Tim tersebut meminta enam juri independen laki-laki dan enam perempuan, yang semuanya dilatih untuk memastikan konsistensi dalam evaluasi mereka dalam menilai daya tarik peserta pada skala 11 poin, menggunakan foto buku tahunan sekolah.
Mereka juga memperhitungkan faktor-faktor yang dapat memengaruhi harapan hidup, seperti latar belakang keluarga, kesehatan fisik, dan pendapatan.
Setelah membandingkan peringkat daya tarik dengan data Studi Longitudinal Wisconsin, para peneliti menemukan bahwa individu yang dinilai paling tidak menarik, yang menempati seperenam terbawah skala daya tarik, memiliki risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang memiliki daya tarik rata-rata. Secara khusus, mereka yang berada pada kelompok seperenam terendah menghadapi bahaya kematian 16,8 persen lebih tinggi dibandingkan mereka yang berada pada kelompok seperenam menengah.
Menariknya, penelitian ini tidak menemukan perbedaan signifikan dalam risiko kematian antara individu yang dianggap sangat menarik dan mereka yang memiliki daya tarik rata-rata. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun menjadi tidak menarik dikaitkan dengan umur yang lebih pendek, tetapi memiliki daya tarik tinggi tidak memberikan manfaat umur panjang tambahan dibandingkan dengan mereka yang punya daya tarik biasa-biasa saja. Pola ini konsisten pada berbagai tahap kehidupan dan spesifikasi daya tarik yang berbeda, sehingga memperkuat validitas hasil.
Ketika tim peneliti mengamati perbedaan jenis kelamin, mereka menemukan bahwa pada usia 20 tahun, harapan hidup perempuan yang fisiknya dinilai paling tidak menarik adalah dua tahun lebih pendek dibandingkan kelompok lain. Kemudian, laki-laki yang dianggap tidak menarik memiliki angka harapan hidup lebih pendek satu tahun.