Selain COVID-19, WHO Pertimbangkan Cacar Monyet Jadi Pandemik

Berikut hasil rapat WHO pada 21 Juli 2022

Pada hari Rabu (20/7/2022), Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengadakan konferensi pers. Kepada awak media, Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, membahas berbagai topik kesehatan yang saat ini menjarah dunia.

Selain menekankan pentingnya meningkatkan akses kesehatan untuk para imigran dan pengungsi, Dr. Tedros juga menjabarkan temuan terbaru WHO mengenai perkembangan COVID-19 dan cacar monyet (monkeypox). Apa saja yang perlu diketahui?

1. Akan lebih banyak kematian akibat COVID-19?

Selain COVID-19, WHO Pertimbangkan Cacar Monyet Jadi PandemikIlustrasi seorang pasien (ANTARA FOTO/REUTERS/Marko Djurica)

Saat ini, dunia tengah menghadapi COVID-19 varian B.1.1.529 (Omicron) dan subvariannya. Bukan hanya lebih menular, Omicron dan subvariannya tersebut dikhawatirkan lebih mahir menghindari antibodi dari vaksinasi dan riwayat infeksi SARS-CoV-2 sebelumnya.

Menurut temuan WHO, Dr. Tedros mengatakan bahwa jumlah kasus COVID-19 mingguan di seluruh dunia bertambah hampir dua kali lipat dalam enam minggu terakhir. Sementara kematian akibat COVID-19 ikut meningkat, lajunya tak secepat pertambahan kasus COVID-19. Meski begitu, Dr. Tedros memperingatkan dunia untuk berjaga-jaga.

"Lebih banyak kasus berarti kita akan melihat lebih banyak rawat inap dan kematian dalam minggu-minggu berikutnya," ujar Dr. Tedros.

2. WHO ungkit BA.5

"Kami terus memperingatkan bahwa virus ini akan terus berevolusi, dan kita harus siap terhadap segala potensi dan risikonya," kata Dr. Tedros.

Dalam konferensi pers tersebut, Dr. Tedros menyentil isu maraknya subvarian Omicron, terutama BA.5. Menurutnya, BA.5 adalah varian yang paling cepat menular saat ini. Ia memperingatkan bahwa peperangan belum usai dan meski keparahannya tak diketahui, varian SARS-CoV-2 yang akan datang akan lebih menular dari pendahulunya. Sarannya, seluruh negara di dunia harus siap sedia.

3. Jangan melonggarkan protokol kesehatan!

Selain COVID-19, WHO Pertimbangkan Cacar Monyet Jadi PandemikIlustrasi tidak memakai masker di ruang terbuka. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Sementara mengutarakan peringatan soal Omicron dan varian SARS-CoV-2 di masa depan, Dr. Tedros juga "memarahi" berbagai negara yang telah melonggarkan beberapa protokol dan sistem respons COVID-19. Menurutnya, negara-negara tersebut tengah mengambil risiko besar dan membuka celah untuk COVID-19.

"Negara-negara yang melonggarkan beberapa bagian sistem respons pandemiknya dihadapkan dengan risiko besar. Semua negara memiliki celah," seru Dr. Tedros.

Selain itu, ia menyerukan bahwa di tengah tren lowongnya rumah sakit saat ini, semua negara harusnya tidak melonggarkan protokol kesehatan. Negara-negara harusnya mulai membenahi celah pada pengawasan, imunitas, tenaga kerja, hingga persediaan.

Baca Juga: Kemenkes Beberkan Gejala Utama Cacar Monyet, Bisa Berakibat Kebuataan

4. Tetap prioritas, vaksin harus dibagi secara merata

"Kita akan melihat gelombang infeksi COVID-19. Akan tetapi, kita tak perlu melihat gelombang rawat inap dan kematian [akibat COVID-19]," ujar Dr. Tedros.

Dalam menghadapi pandemik, ia mengingatkan bahwa vaksinasi, testing, obat, dan sarana kesehatan umum lainnya harus dimanfaatkan. Vaksinasi saat ini dijamin tetap efektif mencegah COVID-19 berat hingga fatal. Oleh karena itu, Dr. Tedros menyatakan negara-negara harus memperluas cakupan vaksinasi COVID-19.

"Fokus semua negara saat ini adalah harus memvaksinasi semua nakes, lansia, dan orang-orang yang berisiko tinggi [terinfeksi SARS-CoV-2]," tuturnya.

Meski begitu, dunia butuh vaksin yang lebih baik untuk melindungi dari COVID-19. Berbagai perusahaan bioteknologi pun tengah mengusahakannya, salah satunya adalah Moderna yang akan meluncurkan vaksin khusus Omicron pada Agustus 2022.

"Lalu, bila dan saat kita mendapatkan vaksin tersebut, jangan sampai ketimpangan kembali terulang seperti distribusi vaksin tahun lalu," tambahnya.

5. Cacar monyet tengah merajalela

Selain COVID-19, WHO Pertimbangkan Cacar Monyet Jadi Pandemikilustrasi cacar monyet (who.int)

Selain COVID-19, Dr. Tedros lalu beralih fokus ke cacar monyet atau monkeypox. Mengutip data terkini, ia memperingatkan sudah ada hampir 14.000 kasus cacar monyet yang didapat WHO dari lebih dari 70 negara dan kawasan. Dari angka tersebut, ada lima kematian yang tercatat dari benua Afrika.

Kabar baiknya, WHO melihat berkurangnya kasus cacar monyet di beberapa negara. Meski begitu, WHO mencatat bahwa ada negara-negara yang justru bertambah kasusnya, serta enam negara malah melaporkan masuknya kasus cacar pertama.

"Beberapa negara tersebut minim akses diagnosis dan vaksin, membuat wabah ini lebih sulit dilacak dan dihentikan," ujar Dr. Tedros.

6. Informasi, senjata penting mencegah cacar monyet

Saat ini, Dr. Tedros mengatakan bahwa WHO tengah berusaha sebaik mungkin untuk membantu dunia menanggulangi dan mencegah penyebaran luas cacar monyet. WHO sendiri tengah berusaha mengesahkan, mendapatkan, dan mengirimkan alat tes cacar monyet ke seluruh dunia untuk diagnosis lebih efektif.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Edukasi mengenai cacar monyet harus disebarluaskan. Dengan begitu, kita semua bisa melindungi diri.

"Salah satu sarana terbesar yang kita miliki melawan cacar monyet adalah informasi. Makin banyak informasi mengenai risiko cacar monyet, makin besar kemungkinan orang-orang bisa melindungi dirinya," kata Dr. Tedros.

Selain COVID-19, WHO Pertimbangkan Cacar Monyet Jadi Pandemikilustrasi cacar monyet (twitter.com/@WHO)

"WHO terus bekerja sama dengan pasien dan komunitas untuk mengembangkan dan menyebarkan informasi kepada komunitas yang terdampak sehingga lebih mudah diterima dan diterapkan," papar Dr. Tedros.

Sebelumnya, ia menjabarkan bahwa kebanyakan kasus cacar monyet dilaporkan dari benua Eropa, dan kasus ini mayoritas dilaporkan dari laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. Oleh karena itu, WHO menyiapkan pembaruan pedoman khusus untuk mengatasi hal tersebut, dan bisa diakses di https://bit.ly/3cyL9M0.

"Minggu ini, WHO memperbarui pedoman cacar monyet untuk laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, terutama saran-saran terbaru dan informasi untuk komunitas yang terdampak."

7. Pertimbangan menjadikan cacar monyet sebagai pandemik

Mengenai status pandemik, Dr. Tedros meminta dunia untuk menunggu. Pasalnya, International Health Regulations Emergency Committee akan kembali meninjau data terbaru mengenai cacar monyet dalam rapatnya pada Kamis (21/7/2022).

"... dan untuk mempertimbangkan apakah wabah cacar monyet merupakan darurat kesehatan publik skala internasional," ungkap Dr. Tedros.

Terlepas dari apakah cacar monyet akan jadi pandemik atau tidak, Dr. Tedros memastikan bahwa WHO akan terus memantau dan berusaha untuk mendukung dalam menghentikan penyebaran cacar monyet.

Baca Juga: Kemenkes Pastikan Belum Ada Kasus Cacar Monyet di Indonesia

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya