ilustrasi vaksin (IDN Times/Aditya Pratama)
Beberapa vaksin yang disetujui menggunakan ajuvan lain selain aluminium.
Contohnya, vaksin untuk mencegah flu burung (H5N1 influenza) mengandung ajuvan bernama AS03, yaitu emulsi minyak-dalam-air. AS03 terbuat dari beberapa senyawa minyak seperti D,L-alpha-tocopherol (vitamin E) dan squalene, ditambah zat pengemulsi polysorbate 80 agar bahan-bahannya bisa tercampur rata dan tidak mudah terpisah, serta air yang mengandung sedikit garam.
Contoh lainnya adalah Fluad, vaksin untuk mencegah flu musiman pada orang berusia 65 tahun ke atas. Fluad mengandung ajuvan MF59, yang juga berupa emulsi minyak-dalam-air dengan bahan dasar minyak squalene.
Untuk mencegah infeksi hepatitis B pada orang berusia 18 tahun ke atas, ada vaksin Heplisav-B yang menggunakan ajuvan CpG 1018.
Untuk penanganan darurat jika terjadi paparan antraks (Bacillus anthracis), ada vaksin Cyfendus yang mengandung CpG 7909.
Ajuvan CpG 1018 dan CpG 7909 berbasis DNA sintetis.
Vaksin lain yang menggunakan ajuvan non aluminium adalah Shingrix, yang digunakan untuk mencegah herpes zoster pada orang berusia 50 tahun ke atas. Shingrix mengandung AS01B.
Ada juga vaksin Arexvy, yang digunakan untuk mencegah penyakit saluran pernapasan bawah akibat RSV pada orang berusia 60 tahun ke atas, yang menggunakan ajuvan AS01E.
Ajuvan AS01B dan AS01E dibuat dari MPL (zat mirip lemak yang dimurnikan) dan QS-21, yaitu ekstrak murni dari kulit pohon Quillaja saponaria.
Penggunaan aluminium sebagai ajuvan dalam vaksin bukanlah hal baru atau sembarangan. Selama puluhan tahun, aluminium membantu membuat vaksin lebih efektif dengan merangsang respons imun tubuh agar lebih optimal. Kandungannya pun terukur dalam jumlah sangat kecil, jauh di bawah batas yang dapat membahayakan kesehatan, dan tubuh manusia punya mekanisme alami untuk mengeluarkannya melalui ginjal.
Meski begitu, kekhawatiran masyarakat tidak bisa diabaikan. Jadi, sumber informasi yang berbasis sains dibutuhkan agar kamu bisa membedakan mana fakta, mana mitos. Dengan pemahaman yang benar, kamu bisa mengambil keputusan vaksinasi dengan tenang, bijak, dan tetap menjaga kesehatan diri sendiri maupun orang-orang di sekitar.
Referensi
Niklas Worm Andersson et al., “Aluminum-Adsorbed Vaccines and Chronic Diseases in Childhood,” Annals of Internal Medicine, July 14, 2025, https://doi.org/10.7326/annals-25-00997.
"Vaccine Ingredients: Aluminum." Children's Hospital of Philadelphia. Diakses Agustus 2025.
Jiayin Xing et al., “The Recent Advances in Vaccine Adjuvants,” Frontiers in Immunology 16 (May 13, 2025), https://doi.org/10.3389/fimmu.2025.1557415.
"Major new study finds no health risks from aluminium in childhood vaccines." GAVI. Diakses Agustus 2025.
Niklas Worm Andersson et al., “Aluminum-Adsorbed Vaccines and Chronic Diseases in Childhood,” Annals of Internal Medicine, July 14, 2025, https://doi.org/10.7326/annals-25-00997.
Matthew F. Daley et al., “Association Between Aluminum Exposure From Vaccines Before Age 24 Months and Persistent Asthma at Age 24 to 59 Months,” Academic Pediatrics 23, no. 1 (September 28, 2022): 37–46, https://doi.org/10.1016/j.acap.2022.08.006.
"Comments on Other Studies." Children's Hospital of Philadelphia. Diakses Agustus 2025.
"Common Ingredients in FDA-Approved Vaccines." U.S. Food and Drug Administration. Diakses Agustus 2025.
"Benarkah vaksin mengandung zat-zat berbahaya? (Bagian 1)" Ikatan Dokter Anak Indonesia. Diakses Agustus 2025.