Pasca peristiwa ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta, Presiden Prabowo Subianto menggulirkan wacana pembatasan game online sebagai langkah pencegahan terhadap perilaku berisiko di kalangan remaja.
Dari sudut pandang psikolog, kebijakan ini dinilai memiliki dasar yang kuat, mengingat game online memang punya dua sisi. Di satu sisi, game bisa menjadi ruang belajar, seperti melatih kreativitas, strategi, bahkan kemampuan berpikir kritis. Namun di sisi lain, tanpa kontrol, game dapat menjerumuskan remaja pada kecanduan dan paparan konten kekerasan.
Masa remaja sendiri adalah fase yang unik. Secara fisik mereka tampak dewasa, tetapi bagian otak yang berperan dalam mengambil keputusan dan membedakan benar-salah belum matang sepenuhnya. Itulah sebabnya mereka lebih mudah terpengaruh oleh algoritma dan arus konten negatif di dunia maya.
Karena itu, pembatasan saja tidak cukup. Yang dibutuhkan adalah pendampingan dan edukasi dari orang tua. Dengan begitu, remaja tidak hanya sekadar dibatasi, tetapi juga diarahkan untuk menjadikan teknologi sebagai sarana yang bijak dan produktif, bukan jebakan yang menguras waktu dan energi.
