"Ada ketidakseimbangan kekuatan (imbalance of power) antara pelaku dan korban. Misalnya, jumlah pelaku lebih banyak daripada korban, atau ada perbedaan status sosial maupun kekuatan fisik—seperti tubuh lebih besar versus lebih kecil," jelasnya kepada IDN Times.
Ciri-ciri Seseorang Menjadi Korban Bullying, Sering Tidak Disadari

- Perundungan di sekolah sering tidak terlihat sebagai kekerasan fisik atau ejekan terang-terangan.
- Dikatakan terjadi perundungan jika ada ketidakseimbangan kekuatan dan adanya perilaku kekerasan secara berulang dalam kurun waktu tertentu.
- Tanda-tanda seseorang menjadi korban perundungan meliputi luka fisik, perubahan pola makan atau tidur, mood swing, menarik diri dari orang-orang sekitar atau kegiatan yang dulu disukai, dan prestasi akademik menurun drastis.
Di sebuah kelas, ada seorang anak yang dulu dikenal ceria dan selalu aktif menjawab pertanyaan guru. Namun belakangan, ia lebih sering menunduk, enggan bergaul, dan nilainya perlahan menurun. Tidak ada luka fisik yang terlihat, tidak ada ejekan keras yang terdengar. Hanya perubahan kecil yang, bagi sebagian orang, tampak sepele.
Guru sibuk dengan rutinitas, orang tua mengira anaknya hanya capek belajar. Padahal, di balik sikap diam itu, ada perasaan tertekan karena perundungan atau bullying yang ia alami. Luka psikologis yang tak kasatmata mulai tumbuh, menggerogoti rasa percaya diri dan kebahagiaannya.
Inilah mengapa mengenali tanda-tanda perundungan sejak dini sangat penting. Perubahan sikap, menarik diri dari orang-orang sekitar, atau prestasi yang tiba-tiba menurun bisa menjadi alarm awal. Jika diabaikan, luka batin itu bisa makin dalam dan meninggalkan jejak panjang dalam perjalanan hidup anak.
Perundungan bukan sekadar masalah di sekolah, melainkan bisa mengubah masa depan seorang anak. Dan setiap guru, orang tua atau pengasih, serta teman sebaya punya peran untuk memastikan korban tidak kehilangan harapan, dengan memberikan dukungan, keberanian, dan pemulihan.
Syarat perilaku yang termasuk perundungan
Menurut Meiri Dias Tuti, M.Psi., Psikolog menjelaskan bahwa perundungan punya dua syarat utama, yaitu ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dengan korban dan adanya perilaku kekerasan.
Kedua adalah adanya perilaku kekerasan, baik fisik, verbal, maupun emosional, yang dilakukan secara berulang dalam kurun waktu tertentu, bukan dari satu kali kejadian.
"Bila dua hal ini terpenuhi—ada ketidakseimbangan kekuatan dan perilaku yang terus-menerus—baru bisa disebut bullying. Karena sekarang ini, banyak yang salah paham, sedikit-sedikit disebut bullying, padahal bisa jadi olok-olok atau ejekan ringan," tambahnya.
Tanda-tanda yang bisa dikenali

Senior Clinical Psychologist sekaligus Direktur Personal Growth, Ratih Ibrahim, menjelaskan bahwa tanda-tanda seseorang mejadi korban perundungan kerap terabaikan.
"Orangnya bisa diam saja seolah tidak ada apa-apa. Tapi bisa juga berkoar tentang keinginan dan rencananya. Bisa saja dengan simbol-simbol yang bisa dipahami, bisa juga membingungkan," ujarnya.
Berikut ini tanda-tanda yang perlu kamu ketahui:
Fisik
- Luka, memar, atau cedera tanpa penjelasan yang jelas.
- Barang pribadi hilang atau rusak berulang kali.
- Sering mengeluh sakit kepala, sakit perut, atau keluhan fisik lain tanpa sebab medis.
- Perubahan pola makan atau tidur (insomnia, mimpi buruk).
Psikologis dan emosional
- Mudah cemas, depresi, atau sering menangis.
- Harga diri rendah, merasa tidak berdaya.
- Mood swing, mudah marah atau tersinggung.
- Menunjukkan ketakutan berlebih terhadap kampus atau pertemuan sosial.
Perilaku sosial dan akademik
- Menarik diri dari teman atau kegiatan yang dulu disukai.
- Menghindari kampus/sekolah (bolos, enggan masuk kelas tertentu).
- Prestasi akademik menurun drastis.
- Mengisolasi diri, terlihat sering sendirian atau dikucilkan.
Hal yang harus dan tidak boleh dilakukan
Lebih dalam, Ratih menjelaskan bahwa sekolah dan rumah harus objektif dan adil menyikapi perundungan dengan berani untuk bersikap tegas anti perundungan.
"Budi pekerti perlu ditegakkan kembali di sekolah dan rumah," ia menegaskan.
Strategi intervensi perundungan yang bisa dilakukan orang tua, di antaranya:
- Orang tua sebagai role model dan best friend anak harus menunjukkan perilaku yang diharapkan dari anak dan jadilah "rumah" bagi mereka.
- Bangun kepercayaan dan relasi yang sehat (akrab dan hangat) dengan anak. Biasakan mengobrol agar anak bisa bercerita apa adanya kepada orang tua.
- Kerja sama dengan pihak sekolah atau kampus. Menciptakan lingkungan yang aman agar anak tetap optimal dalam proses belajar.
Sementara itu, inilah hal-hal yang tidak boleh dilakukan:
- Menghakimi dan melabeli anak.
- Memaksa anak bercerita dan bertindak jika belum siap.
- Meremehkan pengalaman anak. Pihak yang terlibat dapat merasakan rasa bersalah.
- Membiarkan perundungan terjadi tanpa solusi.
Mengenali tanda-tanda korban perundungan bukan cuma tugas guru atau konselor sekolah, tetapi juga tanggung jawab bersama antara keluarga dan lingkungan sekitar. Anak yang menjadi korban mungkin tidak selalu berani bercerita, tetapi tubuh dan perilakunya berbicara.
Perubahan perilaku seperti murung, enggan ke sekolah, sulit tidur, atau tiba-tiba kehilangan minat pada hal yang disukai bisa menjadi sinyal ada sesuatu yang salah. Dengan peka terhadap tanda-tanda ini, orang dewasa bisa menjadi pelindung pertama bagi anak, memastikan ia tidak berjuang sendirian menghadapi tekanan dan rasa takut akibat perundungan.
Depresi bukanlah persoalan sepele. Jika kamu merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan pihak terkait, seperti psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa.
Saat ini, tidak ada layanan hotline atau sambungan telepon khusus untuk pencegahan bunuh diri di Indonesia. Kementerian Kesehatan Indonesia pernah meluncurkan hotline pencegahan bunuh diri pada 2010. Namun, hotline itu ditutup pada 2014 karena rendahnya jumlah penelepon dari tahun ke tahun, serta minimnya penelepon yang benar-benar melakukan konsultasi kesehatan jiwa.
Walau begitu, Kemenkes menyarankan warga yang membutuhkan bantuan terkait masalah kejiwaan untuk langsung menghubungi profesional kesehatan jiwa di Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat.
Kementerian Kesehatan RI juga telah menyiagakan lima RS Jiwa rujukan yang telah dilengkapi dengan layanan telepon konseling kesehatan jiwa:
- RSJ Amino Gondohutomo Semarang | (024) 6722565
- RSJ Marzoeki Mahdi Bogor | (0251) 8324024, 8324025
- RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta | (021) 5682841
- RSJ Prof Dr Soerojo Magelang | (0293) 363601
- RSJ Radjiman Wediodiningrat Malang | (0341) 423444
Selain itu, terdapat pula beberapa komunitas di Indonesia yang secara swadaya menyediakan layanan konseling sebaya dan support group online yang dapat menjadi alternatif bantuan pencegahan bunuh diri dan memperoleh jejaring komunitas yang dapat membantu untuk gangguan kejiwaan tertentu.


















