Banyak orang mengalami gejala burnout. Menurut survei terhadap 20.000 orang yang dilakukan oleh Microsoft pada tahun 2022, sebanyak 50 persen karyawan dan 53 persen manager merasakan burnout di tempat kerja.
Selama beberapa dekade terakhir, konsep burnout telah diperdebatkan di kalangan profesional industri. Pada tahun 2019, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberikan klarifikasi dengan mengklasifikasikan burnout sebagai sindrom yang berasal dari fenomena pekerjaan.
Kondisi ini adalah sindrom, bukan diagnosis medis, yang disebabkan oleh stres kronis di tempat kerja yang belum berhasil dikelola, menurut WHO. Dalam konteks ini, faktor eksternal, seperti yang berasal dari disfungsi di tempat kerja, menjadi penyebab utama burnout.
Burnout dapat memengaruhi kondisi mental, fisik, dan emosional. Perasaan burnout biasanya terjadi saat kamu kewalahan di tempat kerja dan merasa seolah-olah kamu tidak dapat lagi mengimbangi tuntutan pekerjaan.
Secara umum, ada tiga jenis burnout:
- Overload: Ketika dorongan dan usaha kamu untuk mencapai sesuatu menciptakan kecepatan yang tidak berkelanjutan dan mengabaikan kesehatan dan kehidupan pribadi kamu.
- Under-challenged: Ketika kamu tidak puas, memandang peran kamu sebagai sesuatu yang monoton, atau telah terputus dari passion.
- Neglect: Ketika kamu merasa tidak berdaya, frustrasi, dan tidak dapat menemukan solusi untuk situasi yang sulit dan penuh tekanan.
- Habitual burnout: Fase paling serius dari burnout, habitual burnout terjadi ketika kelelahan fisik dan mental yang kamu rasakan kronis. Kamu merasa sedih dan perilaku berubah. Terkadang, kamu bisa mengalami depresi dan pikiran untuk bunuh diri. Sangat penting untuk mencari bantuan pada tahap ini.