Studi: Penderita Kanker di Bawah 50 Tahun Meningkat

Apa yang menyebabkan tren negatif ini?

Kanker masih menjadi salah satu musuh utama kemanusiaan. Masih dianggap penyakit yang tak bisa disembuhkan, diagnosis beberapa jenis kanker sering kali berarti "kematian" bagi pasiennya.

Kanker adalah penyakit ketika beberapa sel tubuh tumbuh tak terkendali dan menyebar ke bagian lain dari tubuh. Saat didiagnosis kanker, kebanyakan orang langsung berpikir ini adalah "hukuman mati". Padahal, ada begitu banyak perkembangan baru dalam perawatannya. Pasien dapat hidup lebih lama dan memiliki kualitas hidup yang lebih baik.

Menurut salah satu penelitian yang diterbitkan di JAMA Oncology tahun 2021, dan berdasarkan data dari Global Burden of Diseases, Injuries, and Risk Factors Study 2019, sebanyak 18,7 juta orang di seluruh dunia didiagnosis kanker pada tahun 2010, dan total kematian akibat kanker berjumlah 8,29 juta.

Pada tahun 2019, angka-angka tersebut meningkat secara signifikan, dengan 23,6 juta orang menerima diagnosis kanker baru dan catatan yang mendokumentasikan 10 juta kematian akibat kanker.

Para ilmuwan yang melakukan penelitian juga menemukan bahwa di antara 22 kelompok cedera dan penyakit yang diteliti, kanker adalah penyebab kematian kedua, tahun hidup yang hilang, serta jumlah tahun yang hilang karena sakit, cacat, atau kematian dini.

Sebuah riset terbaru mengungkapkan bahwa angka kanker mengalami peningkatan, spesifiknya pada usia yang lebih muda di bawah 50 tahun. Apa penyebabnya?

1. Meneliti catatan belasan kanker selama 12 tahun

Studi: Penderita Kanker di Bawah 50 Tahun Meningkatilustrasi dirawat di rumah sakit (pexels.com/Anna Shvets)

Dimuat dalam jurnal Natural Reviews Clinical Oncology pada September 2022, para peneliti dari Amerika Serikat (AS) mencatat tren merebaknya kasus kanker pada orang-orang yang berusia di bawah 50 tahun. Menurut para peneliti, tren ini bermula di sekitar tahun 1990-an, dan para peneliti penasaran dengan penyebabnya.

"Dari data, kami melihat efek kelompok lahir, bahwa kelompok yang lahir di beberapa waktu kemudian (seperti sedekade kemudian) memiliki risiko kanker lebih tinggi karena faktor risiko yang terpapar saat masih kecil," ujar peneliti senior dari Brigham and Women's Hospital (BWH), Shuji Ogini, MD., PhD., dalam pernyataan resmi.

Untuk analisis ini, para peneliti menelaah data pada tahun 2000–2012. Analisis ini juga melibatkan 14 jenis kanker yang umum terjadi di kelompok usia di bawah 50 tahun, seperti:

  • Kanker payudara.
  • Kanker kolorektal.
  • Kanker endometrium.
  • Kanker esofagus.
  • Kanker kepala dan leher.
  • Kanker ginjal.
  • Multiple myeloma.
  • Kanker pankreas.
  • Kanker prostat.
  • Kanker perut
  • Kanker tiroid.

Lalu, para peneliti mencari studi yang menjelaskan tren ini, termasuk paparan karsinogenik pada masa kecil. Akhirnya, tim peneliti meneliti studi yang menjelaskan karakteristik gejala awal kanker secara klinis dan biologis, serta membandingkannya dengan gejala akhir setelah usia 50 tahun.

2. Risiko kanker meningkat seiring generasi sejak pertengahan abad ke-20

Setelah analisis tersebut, para peneliti menemukan bahwa paparan pada awal kehidupan, seperti pola makan, gaya hidup, berat badan, paparan lingkungan, dan mikrobioma telah berubah dalam beberapa dekade terakhir. Disebutkan bahwa diet kebarat-baratan dan gaya hidup sedenter adalah beberapa penyebab utama di balik tren negatif ini.

"Risiko meningkat seiring generasi. Contohnya, mereka yang lahir pada tahun 1960-an memiliki risiko kanker yang lebih tinggi sebelum usia 50 tahun dibanding mereka yang lahir pada 1950-an. Prediksi kami, risiko ini akan terus meningkat pada generasi berikutnya," papar Shuji.

Di sisi lain, naiknya kasus kanker ini juga membawa tren positif. Hal ini berarti program skrining kanker makin banyak dilirik. Akan tetapi, para peneliti memperingatkan bahwa skrining kanker berkontribusi kecil terhadap naiknya angka kanker di bawah usia 50 tahun, dan ada faktor lainnya yang menyebabkan 14 jenis kanker yang disebutkan pada poin sebelumnya.

Baca Juga: 7 Infeksi Virus yang Bisa Menyebabkan Kanker, Waspada!

3. Penyebab utama kanker pada usia muda

Studi: Penderita Kanker di Bawah 50 Tahun Meningkatilustrasi menonton TV dan gaya hidup sedenter atau tidak sehat (unsplash.com/JESHOOTS.COM)

Para peneliti mencatat bahwa perubahan ini sudah terdeteksi sejak era 1950-an. Beberapa faktor gaya hidup yang dicatat para peneliti berkontribusi terhadap naiknya angka kasus kanker di bawah usia 50 tahun saat ini adalah:

  • Diet Barat (tinggi lemak jenuh, daging merah, daging olahan, gula, dan makanan olahan, serta konsumsi rendah buah, sayur-mayur, gandum utuh, dan serat).
  • Menurunnya tingkat ibu menyusui, lalu meningkatkan konsumsi susu formula di kalangan bayi.
  • Meningkatnya konsumsi alkohol.
  • Meningkatnya konsumsi antibiotik di kalangan anak-anak.
  • Meningkatnya kebiasaan merokok (baik perokok aktif maupun perokok pasif).
  • Jam tidur berkurang pada kelompok anak-anak karena polusi cahaya pada malam hari.
  • Jam tidur terbalik karena shift malam, meningkatkan risiko kanker karena menyebabkan obesitas hingga diabetes.
  • Perubahan reproduksi, dari berkurangnya usia haid pertama, berkurangnya angka kelahiran, hingga bertambahnya penggunaan obat kontrasepsi oral.
  • Gaya hidup sedenter.
  • Naiknya kasus diabetes tipe 2.

"Dari 14 jenis kanker yang kami pelajari, 8 jenis kanker terkait dengan sistem pencernaan. Konsumsi kita menentukan mikroorganisme dalam usus. Pola makan memengaruhi mikrobioma dan perubahan ini memengaruhi risiko [kanker]," ujar pemimpin penelitian dari BWH, Tomotaka Ugai, MD., PhD.

4. Mengapa faktor-faktor ini amat berpengaruh terhadap kanker?

Dilansir Medical News Today, faktor gaya hidup seperti obesitas hingga gaya hidup sedenter memang lumrah dikaitkan dengan gangguan kesehatan, termasuk kanker. Faktor-faktor ini menyebabkan inflamasi dalam tubuh dan mengganggu proses kendali sel, sehingga bisa menyebabkan penyakit kronis dan risiko kanker.

Peringatan lainnya, faktor pada awal kehidupan ini juga bisa berdampak di kemudian hari. Sebagai contoh, obesitas bisa menyebabkan resistansi insulin dan inflamasi yang mengarah ke kanker. Kabar buruk lainnya adalah seiring waktu, makin bertambah pula angka obesitas pada anak-anak dibanding beberapa dekade lalu.

"Tanpa studi ini, sulit untuk mengetahui penyebab seseorang menderita kanker dulu atau saat ia masih kecil," kata Tomotaka.

Studi: Penderita Kanker di Bawah 50 Tahun Meningkatilustrasi gaya hidup sehat (pexels.com/Nathan Cowley)

Jadi, bagaimana mengakali risiko kanker ini? Jawaban mudahnya adalah dengan meninggalkan diet dan gaya hidup tak sehat. Detailnya, Tomotaka menjabarkan kiat-kiat perubahan gaya hidup berikut:

  • Hindari diet Barat yang padat makanan olahan, lemak hewani, manisan, dan konsumsi daging merah berlebih.
  • Hindari konsumsi gula.
  • Rutin berolahraga.
  • Hentikan kebiasaan merokok dan terpapar asap rokok.
  • Hentikan konsumsi minuman keras.
  • Konsumsi makanan dan minuman bergizi seimbang.
  • Tingkatkan kualitas tidur dan hindari paparan polusi cahaya di malam hari.
  • Kurangi frekuensi shift malam sebisa mungkin.
  • Vaksinasi terhadap mikroorganisme penyebab kanker (contoh human papillomavirus/HPV dan Hepatitis B virus/HBV).

5. Kekurangan penelitian ini

Para peneliti mencatat bahwa studi ini memiliki satu kekurangan utama. Kekurangan tersebut adalah para peneliti tidak memiliki data yang cukup dari negara-negara berpendapatan menengah ke bawah untuk mencari tahu apakah tren kanker yang sama terjadi dalam beberapa dekade lampau.

"Karena tantangan ini, kami ingin menjalankan studi longitudinal lebih banyak ke depannya, yang mana kami memantau kehidupan kelompok partisipan yang sama, mengumpulkan data kesehatan dari riwayat kesehatan elektronik, dan spesimen biologis pada waktu tertentu," papar Tomotaka.

Selanjutnya, Ogino dan Ugai berharap untuk melanjutkan riset ini dengan mengumpulkan lebih banyak data dan berkolaborasi dengan lembaga riset internasional agar tren kanker secara global bisa ditelusuri. Bagi mereka, partisipasi orang tua amat penting untuk bisa memantau perkembangan kanker di pasien anak selama beberapa dekade ke depan.

"Mengingat banyaknya jenis kanker yang harus dipelajari, metode ini tak hanya hemat biaya, tetapi juga memberikan wawasan lebih akurat mengenai risiko kanker terhadap generasi yang akan datang," tutup Tomotaka.

Baca Juga: Mengurangi Makan Daging Bisa Cegah Kanker? Ini Faktanya!

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya