Paparan Polusi Udara Tingkatkan Keparahan COVID-19

Polusi udara memudahkan infeksi COVID-19?

Sejak kemunculannya pada akhir 2019, dunia masih berperang melawan pandemik COVID-19. Menyerang pernapasan, infeksi virus corona SARS-CoV-2 dapat menyebabkan berbagai komplikasi berbahaya. Umumnya, faktor mortalitas dikaitkan dengan kondisi penyerta para pasien COVID-19.

Namun, sebuah studi mengungkapkan bahwa ada faktor lingkungan yang dapat memainkan peran dalam keparahan COVID-19. Faktor tersebut adalah polusi udara, salah satu musuh yang juga sedang dihadapi umat manusia. Mengapa polusi udara bisa memperparah risiko COVID-19? Ini faktanya!

1. Melibatkan lebih dari 6.500 pasien

Paparan Polusi Udara Tingkatkan Keparahan COVID-19Seorang pasien COVID-19 meletakkan kedua tangan di kepalanya. (ANTARA FOTO/REUTERS/Baz Ratner)

Dimuat dalam American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine pada Desember 2021 silam, sebuah penelitian di Amerika Serikat (AS) ingin mencari tahu bagaimana faktor lingkungan—seperti polusi udara—dapat memengaruhi risiko keparahan COVID-19.

Dipimpin oleh Icahn School of Medicine at Mount Sinai, para peneliti AS merekrut pasien positif COVID-19 lewat tes polymerase chain reaction (PCR) di tujuh rumah sakit di New York City dari Maret 2020 sampai Agustus 2020. Penelitian ini merekrut sebanyak 6.542 pasien COVID-19 dengan usia rata-rata 65 tahun.

Bertajuk "Long-Term Air Pollution Exposure and COVID-19 Mortality: A Patient-Level Analysis from New York City", para peneliti juga memantau tingkat rata-rata tahunan konsentrasi polutan udara PM2.5, nitrogen dioksida (NO2), dan karbon hitam (BC) di kediaman para pasien.

2. Hasil: polusi udara menambah risiko kematian hingga ICU

Paparan Polusi Udara Tingkatkan Keparahan COVID-19ilustrasi virus corona (pixabay.com/Cassiopeia_Arts)

Para peneliti menemukan bahwa paparan polusi udara di tempat tinggal pasien COVID-19 bersifat rendah. Akan tetapi, dari 6.524 pasien, para peneliti menemukan bahwa:

  • Sebanyak 31 persen (2.044 pasien) meninggal dunia.
  • Sejumlah 19 persen (1.237 pasien) dilarikan ke unit perawatan intensif (ICU).
  • Sebanyak 16 persen (1.051 pasien) membutuhkan alat bantu napas.

Para peneliti menemukan bahwa pajanan PM2.5 dalam jangka panjang dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian dan dilarikan ke ICU hingga 11 persen dan 13 persen masing-masing per peningkatan 1 mikrogram per meter kubik pada tingkat PM2.5. Namun, tingkat NO2 dan BC tak ada pengaruhnya.

"Pandemik COVID-19 menekankan peran penting lingkungan terhadap kesenjangan kesehatan. Temuan ini menunjukkan paparan polusi udara jangka panjang, meski di bawah standar Environmental Protection Agency (EPA), dapat meningkatkan keparahan dan risiko kematian akibat COVID-19," kata salah satu peneliti dan Assistant Professor of Medicine (Pulmonary, Critical Care and Sleep Medicine), and Pediatrics di Icahn School of Medicine at Mount Sinai, Alison Lee, MD, MS.

Alison menekankan bahwa polusi udara adalah faktor risiko yang dapat diperbaiki. Oleh karena itu, kebijakan untuk mengurangi polusi udara adalah usaha pentung untuk kesehatan masyarakat, terutama yang sensitif terhadap ancaman polusi udara.

Baca Juga: Hati-hati, Ini 10 Risiko Kesehatan akibat Paparan Polusi Udara

3. Mengapa polusi udara bisa memperparah COVID-19?

Paparan Polusi Udara Tingkatkan Keparahan COVID-19ilustrasi polusi udara (airclim.org)

Namun, bagaimana polusi udara bisa memperparah risiko COVID-19? Dihubungi oleh IDN Times pada Selasa (11/1/2022), dokter spesialis paru dari RSUP Persahabatan, dr. Erlang Samoedro, SpP(K), menanggapi sekaligus menjelaskan bagaimana polusi udara dapat memengaruhi keparahan COVID-19.

"Tentu bisa, karena semua polusi udara dapat merusak pertahanan saluran pernapasan," ujar dr. Erlang.

Ia menjelaskan bahwa polusi udara dapat merusak dinding saluran pernapasan atau epitel. Akibatnya, infeksi SARS-CoV-2 jadi lebih mudah.

"Pertahanan tubuh terhadap kuman jadi lebih rendah dan tubuh mudah sekali terpapar dan terinfeksi. Jika memiliki antibodi dan semuanya, tidak sakit, kan? Kalau rusak, maka jadi sakit," papar dr. Erlang.

4. Semua polutan udara berbahaya

Paparan Polusi Udara Tingkatkan Keparahan COVID-19ilustrasi polusi udara karena asap kendaraan bermotor (unsplash.com/Adrian Pranata)

Menurut EPA, terdapat enam polutan umum yang beredar di udara:

  • Ozon (O3) troposfer
  • Timbal
  • PM2.5
  • Karbon monoksida (CO)
  • Sulfur diokida (SO2)
  • NO2

Penelitian tersebut secara spesifik menyebut PM2.5 sebagai yang paling berisiko tinggi merusak saluran pernapasan. Akan tetapi, dr. Erlang mengatakan bahwa kewaspadaan kita tidak hanya pada PM2.5 saja, melainkan pada semua polutan udara.

"Semua yang merusak saluran pernapasan amat berbahaya. Akibatnya, pasien jadi mudah terkena COVID-19," imbuh dr. Erlang.

5. Air purifier bisa membantu

Paparan Polusi Udara Tingkatkan Keparahan COVID-19ilustrasi keluarga menggunakan alat pembersih udara (rollingstone.com)

Sementara polusi udara luar ruangan tidak bisa ditangani dengan mudah, paparan polusi dalam ruangan setidaknya lebih mudah. Salah satunya adalah dengan menggunakan air purifier.

"Iya, karena air purifier ini dapat memfiltrasi polusi polutan yang ada di dalam ruangan seperti PM2.5, NO, atau HCO3," kata dr. Erlang.

Air purifier memang dirancang untuk menyaring polutan di udara yang bisa membawa serta SARS-CoV-2. Oleh karena itu, air purifier dapat digunakan tanpa memengaruhi keadaan udara dalam ruangan atau saat polusi udara di luar ruangan sedang buruk.

Paparan Polusi Udara Tingkatkan Keparahan COVID-19ilustrasi air purifier dan tanaman dalam ruangan (freepik.com/opatsuvi)

Perlu teknologi yang efektif menyaring polutan udara dalam ukuran 0,1-1 mikrometer. Oleh karena itu, EPA menjabarkan berbagai teknologi seperti Clean Air Delivery Rate (CADR) dan High Efficiency Particulate Air (HEPA) untuk mengukur efektivitas. Untuk memilih air purifier yang cocok, EPA menyarankan:

  • Unit dengan ukuran tepat agar bisa ditempatkan di ruangan.
  • Unit yang memiliki standar CADR yang tinggi untuk asap, serbuk sari, dan/atau debu, bersertifikasi HEPA, dan khusus didesain untuk menyaring partikel ukuran 0,1-1 mikrometer.

Meski begitu, EPA menekankan kalau air purifier bukanlah langkah perlindungan terhadap COVID-19. Perlu menjaga protokol kesehatan yang direkomendasikan oleh otoritas kesehatan dan juga filtrasi bisa mencegah penyebaran SARS-CoV-2 di dalam ruangan.

Baca Juga: Gambaran Kondisi Nyata Udara, yuk Pahami Apa Itu Indeks Kualitas Udara

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya