Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Dibanding Anak Pendiam, Socially Akward Lebih Rentan Jadi Korban Bully

Ilustrasi korban perundungan atau bullying.
ilustrasi perundungan (IDN Times/Novaya)
Intinya sih...
  • Banyak anak pendiam yang sebenarnya memiliki kemampuan observasi dan pengendalian diri yang baik.
  • Anak yang tidak terbiasa berinteraksi atau dilatih keterampilan interpersonalnya di rumah berisiko menjadi socially awkward dan terisolasi di lingkungan sosial.
  • Tekanan batin, rasa malu, dan harga diri yang terluka akibat perundungan bisa menumpuk menjadi rasa frustrasi dan, dalam kasus tertentu, memicu perilaku ekstrem jika tidak ditangani dengan baik.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kasus ledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang terjadi pada Jumat (7/11/2025) siang masih terus diselidiki. Perkembangan dan kondisi para korban yang dirawat di beberapa rumah sakit terus dipantau. Pihak kepolisian telah mengamankan terduga pelaku yang diketahui merupakan salah satu siswa di sekolah tersebut.

Seiring perkembangan penyelidikan, kasus ini memantik pertanyaan yang lebih dalam, terutama setelah muncul dugaan pelaku merupakan korban bullying atau perundungan. Beberapa teman sekelas menyebut pelaku dikenal sebagai sosok pendiam, tertutup, dan jarang berbaur. Dugaan bahwa ia pernah mengalami perundungan pun menyeruak, membuka kembali diskusi lama tentang bagaimana perundungan bisa meninggalkan luka yang tak terlihat.

Kasus ini kembali menyoroti betapa seriusnya dampak perundungan terhadap kesehatan mental remaja. Dari luar, anak yang pendiam mungkin tampak baik-baik saja. Tetapi di dalam, mereka bisa menyimpan rasa terasing, rapuh, dan kesulitan mencari tempat aman untuk bersuara.

Pertanyaan pun muncul di kalangan orang tua dan pendidik: apakah sifat pendiam membuat seorang remaja lebih rentan menjadi korban perundungan? Jawaban dari pakar berikut akan membantu kamu memahami lebih jauh, sekaligus mengingatkan bahwa setiap anak, pendiam atau tidak, berhak merasa aman dan diterima di lingkungannya.

Orang yang socially awkward sulit bersosialisasi

Praktisi parenting, Novita Tandry, menjelaskan bahwa tidak semua orang pendiam rentan menjadi korban perundungan. Banyak individu yang cenderung diam justru memiliki kemampuan observasi yang baik dan tahu kapan harus berbicara. Namun, ada pula yang pendiam karena kesulitan bersosialisasi, seperti tidak tahu cara memulai percakapan atau merasa canggung saat berada di lingkungan sosial.

Ketika kemampuan interpersonal tidak terlatih sejak dari rumah, anak bisa tumbuh menjadi socially awkward (canggung secara sosial atau tidak pandai bersosialisasi). Kondisi ini sering membuatnya dianggap tidak seru diajak bicara, tidak nyambung, atau terlalu tertutup oleh teman-temannya.

Akibatnya, anak tersebut makin terisolasi dan enggan mencari pertolongan, baik kepada guru maupun orang tua, karena takut justru dilaporkan dan makin di-bully.

Emosi yang terus dipendam—seperti marah, malu, dan sakit hati—lama-kelamaan dapat berubah menjadi dendam. Dalam teori psikologi, kondisi ini dikenal dengan frustration-aggression hypothesis, yaitu ketika rasa frustrasi yang berulang memicu munculnya perilaku agresif sebagai bentuk pelampiasan.

“Anak pendiam tidak selalu mudah menjadi korban bullying. Ada yang memang pendiam karena suka mengamati dan tahu kapan harus berbicara. Namun, kalau anak tidak terlatih kemampuan interpersonalnya sejak dari rumah, ia bisa tumbuh menjadi socially awkward—canggung secara sosial. Lama-kelamaan, ia bisa terisolasi, merasa tidak diterima, dan memendam emosi seperti marah, malu, atau sakit hati. Jika terus dibiarkan, rasa frustrasi itu bisa berubah menjadi perilaku agresif sebagai bentuk pelampiasan,” ujar Novita kepada IDN Times.

Korban menjadi pelaku adalah bentuk dari pelampiasan emosi yang tidak tersalurkan

Ilustrasi korban dan pelaku perundungan atau bullying.
ilustrasi perundungan (IDN Times/Aditya Pratama)

Pertanyaan mengenai apakah korban perundungan bisa berubah menjadi pelaku memang sering muncul. Namun, faktanya tidak selalu begitu, kata Novita.

Ia menjelaskan, pada umumnya, korban perundungan lebih cenderung melukai diri sendiri atau bahkan memiliki pikiran untuk mengakhiri hidupnya, bukan menyakiti orang lain. Namun, ketika rasa sakit hati dan harga diri yang terluka menumpuk dalam waktu lama, tindakan ekstrem bisa muncul sebagai bentuk pelampiasan emosi yang tidak tersalurkan.

“Biasanya korban bullying itu lebih cenderung melukai diri sendiri atau malah mengakhiri hidupnya. Tapi kalau sampai terjadi tindakan ekstrem, mungkin karena rasa sakit hati dan harga diri yang sudah terlukai sedemikian rupa, sampai tidak merasa berharga lagi,” kata Novita.

Lebih lanjut, psikolog itu menjelaskan bahwa korban perundungan yang mengalami tekanan terus-menerus bisa merasa tidak berdaya untuk mengubah keadaan. Ia hanya menjalani hari-harinya tanpa semangat, seperti kehilangan kendali atas hidupnya.

“Ia merasa helpless, datang ke sekolah seperti 'robot'—hanya menjalani rutinitas tanpa menikmati apa pun. Dalam psikologi itu disebut learned helplessness, ketika seseorang merasa apa pun yang dilakukan tidak akan mengubah keadaan."

Anak yang pendiam belum tentu menjadi korban perundungan. Kepribadian yang tenang dan tidak banyak bicara tidak selalu menandakan kerentanan, melainkan bisa menjadi bentuk kenyamanan dalam mengamati dan memahami lingkungan sebelum berinteraksi.

Hal terpenting adalah bagaimana orang tua dan lingkungan sekolah membantu anak mengembangkan kemampuan sosialnya tanpa memaksanya untuk berubah menjadi pribadi yang berbeda. Dengan dukungan dan komunikasi yang terbuka, anak, baik yang pendiam maupun yang lebih ekspresif, dapat tumbuh percaya diri, mampu mengekspresikan diri, serta membangun hubungan sosial yang sehat.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us

Latest in Health

See More

[QUIZ] Dari Jenis Bau Mulut Kamu, Ini Penyakit yang Harus Kamu Waspadai

11 Nov 2025, 21:55 WIBHealth