Dibandingkan dengan belahan dunia lainnya, perempuan yang hidup di Asia Pasifik punya risiko lebih tinggi terhadap kanker payudara dan kanker serviks. Faktor penyebabnya adalah rendahnya kesadaran, stigma, dan kurangnya akses terhadap layanan skrining, diagnosis, pengobatan, dan perawatan yang berkualitas serta tepat waktu.
Dalam laporan bertajuk “Impact and opportunity: the case for investing in women’s cancers in Asia Pacific”, para peneliti mengkaji beban kanker payudara dan serviks saat ini, serta kualitas kebijakan dan program untuk mengatasi kanker berdasarkan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di enam negara Asia Pasifik, yakni India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Laporan ini dipaparkan dalam lokakarya yang diselenggarakan oleh Asia Pacific Women’s Cancer Coalition (APAC WCC) yang bekerja sama dengan Roche, UNFPA, dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di Jakarta (8/11/2023).
Laporan ini meneliti kesenjangan pada kesiapan penanggulangan kanker yang menyerang perempuan di tingkat nasional. Indonesia memiliki skor yang berkisar dari rendah hingga sedang di lima kategori penilaian. Sebagian besar ruang perbaikan berada pada kategori terkait kebijakan dan perencanaan, pencegahan dan skrining, serta diagnostik dan kapasitas sumber daya.
"Kita dapat mengatasi kesenjangan ini dan melakukan perbaikan dengan mengambil pendekatan kolaboratif dari seluruh ekosistem layanan kesehatan. Ini akan bermanfaat bagi ratusan ribu perempuan di Indonesia yang sudah terdampak oleh kanker dan diharapkan akan membantu melindungi lebih banyak perempuan dari ancaman kanker di tahun mendatang,” imbuh Omair Azam, Associate Director Crowell & Moring International (CMI).