Bukan karena Vaksin, Ini Fakta Pendarahan Otak yang Dialami Tukul

Penyebab utamanya adalah stroke hemoragik

Beberapa hari yang lalu komedian Tukul Arwana dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Prof. Dr. dr. Mahar Mardjono Jakarta (RSPON) karena pendarahan otak. Kabar ini ramai di media sosial dan banyak yang mengaitkannya dengan vaksinasi COVID-19 yang diterima Tukul pada 17 September 2021 lalu.

Akan tetapi, kabar tersebut telah diklarifikasi oleh pihak RSPON, bahwa apa yang dialami oleh Tukul tidak berhubungan dengan vaksin COVID-19.

Lewat konferensi pers yang dilangsungkan pada hari Jumat (25/9/2021), Direktur Utama RSPON dr. Mursyid Bustami, Sp.S (K), KIC, MARS, mengklarifikasi bahwa kondisi Tukul tidak berhubungan dengan vaksin yang diterimanya beberapa waktu lalu.

1. Bukan karena vaksin, melainkan stroke hemoragik

Bukan karena Vaksin, Ini Fakta Pendarahan Otak yang Dialami Tukulilustrasi kondisi pembuluh darah saat stroke (cdc.gov)

Dinamakan stroke hemoragik, dr. Mursyid menyebutkan bahwa pendarahan otak itu terjadi pada 15 hingga 20 persen kasus stroke. Stroke menyebabkan adanya tekanan pada pembuluh darah dan hal tersebut seringnya menyebabkan penyumbatan.

Dalam kasus yang lebih parah, pembuluh darah tersebut tak mampu menahan tekanan tersebut hingga berakhir pecah dan menciptakan pendarahan dalam.

“Penanganan kondisi ini memerlukan tindakan operasi. Operasi itu nantinya mengambil darah yang membeku di dalam pembuluh yang di area kepala demi mengurangi tekanan yang ada,” terang dr. Mursyid.

2. Pendarahan otak akibat stroke ini tidak memiliki gejala awal

Bukan karena Vaksin, Ini Fakta Pendarahan Otak yang Dialami Tukulilustrasi gejala stroke (express.co.uk)

Ditanya mengenai tanda-tanda stroke hemoragik, demi bisa mengenali kondisi tersebut dr. Mursyid menyebutkan bahwa hampir tidak ada gejala yang dialami penderita.

Pada kondisi awal, orang yang mengalami pendarahan otak dalam tidak akan merasakan apa-apa dan tampak sehat. Baru beberapa saat kemudian, penderita tiba-tiba bisa merasakan sakit kepala dan berakhir jatuh pingsan. Kondisi pendarahan otak baru diketahui setelah melakukan brain check-up.

Mengingat pendarahan otak ini datang dari stroke, umumnya penderita sudah menunjukkan gejala penyakit tersebut. Gejala itu meliputi gangguan saraf, wajah yang bisa miring sebelah, susah mengangkat tangan, hingga mendapati dirinya susah berbicara.

Baca Juga: Kenali Gejala Stroke Ringan, kalau Dibiarkan Bisa Jadi Stroke!

3. Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah menghindari faktor risiko

Bukan karena Vaksin, Ini Fakta Pendarahan Otak yang Dialami Tukulilustrasi olahraga (unsplash.com/brucemars)

Tidak ada solusi pasti mengatasi stroke. Kata dr. Mursyid, cara terbaik adalah dengan mencegahnya, dengan menghindari faktor risiko yang memicu kemunculannya.

Ada dua macam faktor risiko serangan stroke: faktor risiko yang bisa dihindari dan faktor risiko yang tidak bisa dihindari.

Faktor risiko yang tidak bisa dihindari meliputi faktor umur hingga faktor genetik. Sementara itu, faktor risiko yang bisa dihindari meliputi gaya hidup tidak sehat, seperti merokok, jarang berolahraga, dan lain sebagainya. Memiliki komorbid seperti diabetes dan kolesterol tinggi juga meningkatkan risiko terkena stroke.

“Kalau punya komorbid, harus rutin ke dokter. Makin cepat ditangani, makin baik,” kata dr. Mursyid.

4. Vaksin COVID-19 tidak ada hubungannya dengan pendarahan otak stroke

Bukan karena Vaksin, Ini Fakta Pendarahan Otak yang Dialami Tukulilustrasi penyuntikan vaksin (ANTARA FOTO/Soeren Stache/Pool via REUTERS)

Secara gamblang, dr. Mursyid memberikan pernyataan bahwa vaksinasi yang didapat Tukul beberapa waktu lalu tidak berhubungan dengan kondisi yang dideritanya.

Memang, penyuntikan vaksin bisa memberikan efek samping, tetapi umumnya ini hanya akan bertahan selama beberapa hari.

“Kurang lebih efek samping itu bertahan selama dua hari. Setelah itu akan hilang sendiri.”

5. Selalu ada screening bagi orang-orang dengan komorbid sebelum menerima vaksin COVID-19

Bukan karena Vaksin, Ini Fakta Pendarahan Otak yang Dialami Tukulilustrasi vaksin (voice.ons.org)

Satu lagi yang ditekankan oleh dr. Mursyid adalah dalam vaksinasi COVID-19, dokter-dokter yang bertugas di sana akan selalu melakukan screening atau mendeteksi kondisi penerima vaksin terlebih dahulu. Salah satu pertanyaan yang diajukan kepada penderita vaksin adalah apakah sang penderita vaksin memiliki penyakit komorbid atau tidak.

Semua upaya screening itu dilakukan dengan tujuan agar menjaga keamanan dan menghindari munculnya kondisi yang parah pada penderita komorbid tersebut.

“Ada baiknya sebelum vaksin, penderita komorbid minta surat rekomendasi dari dokter yang menangani penyakitnya tersebut,” dr. Mursyid berpesan.

Baca Juga: Beda dengan Stroke, Ini 7 Fakta tentang Aneurisme yang Perlu Kamu Tahu

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya