Imun Vaksin Cegah COVID-19 Lebih Baik daripada Terinfeksi

Studi terbaru CDC mengungkapkan perbedaannya

Sistem imun adalah pertahanan manusia menghadapi penyakit. Hidup dalam pandemik COVID-19, sistem imun kita bersiap untuk menghadapi ancaman virus corona SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.

Ada yang akhirnya terinfeksi COVID-19 lalu sembuh dan akhirnya memiliki antibodi atau imun, ada pula yang mendapat vaksinasi untuk menyiapkan sistem imun. Manakah metode imunitas yang paling ampuh? Mari simak penelitian terbarunya.

1. Studi melibatkan hampir 7.400 partisipan dari 187 rumah sakit

Imun Vaksin Cegah COVID-19 Lebih Baik daripada Terinfeksiilustrasi pasien COVID-19 yang sedang isolasi mandiri (freepik.com/freepik)

Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit AS (CDC) merilis penelitian pada 5 November 2021 lalu. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk melihat apakah antibodi dari vaksin atau pascainfeksi COVID-19 yang lebih ampuh.

Pada Januari 2021-September 2021, ada lebih dari 200.000 kasus rawat inap di rumah sakit yang memperlihatkan gejala mirip COVID-19. Mengumpulkan data dari 187 rumah sakit di sembilan negara bagian Amerika Serikat (AS), para peneliti - tergabung dalam VISION Network di bawah naungan CDC ingin melibatkan pasien yang:

  • Berusia 18 tahun ke atas
  • Positif COVID-19 dalam dua tes yang dilakukan, yaitu minimal 2 minggu sebelum masuk rumah sakit dan sekitar waktu masuk rumah sakit
  • Telah divaksinasi penuh 3-6 bulan sebelumnya atau terkena COVID-19 3-6 bulan sebelumnya
Imun Vaksin Cegah COVID-19 Lebih Baik daripada Terinfeksiilustrasi tes PCR (unsplash.com/Mufid Majnun)

Dari persyaratan yang ditentukan, para peneliti mendapatkan 7.348 partisipan yang memenuhi kriteria tersebut. Para partisipan dibagi menjadi dua kelompok:

  • Sebanyak 1.020 partisipan telah terinfeksi COVID-19 tetapi belum divaksinasi
  • Sebanyak 6.328 partisipan telah divaksinasi messenger ribonucleic acid (mRNA) tetapi belum pernah terinfeksi COVID-19

Selanjutnya, para partisipan dari kelompok infeksi COVID-19 diminta untuk melakukan tes polymerase chain reaction (PCR) sebagai konfirmasi.

2. Hasil: imunitas dari vaksin jauh lebih baik dibandingkan orang yang terinfeksi COVID-19

Imun Vaksin Cegah COVID-19 Lebih Baik daripada TerinfeksiPetugas kesehatan menyuntikan vaksin kepada relawan saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/8/2020). (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Hasilnya, antara 6.328 partisipan yang telah divaksinasi lengkap, sebanyak 324 partisipan (5,1 persen) positif COVID-19. Hasil ini lebih rendah dibandingkan pada 1.020 partisipan yang tidak divaksinasi dan sebelumnya terinfeksi. Sebanyak 89 partisipan (8,7 persen) positif COVID-19. 

"Temuan ini menunjukkan bahwa di antara orang dewasa yang dirawat inap dengan penyakit mirip COVID-19 yang telah terinfeksi atau divaksinasi 90-179 hari sebelumnya, kekebalan vaksin lebih baik daripada kekebalan pasca-infeksi terhadap COVID-19 yang dikonfirmasi laboratorium," tulis penelitian tersebut.

Baca Juga: Vaksin COVID-19 Bertujuan Membentuk Antibodi? Ini Faktanya!

3. Studi lampau mengenai imunitas pascainfeksi COVID-19 yang dibantah

Imun Vaksin Cegah COVID-19 Lebih Baik daripada TerinfeksiSeorang pasien COVID-19 meletakkan kedua tangan di kepalanya. (ANTARA FOTO/REUTERS/Baz Ratner)

Dalam studi tersebut, penelitian CDC sekaligus membantah penelitian sebelumnya di Israel pada Agustus 2021. Dimuat di medRxiv, studi bertajuk "Comparing SARS-CoV-2 natural immunity to vaccine-induced immunity" justru mengatakan kalau imunitas alami pascainfeksi COVID-19 lebih baik dibandingkan imunitas vaksin.

"Penelitian ini membuktikan imunitas alami menawarkan perlindungan lebih lama dan kuat terhadap infeksi, gejala, dan rawat inap akibat varian Delta (B.1.617.2), dibandingkan dua dosis vaksin Pfizer-BioNTech (BNT162b2)," tulis penelitian tersebut.

Para peneliti CDC menjelaskan bahwa perbedaan hasil ini kemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan metode kedua studi dan pembatasan waktu vaksinasi. Kedua perbedaan utama tersebut adalah:

  • Penelitian Israel menilai setiap hasil positif COVID-19, sedangkan penelitian CDC memeriksa COVID-19 yang dikonfirmasi laboratorium antara pasien di rumah sakit.
  • Penelitian Israel hanya meneliti vaksinasi minimal 6 bulan sebelumnya, sehingga manfaat vaksinasi dalam jangka waktu yang lebih baru terlewatkan. Sementara, penelitian CDC merekrut pasien yang menerima vaksin 3-6 bulan sebelumnya.

4. Kekurangan studi ini

Imun Vaksin Cegah COVID-19 Lebih Baik daripada Terinfeksivaksin COVID-19 mRNA dari Pfizer-BioNTech dan Moderna (economictimes.indiatimes.com)

Ada beberapa kekurangan pada studi ini yang harus diperhatikan untuk penelitian selanjutnya. Pertama, karena penelitian ini hanya menilai proteksi vaksin mRNA, penelitian ini tidak bisa dijadikan acuan untuk vaksin non-mRNA, seperti CoronaVac (Sinovac), Vaxzevria (AstraZeneca-Oxford), atau Johnson&Johnson.

Kedua, kemungkinan pengujian SARS-CoV-2 di luar fasilitas medis mitra VISION atau partisipan yang divaksinasi tidak menjalani pengujian PCR. Akibatnya, beberapa hasil SARS-CoV-2 positif terlewatkan dan beberapa partisipan masuk kelompok vaksinasi atau yang sebelumnya belum pernah terinfeksi masuk kelompok pernah terinfeksi.

5. Intinya, vaksinasi lengkap menawarkan perlindungan yang lebih baik

Imun Vaksin Cegah COVID-19 Lebih Baik daripada Terinfeksiilustrasi vaksinasi COVID-19 (pixabay.com/KitzD66)

Menurut para peneliti CDC, memahami perbedaan proteksi imun pascainfeksi COVID-19 dan imun vaksin COVID-19 harus menjadi fokus penelitian di masa depan. Meski begitu, para peneliti CDC memperingatkan bahwa perkiraan kemampuan vaksin bisa dipengaruhi oleh waktu.

Daripada harus mempertaruhkan nyawa memicu antibodi COVID-19 lewat infeksinya yang mematikan, penelitian mengimbau agar semua orang menerima vaksin COVID-19. Tidak perlu ragu-ragu, ajakan ini juga berlaku untuk para penyintas COVID-19 yang belum divaksinasi.

"Semua orang yang memenuhi syarat harus divaksin COVID-19 sesegera mungkin, termasuk mereka yang belum divaksin dan sebelumnya terinfeksi SARS-CoV-2," tutup penelitian tersebut.

Baca Juga: Vaksin Bisa Sebabkan KIPI Serius, tetapi COVID-19 Tetap Lebih Bahaya

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya