Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pemasaran Makanan Tidak Sehat ke Anak Makin Masif di Medsos

ilustrasi anak bermain HP (unsplash.com/Kelly Sikkema)
ilustrasi anak bermain HP (unsplash.com/Kelly Sikkema)
Intinya sih...
  • Iklan tidak lagi terbatas pada TV atau papan reklame. Media sosial justru menjadi saluran paling kuat dalam memengaruhi preferensi konsumsi anak-anak dan remaja.
  • Studi terbaru dari UNICEF mengungkap: 295 iklan dari 20 merek makanan dan minuman ternama dianalisis di tiga platform digital utama: Facebook, Instagram, dan X. Iklan-iklan ini didominasi oleh empat kategori produk: makanan ringan, makanan olahan, minuman ringan, dan makanan cepat saji. Semua subjek dikategorikan sebagai tinggi kalori, gula, lemak, dan garam.

Pemasaran makanan tidak sehat kini menjadi ancaman nyata bagi kesehatan anak-anak Indonesia. Dalam sebuah webinar pada Kamis (10/7/2025), dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid., Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes), menyoroti dampak serius dari strategi pemasaran yang menargetkan kelompok usia muda.

Mengutip Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, sebanyak 19,7 persen anak usia 5–12 tahun dan 14,3 persen remaja usia 13–18 tahun mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.

Data juga menunjukkan bahwa 97,6 persen anak usia 5–19 tahun tidak mengonsumsi lima porsi buah dan sayur setiap hari seperti yang direkomendasikan. Sebaliknya, lebih dari separuh (54,6 persen) anak pada rentang usia yang sama justru rutin mengonsumsi minuman dengan pemanis setidaknya sekali sehari.

1. Pengaruh pemasaran digital

Pemasaran makanan tidak sehat, menurut dr. Nadia, menjadi salah satu pendorong meningkatnya kasus kelebihan berat badan dan obesitas pada anak. Di era digital saat ini, iklan tidak lagi terbatas pada TV atau papan reklame. Media sosial justru menjadi saluran paling kuat dalam memengaruhi preferensi konsumsi anak-anak dan remaja.

Dengan 167 juta pengguna media sosial aktif atau sekitar 60,4 persen dari populasi Indonesia (DataReportal 2023), platform digital seperti YouTube, Instagram, dan TikTok kini menjadi sasaran empuk bagi produsen makanan dan minuman tinggi gula, garam, serta lemak. Paparan konten promosi yang masif menjadikan anak-anak lebih rentan terhadap pola makan tidak sehat sejak usia dini.

"Kita akan pindah dari middle income country, berusaha untuk di 2045 dengan generasi emasnya menjadi negara yang maju. Nah, negara maju pasti persoalannya adalah penyakit tidak menular," ucap dr. Nadia

2. Anak menjadi sasaran utama iklan makanan

ilustrasi anak bermain HP (pexels.com/Tima Miroshnichenko)
ilustrasi anak bermain HP (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Studi terbaru dari UNICEF mengungkap betapa masif dan terarahnya pemasaran makanan tidak sehat kepada anak-anak di Indonesia melalui media sosial. Dalam penelitian tersebut, sebanyak 295 iklan dari 20 merek makanan dan minuman ternama dianalisis di tiga platform digital utama: Facebook, Instagram, dan X (dulu Twitter).

Iklan-iklan ini didominasi oleh empat kategori produk: makanan ringan, makanan olahan, minuman ringan, dan makanan cepat saji. Semua subjek dikategorikan sebagai tinggi kalori, gula, lemak, dan garam.

"Dari 20 merek tersebut, 17 (85 persen) mempromosikan setidaknya satu produk yang dianggap tidak cocok untuk diiklankan kepada anak-anak berdasarkan Model Profil Gizi (NPM). Sebagian besar produk tersebut melebihi ambang batas gizi Model Profil Gizi (NPM) untuk lemak, gula, natrium, dan/atau kalori, yang menunjukkan bahwa produk-produk tersebut tidak layak untuk dipasarkan kepada anak-anak," jelas David Colozza, Spesialis Nutrisi di UNICEF Indonesia secara daring.

UNICEF mencatat bahwa iklan-iklan tersebut menggunakan teknik persuasif yang dirancang untuk memikat perhatian anak-anak, seperti penggunaan karakter lucu, tantangan viral, atau testimoni dari figur publik.

Masalahnya, anak-anak belum mampu membedakan antara konten hiburan dan iklan komersial, sehingga mereka lebih rentan terpengaruh. Akibatnya, konsumsi berlebihan terhadap makanan tidak sehat ini dapat memicu kelebihan berat badan sejak dini dan meningkatkan risiko penyakit tidak menular.

3. Upaya pemerintah membatasi iklan makanan tidak sehat

Sebagai respons terhadap masalah tersebut, Kemenkes menggandeng sejumlah lembaga, termasuk Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), untuk membatasi penyebaran iklan produk tinggi gula, garam, dan lemak (GGL) di ruang digital.

Kata dr. Nadia, langkah ini sejalan dengan amanah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang menekankan perlindungan anak dari paparan pemasaran produk yang berisiko bagi kesehatan.

Pembatasan iklan dinilai penting karena anak-anak merupakan pengguna aktif media digital dan sangat mudah terpengaruh oleh pesan-pesan komersial. Selain itu, dr. Nadia juga menyampaikan bahwa program Cek Kesehatan Gratis (CKG) untuk anak dan remaja usia sekolah akan menjadi alat pemantau penting. Program ini diharapkan dapat mengidentifikasi tren kegemukan dan obesitas sejak dini.

“Saya yakin nanti kita mesti lihat lagi apa yang dari CKG angkanya jauh lebih tinggi dari angka ini,” ujarnya, menekankan potensi besarnya masalah ini jika tidak segera ditangani.

Paparan iklan makanan tidak sehat di era digital menjadi tantangan serius bagi kesehatan anak-anak Indonesia. Upaya kolaboratif, termasuk pembatasan iklan dan program pemantauan seperti CKG, menjadi langkah penting untuk melindungi generasi muda dari risiko obesitas dan penyakit tidak menular.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us