anak dan polusi udara (medicaldaily.com)
Tentu, para peneliti mengatakan penelitian lebih dalam masih diperlukan untuk memahami dampak polusi udara pada kesehatan mental pada populasi tertentu. Diuji di Inggris, penelitian ini relevan untuk negara dengan polusi udara sedang. Penelitian pada negara dengan polusi udara tinggi seperti Tiongkok, Nepal, dan India pun masih ditinjau.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 9 dari 10 orang di dunia terpapar polusi udara outdoor tinggi dari limbah kendaraan, pembangkit listrik, dan pembuangan limbah dari proses industri. Laporan State of the Air 2021 dari American Lung Association mengatakan bahwa kaum marginal lebih terpapar pada polusi udara dan efek negatifnya.
Di Indonesia sendiri, anak-anak juga terancam oleh polusi udara. Menurut laporan UNICEF tahun 2019, kebakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan mengancam kesehatan 10 juta anak! Bahkan, polusi udara juga dapat memengaruhi ibu hamil dan janin, hingga menyebabkan kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan masalah lainnya.
Seorang anak memakai masker untuk menghindari polusi (unicef.org)
Field Manager dari Moms Clean Air Force, Elizabeth Brandt, mengatakan bahwa kawasan perkotaan dengan suhu tinggi, seperti daerah bangunan tinggi, sedikit ruang hijau, dan 1-7 derajat lebih panas lebih berisiko mengalami kenaikan polusi udara. Selain itu, perubahan iklim juga meningkatkan frekuensi dan intensitas kebakaran hutan.
Suku setempat yang tinggal di daerah hutan juga terpapar pada polusi dan gangguan mental. Hal ini dikarenakan ketergantungan pada kendaraan yang usang, akses listrik terbatas, dan ketergantungan pada generator.
Selama pandemi COVID-19, memang tingkat polusi udara menurun. Pembatasan mobilitas dan lebih banyak orang-orang yang beraktivitas di rumah mengurangi kadar polutan NOx antara 20-50 persen. Dengan kata lain, masih ada harapan untuk menekan polusi udara serendah mungkin.