. Menurut dokter, kematiannya terjadi setelah menonton film action dan science fiction Avatar dalam format 3D.

5. Tidak membuat penonton melakukan tindak kekerasan

Sebagian pihak menuduh film action membuat penonton lebih agresif dan melakukan tindak kekerasan di dunia nyata. Padahal, menurut riset yang diterbitkan dalam jurnal Psychiatric Quarterly, tidak ada hubungan antara meningkatnya kejahatan dengan adegan di layar.

Menurut Christopher Ferguson, profesor psikologi di Stetson University, AS, ancaman dari film kekerasan sulit untuk dibuktikan. Analisisnya tentang penggambaran kekerasan dalam film-film berperingkat PG-13 tidak menunjukkan bukti adanya ancaman pada kesehatan masyarakat.

Ia mengatakan kepada Daily Mail bahwa bukan film yang berdampak pada kriminalitas, melainkan lingkungan keluarga, masalah kesehatan mental, kemiskinan, dan kurangnya pendidikan.

Nah, itulah penjelasan mengenai kondisi fisik dan psikologis seseorang setelah menonton film action. Apakah sesuai dengan yang kamu rasakan?

Baca Juga: 8 Pembunuhan yang Menjadi Inspirasi Film, Ngeri!

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya