Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Baik kopi maupun matcha sebenarnya sama-sama mengandung kafein, tetapi ada perbedaan yang cukup mencolok dari keduanya. (pexels.com/destiawan nur agustra)

Beberapa waktu ke belakang, matcha jadi minuman yang sangat populer bagi banyak kalangan. Minuman ini berasal dari Jepang dan terbuat dari daun teh hijau muda yang digiling sampai menjadi bubuk halus. Dibanding jenis teh yang lain, matcha punya rasa yang kuat, campuran antara pahit dan manis, lebih terasa kental atau creamy, dan ada sedikit sensasi rumput atau tanah ketika diminum. Keunikan inilah yang membuat matcha memperoleh popularitas, bahkan jika dibandingkan dengan teh hijau biasa.

Tak hanya soal rasa, matcha ternyata juga memiliki beberapa manfaat bagi tubuh jika dikonsumsi dalam takaran yang tepat. Dilansir Healthline, matcha kaya akan antioksidan yang menangkal radikal bebas dan mencegah penyakit kronis. Belum lagi, ada pula asam amino bernama L-theanine dan kafein yang memberikan sensasi rileks serta energi tambahan ketika dikonsumsi sehingga dapat lebih fokus ketika hendak bekerja. Tak ketinggalan, ada kandungan epigallocatechin-3-gallate (EGCG) yang bertugas sebagai agen anti-kanker.

Akan tetapi, selayaknya makanan dan minuman sehat mana pun, tak semua orang bisa dan/atau boleh untuk mengonsumsi matcha. Setidaknya ada empat kelompok orang yang sebaiknya mengurangi atau sama sekali tidak mengonsumsi matcha demi menjaga kesehatan. Kira-kira siapa saja kelompok tersebut? Yuk, cari tahu jawabannya di bawah ini!

1. Anak-anak dan lansia

potret lansia yang sedang minum (pixabay.com/Jonny_Joka)

Kelompok usia tertentu yang sebaiknya membatasi atau menghindari konsumsi matcha adalah anak-anak dan lansia dengan usia lebih dari 65 tahun. Bagi anak-anak, kandungan kafein pada matcha dapat menyebabkan gangguan pola tidur dan kecemasan berlebih. Selain itu, Verywell Health melansir bahwa anak-anak hanya boleh mengonsumsi 5—87 gram EGCG dalam satu hari. Masalahnya, dalam satu gelas matcha (yang biasanya diisi 2 gram bubuk matcha), terdapat sekitar 100—200 gram EGCG yang menyebabkan konsumsinya harus dibatasi. 

Sementara bagi lansia di atas 65 tahun, mengurangi atau menghindari konsumsi matcha terkait dengan masalah kesehatan. Masalahnya serupa dengan apa yang dialami anak-anak, yakni kandungan kafein di dalam matcha dapat mengganggu pola tidur. Selain itu, jika lansia sedang dalam kondisi medis tertentu dan memerlukan konsumsi obat secara rutin, ada potensi terjadinya interaksi negatif antara obat dengan matcha yang dikonsumsi.

2. Perempuan hamil dan menyusui

potret ibu hamil (pixabay.com/Fotorech)

Matcha memang bisa memberi dorongan energi untuk beraktivitas, tetapi sebaiknya bagi perempuan hamil dan menyusui mulai mengurangi konsumsi varian teh ini. Masalah ini kembali disebabkan oleh kandungan EGCG pada matcha. Di balik kebaikan yang ditawarkan EGCG, sebenarnya konsumsi berlebih justru dapat membebani organ tubuh, khususnya hati. Bagi perempuan yang sedang hamil dan menyusui, hal tersebut wajib dihindari supaya diri sendiri maupun janin yang dikandung terhindar dari masalah serius.

Dilansir Verywell Health, konsumsi EGCG harian yang diperbolehkan bagi wanita hamil dan menyusui itu sekitar 100—120 gram. Berdasarkan ulasan sebelum ini, angka tersebut setara dengan satu cangkir matcha. Dengan kata lain, seandainya perempuan hamil atau menyusui benar-benar ingin minum matcha, sebaiknya jangan lebih dari satu gelas, ya!

3. Orang dengan alergi kafein

ilustrasi orang yang sedang mengalami alergi (pixabay.com/cenczi)

Sekalipun kafein mampu membuat kita jadi terjaga kala merasa ngantuk dan memberi dorongan energi untuk bekerja, faktanya tak semua orang bisa mengonsumsi kafein. Healthline melansir kalau ada beberapa tanda yang menunjukkan kalau seseorang alergi kafein setelah mengonsumsi minuman yang mengandungnya. Pada alergi ringan, gejala umumnya adalah gatal-gatal dan bengkak pada mulut, lidah, dan bibir.

Sementara itu, pada kasus yang parah (meski sangat langka), alergi kafein dapat menyebabkan anafilaksis dengan gejala kesulitan nafas, pembengkakkan pada tenggorokan atau lidah, mengi, dan batuk-batuk. Sebenarnya, batas konsumsi kafein harian pada kondisi normal itu sekitar 400 mg. Dalam satu cangkir matcha dengan takaran 2 gram, ada sekitar 38—89 mg kafein yang menunjukkan kalau angka tersebut sebenarnya masih ada pada batas aman.

Meskipun begitu, orang-orang dengan alergi kafein tidak punya batasan tertentu soal berapa banyak kafein yang dapat memicu gejala alergi. Dengan demikian, kalau merasa punya riwayat alergi terhadap kafein, sebaiknya kurangi atau hindari konsumsi matcha. Supaya lebih pasti soal riwayat alergi kafein, konsultasikan masalah ini dengan dokter atau tenaga medis supaya dapat memperoleh jawaban yang lebih komprehensif, ya!

4. Penderita penyakit dalam

ilustrasi alat ukur tekanan darah dan obat-obatan (pixabay.com/stevepb)

Ada sejumlah kondisi penyakit dalam yang menyebabkan seseorang sebaiknya mengatur konsumsi matcha jika benar-benar ingin meminumnya. Dilansir Riching Matcha, minuman ini kurang cocok untuk orang dengan tekanan darah tinggi, masalah pencernaan, anemia, dan masalah pada hati. Hal ini disebabkan karena matcha dapat meningkatkan tekanan darah, mengandung EGCG dalam jumlah besar yang justru membahayakan orang dengan masalah hati, sampai membuat perut terasa tidak nyaman dan asam lambung.

Kalau penyakit dalam itu sudah mengharuskan untuk konsumsi obat-obatan tertentu, lebih baik hindari sama sekali untuk konsumsi matcha. Sebab, minuman ini justru dapat memengaruhi efektivitas obat tersebut. Sekalipun tak semua obat penyakit dalam itu bisa menimbulkan reaksi tertentu jika meminum matcha, konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter atau tenaga medis terkait soal boleh atau tidaknya meminum matcha jika sedang meminum obat tertentu, ya.

Jadi, sekalipun popularitas suatu makanan atau minuman sedang melejit, pastikan kamu termasuk dalam kelompok yang boleh untuk mengonsumsinya. Pembahasan ini bukan berarti jadi penghalang bagimu untuk mengonsumsi matcha, tetapi sebagai pengingat supaya tetap waspada dan jaga kadar konsumsi supaya tidak merasakan dampak buruk dari minuman ini. Sekali lagi, kalau diminum sesuai dengan anjuran, matcha tetap bisa menjadi sajian nikmat yang kaya manfaat, kok!

Referensi

"Matcha vs. Other Teas: a Journey through Flavors and Benefits". Matchakin. Diakses Mei 2025.
"7 Proven Ways Matcha Tea Improves Your Health". Healthline. Diakses Mei 2025.
"5 Serious Side Effects of Matcha". Verywell Health. Diakses Mei 2025.
"Who Should Not Drink Matcha Powder?". Riching Matcha. Diakses Mei 2025.
"Caffeine Allergy". Healthline. Diakses Mei 2025.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team