Cegah Kanker Payudara Sedini Mungkin, yuk Biasakan SADARI!

Lakukan 7–10 hari setelah hari pertama menstruasi

"Mereka gak pernah tahu saya sakit ... Tiba-tiba, saya didiagnosis seperti ini."

Rima (bukan nama sebenarnya) adalah salah satu pasien kanker payudara di Indonesia. Sebagai seorang karyawan swasta berusia 29 tahun, dunia Rima bak runtuh saat didiagnosis kanker payudara. Beruntungnya, Rima masih optimistis terhadap masa depan dan yakin bahwa ini bukan akhir.

Sebagai kanker paling umum di dunia, sebanyak 2,3 juta perempuan dunia terkena kanker payudara pada 2020, dan 685.000 wafat karenanya. Di Indonesia, pada tahun 2020 sebanyak 65.858 kasus kanker payudara baru tercatat, dengan angka kematian mencapai 22.430.

Salah satu biang keroknya adalah deteksi yang terlambat, karena 60–70 persen kasus payudara baru terdeteksi di stadium 3–4. Akibatnya, kualitas hidup dan potensi kesintasan makin rendah, serta biaya pengobatan yang tak terbendung.

Bertepatan dengan Bulan Kesadaran Kanker Payudara, PT Uni-Charm Indonesia Tbk., Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI), dan Kemenkes RI berkolaborasi menggaungkan kampanye "Ayo SADARI setelah Menstruasi". Sudah ada sejak lama, mari kenali SADARI lebih dekat.

1. Berkutat pada stadium akhir, Indonesia masih tertinggal jauh

Cegah Kanker Payudara Sedini Mungkin, yuk Biasakan SADARI!Ketua PERABOI, dr. Walta Gautama, SpB(K)Onk, memberikan pemaparan di sela-sela kampanye SADARI di Hotel Mulia. (IDN Times/Alfonsus Adi Putra)

Sebagai salah satu penyintas kanker payudara, Pendiri sekaligus Ketua Umum YKPI, Linda Gumelar, menyatakan keprihatinannya. Sementara banyak yang bergabung dengan YKPI, Linda mengatakan bahwa justru ini menandakan bahwa kanker payudara masih jadi PR besar di Tanah Air.

"Satu sisi, ada keprihatinan 'kok ada lagi'? Makin lama, kok makin banyak? Bisa jadi, mereka sudah tahu ada YKPI, atau gaya hidup yang salah," tutur Linda di konferensi pers peluncuran kampanye "Ayo SADARI Setelah Menstruasi" di Hotel Mulia, Kamis (6/10).

Setuju dengan Linda, Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI), dr. Walta Gautama, SpB(K)Onk., mengatakan bahwa Indonesia masih tertinggal dalam hal penanganan kanker payudara. Ini karena Indonesia masih berkutat pada stadium 3 dan 4 atau stadium akhir.

"Data yang dikumpulkan bidang onkologi di RS Kanker Dharmais pada 2018, total [pasien kanker payudara] stadium 3 dan 4 sekitar 68–70 persen," ujar dr. Walta.

2. Kendala yang dihadapi Indonesia

Memaparkan hasil temuan YKPI, Linda mengatakan bahwa terlihat 1,7 persen kasus yang dicurigai ganas meski butuh diagnosis lebih lanjut untuk menetapkan. Di negara maju, seperti Jepang, Linda mencontohkan bahwa angka kanker payudara juga tinggi, tetapi tidak pada stadium lanjut.

Sebagai negara kepulauan, informasi kanker payudara masih belum merata di Indonesia. Di daerah pelosok, sulit bagi pasien kanker payudara untuk mengakses layanan kesehatan dan ada halangan finansial. Selain itu, layanan kesehatan pun belum memiliki tenaga kesehatan yang kompeten atau sarana yang lengkap.

Bukan hanya dari segi eksternal, halangan penekanan kasus kanker payudara juga datang dari diri pasien. Saat terdiagnosis, Linda mengatakan bahwa tidak sedikit yang memilih untuk menyangkal diri dan "menolak" terdiagnosis kanker payudara hingga baru pasrah ketika sudah parah.

"Ini PR kita bersama," imbuhnya.

3. Mengenali gejala kanker payudara sebelum terlambat

Cegah Kanker Payudara Sedini Mungkin, yuk Biasakan SADARI!ilustrasi kanker payudara (pexels.com/Anna Tarazevich)

Mengetahui gejala kanker payudara dini adalah hal yang harus dilakukan. Menurut dr. Walta, sifat kanker (termasuk kanker payudara) adalah tak menimbulkan masalah apa pun saat masih tahap dini. Jika sudah metastasis dan dalam tahap akhir, barulah kanker menimbulkan gejala.

"Paling banyak gejala awal kanker payudara adalah benjolan, hingga 90 persen," ujar dr. Walta.

Dalam kesempatan tersebut, dr. Walta juga mengatakan bahwa ia dan tim sedang berusaha menyusun buku panduan baru untuk Puskesmas mengenai kanker payudara yang akan terbit pada 2023. Ini karena gambar dan informasi kanker payudara saat ini lebih menunjukkan stadium 3 dan 4.

“Jangan cari [gambar] yang ini, ini sudah telat. Gambar bisa mendorong orang-orang menunggu gambar tersebut baru berobat,” imbuh dr. Walta.

Baca Juga: Aktif Gerak Cegah Kanker Payudara? Ini Kata Studi!

4. Mengenal SADARI, gerakan preventif kanker payudara yang mudah dilakukan di rumah

"Perlu disiplin dan kemauan untuk SADARI, dan kalau ada benjolan, segera berobat," kata Linda.

Untuk mencegah kanker payudara masuk ke tahap parah, inilah esensi kampanye perikSA payuDAra sendiRI atau SADARI yang digaungkan oleh Uni-Charm Indonesia, YKPI, dan Kemenkes RI. Bisa dilakukan di rumah, Kemenkes RI mencatat SADARI bisa dilakukan dalam enam langkah utama:

  1. Berdiri tegak di depan cermin dengan kedua lengan di sisi tubuh menjuntai ke bawah, tujuannya untuk melihat apakah ada keanehan di bentuk dan permukaan kulit payudara, pembengkakan, dan/atau perubahan pada puting.
  2. Angkat lengan ke atas kepala, tekuk siku, dan posisikan tangan di belakang kepala, lalu dorong siku ke depan. Dengan payudara membusung, periksa bentuk dan ukuran payudara serta cek bila ada perubahan.
  3. Kedua tangan memegang pinggang, condongkan bahu ke depan. Dengan payudara menggantung, kencangkan otot dada sehingga jika ada benjolan di payudara bisa terlihat.
  4. Angkat lengan kiri ke atas, dan tekuk siku sehingga tangan kiri memegang bagian atas punggung. Dengan menggunakan ujung jari tangan kanan, raba dan tekan area payudara, serta cermati seluruh bagian payudara kiri hingga ke area ketiak. Lakukan gerakan atas-bawah, gerakan lingkaran dan gerakan lurus dari arah tepi payudara ke puting, dan sebaliknya. Ulangi gerakan yang sama pada payudara kanan Anda.
  5. Cubit kedua puting. Cermati bila ada cairan yang keluar dari puting. Konsultasikan dengan dokter jika ini terjadi.
  6. Dengan posisi telentang, letakkan bantal di bawah pundak kanan. Angkat lengan ke atas. Cermati payudara kanan dan lakukan tiga pola gerakan seperti sebelumnya. Dengan menggunakan ujung jari-jari, tekan-tekan seluruh bagian payudara hingga ke sekitar ketiak.
Cegah Kanker Payudara Sedini Mungkin, yuk Biasakan SADARI!ilustrasi kanker payudara (pexels.com/Thirdman)

Menurut dr. Walta, aktivitas payudara dipengaruhi oleh hormon estrogen, dan menstruasi adalah saat hormon tersebut sedang tinggi. Oleh karena itu, payudara terasa kencang. Lalu, hormon akan menurun pada hari ke-7 hingga ke-10 setelah hari pertama menstruasi. Saat payudara tak terpengaruh hormon estrogen, inilah saat yang tepat untuk melakukan SADARI.

Ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu benjolan, keluarnya cairan dari puting di luar masa menyusui, dan sensasi tidak nyaman nan abnormal di payudara.

"Jadi, berusaha temukan 3 gejala tersebut. Kalau masih sangat dini, pilihan pengobatan masih amat mudah," ujar dr. Walta.

5. Kanker payudara bukanlah akhir

Setelah SADARI, perempuan juga bisa periksa payudara klinis atau SADANIS ke rumah sakit yang menyediakan deteksi mamogram. Mengapa angka kanker payudara stadium akhir amat tinggi di Tanah Air? Dokter Walta mengungkap bahwa ketakutan diagnosis dan berobat adalah salah satunya.

Hal ini yang seharusnya dipatahkan. Jika kanker payudara ditemukan pada stadium dini, maka potensi kesintasan jauh lebih tinggi. Berbicara dalam waktu 5 tahun, jika stadium 3 dan 4 hanya memiliki potensi kesintasan masing-masing di bawah 60 dan 20 persen, pasien kanker payudara yang terdeteksi dini bisa bertahan hidup hingga 90 persen. 

Menurut dr. Walta, tak ada lagi alasan takut dengan pengobatan kanker payudara, terutama jika terdeteksi dini. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, masih mungkin mempertahankan payudara atau rekonstruksi payudara. Selain itu, terapi radiasi yang bersahabat juga sudah dikembangkan.

"Ini yang harus disampaikan sebanyak-banyaknya," tambah dr. Walta.

6. Hidup sehat cegah kanker payudara

Cegah Kanker Payudara Sedini Mungkin, yuk Biasakan SADARI!ilustrasi gaya hidup sehat (pexels.com/Nathan Cowley)

Mengenali faktor risiko dan tanda-tanda awal kanker payudara serta melakukan deteksi dini secara berkala bisa menurunkan potensi kanker payudara. Jika ditemukan sedini mungkin, maka prognosis jauh lebih baik. Selain itu, pengetahuan tentang kanker payudara harus lebih merata ke seluruh daerah Indonesia, dari kota hingga pelosok.

Dokter Walta menyayangkan bahwa pencegahan kanker payudara masih belum diketahui karena 70–80 persen penyebab kanker payudara adalah hormon. Mengutip berbagai studi, dr. Walta mengatakan populasi pasien kanker payudara di Asia lebih muda dibanding ras kulit putih.

Salah satu kiat yang ia berikan agar bisa menekan kanker payudara adalah mengurangi lemak. Jika pasien mengalami obesitas, maka lemak akan bertambah banyak. Estrogen "bersembunyi" di cadangan lemak, sehingga meningkatkan potensi kanker payudara.

"Bila mendekati usia menopause, jangan bertambah gemuk," kata dr. Walta.

Sementara ia tak melarang konsumsi daging asalkan tak berlemak, dr. Walta mengatakan bahwa gaya hidup sehat adalah kunci, olahraga teratur 150 menit per minggu ditambah mengonsumsi sayur-mayur serta buah bisa menurunkan risiko hingga 30 persen. Akan tetapi, jika tidak dibarengi olahraga, maka tidak mengurangi risiko kanker payudara.

Baca Juga: 8 Gejala Tak Biasa Kanker Payudara, Jangan Lengah!

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya