TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Fakta Ripley Syndrome yang Diidap Yoo Mi di Drama Korea Anna

Penderita sulit membedakan kebohongan dan kenyataan

ilustrasi berpikir (pexels.com/Cottonbro)

Drama Anna kini tengah menjadi sorotan publik. Selain populer karena diperankan oleh Bae Suzy, drama Korea tersebut juga diminati karena jalan ceritanya yang unik dan menegangkan.

Anna bercerita tentang seorang perempuan bernama Yoo Mi yang sering melakukan kebohongan dan berakhir menjalani kehidupan orang lain. Dalam drama tersebut, karakter Yoo Mi pun digambarkan mengidap gangguan psikologis yang disebut ripley syndrome. Istilah tersebut ternyata sudah ditemukan sejak lama, lho. Yuk, simak lima fakta mengenai ripley syndrome di bawah ini.

1. Istilah ripley syndrome diambil dari sebuah novel

novel The Talented Mr. Reply (dok. Penguin Readers/The Talented Mr. Reply)

Istilah ripley syndrome diambil dari novel berjudul The Talented Mr. Reply. Buku tersebut merupakan novel klasik bergenre thriller psikologis karangan Patricia Highsmith yang terbit pertama kali pada tahun 1995. Novel ini mengisahkan tentang Tom Ripley, laki-laki yang ahli mencuri dan meniru orang lain.

Ripley berambisi untuk memiliki kehidupan sebagai seorang laki-laki kalangan atas bernama Dickie. Ia pun berusaha meniru segala aspek dalam diri Dickie, mulai dari tanda tangan, ketertarikan, hingga caranya berbicara. Ripley kemudian membunuh Dickie dan berpura-pura hidup sebagai Dickie.

Baca Juga: Idap Ripley Sindrom, Suzy Ingin Tunjukkan Sisi Lainnya Lewat Anna

2. Penderita menganggap kebohongan yang ia buat adalah kenyataan

ilustrasi merenung (pexels.com/cottonbro)

Dilansir Insight Korea, orang yang mengidap ripley syndrome percaya bahwa dunia khayalan yang ada dalam pikirannya adalah kenyataan. Ia terus menerus berbohong dan lambat laun berpikir, bahwa segala kebohongan yang ia buat adalah hal yang benar. Pada akhirnya, ia pun hidup dalam kepalsuan.

Orang yang berbohong umumnya akan merasa takut jika perbuatannya terbongkar. Namun, penderita ripley syndrome justru sebaliknya. Ia sepenuhnya yakin dengan kebohongan yang dilakukannya. Ia tidak dapat menerima fakta yang berlawanan dengan keyakinannya meskipun orang lain telah mengungkapkan kebenarannya.

3. Terjadi karena ketidaksesuaian ekspektasi dengan realita

ilustrasi menggunakan VR (pexels.com

Byun Jayoon dalam KIC The Globe menjelaskan, bahwa orang yang menderita ripley syndrome umumnya adalah mereka yang punya ambisi kuat untuk mencapai sesuatu. Namun, sayangnya mereka harus menghadapi masalah sosial yang membuat keinginannya tidak terwujud. Hal ini berujung pada perasaan rendah diri karena ketidakmampuan dalam memenuhi ekspektasi yang begitu tinggi.

Penyebab lainnya adalah karena penderita mengalami kekerasan fisik dan mental serta kurangnya kasih sayang saat masa kanak-kanak. Kondisi ini membuat penderita terus menerus berbohong sebagai bentuk mekanisme pertahanan diri. Lambat laun, mereka pun sulit membedakan kebohongan dengan kondisi sesungguhnya.

4. Merambah ke dunia maya

Ilustrasi media sosial (unsplash.com/Jeremy Bezanger)

Media sosial yang semakin berkembang hingga saat ini membuat simtom ripley syndrome makin merebak. Tak heran, jika akhirnya muncul istilah cyber ripley syndrome. Cyber ripley syndrome merupakan jenis ripley syndrome yang terjadi akibat pengaruh internet dan sosial media.

Seperti yang diketahui bersama, dunia maya sering kali menjadi tempat pelarian dari kenyataan yang tidak sesuai harapan. Orang-orang kemudian mulai mencoba berpura-pura menampilkan sosok ideal mereka di sosial media. Kebohongan yang terus berulang membuat mereka perlahan percaya akan sosok ideal yang mereka ciptakan.

Baca Juga: Sindrom Waardenburg: Gejala, Penyebab, dan Pengobatan

Verified Writer

Abinaya

A girl who likes to write about anything interesting

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya