Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Demensia atau awam sering menyebutkan sebagai pikun adalah gangguan kesehatan yang menyerang otak hingga menyebabkan masalah saraf.
Berdasarkan keterangan dari Alzheimer’s Association, demensia menyebabkan penderitanya mengalami kehilangan memori, susah berbicara, hingga kesulitan berkonsentrasi.
Perlu digarisbawahi bahwa demensia bukanlah sebuah penyakit, melainkan sebuah gejala. Salah satunya adalah gejala penyakit Alzheimer.
Demensia terjadi akibat kerusakan pada otak yang menyebabkan tiap sisi otak tidak mampu berkomunikasi, menghasilkan gangguan tindakan pada penderitanya.
Berikut ini adalah beberapa mitos seputar demensia yang sering bikin salah kaprah, khususnya pada awam. Yuk, lebih memahami kondisi medis ini!
1. Demensia tak bisa dihindari seiring pertambahan usia
Melansir Alzheimer’s Association, 3 persen lansia berusia 65-74 tahun di Amerika Serikat mengalami demensia. Ini menegaskan bahwa demensia bukanlah hal normal dari penuaan.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 50 juta orang di dunia menderita demensia, dan hampir 10 juta kasus terjadi setiap tahunnya. Bahkan, WHO juga memperkirakan jumlah penderita demensia akan mencapai 152 juta kasus pada tahun 2050.
Pikun maupun demensia sebenarnya bukan sesuatu yang normal dalam proses penuaan. Demensia adalah sekelompok penyakit neurodegeneratif yang memengaruhi orang muda maupun tua.
2. Demensia dan penyakit Alzheimer adalah kondisi yang sama
Secara umum, demensia merupakan masalah otak hingga menyebabkan gangguan kognitif, sedangkan penyakit Alzheimer adalah bagian dari demensia.
Selain bagian dari penyakit Alzheimer, ada pula jenis lain demensia yang perlu diketahui, yaitu demensia vaskular, demensia dengan Lewy body, demensia frontotemporal, dan demensia campuran.
3. Demensia merupakan penyakit turunan
Memang demensia memiliki komponen genetik, tetapi mayoritas kasusnya tidak berhubungan dengan masalah genetik. Ketimbang faktor genetik, risiko yang lebih besar adalah pertambahan usia.
4. Demensia hanya terjadi pada orang tua
Berdasarkan keterangan dari European Journal of Neurology, sebanyak 38-260 dari 100 ribu orang dengan rentang usia 30-64 tahun bisa mengalami demensia. Itu artinya, sekitar 0,038-0,26 persen orang di dunia bisa mengalami demensia di masa muda.
Baca Juga: 5 Jenis Makanan yang Dapat Meningkatkan Risiko Alzheimer dan Amnesia
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
5. Demensia mengindikasikan berakhirnya hidup bahagia
mcknightsseniorliving.com Menderita demensia bukan berarti akan menghabiskan seluruh hidupnya dengan berbaring di ranjang. Penderitanya masih bisa beraktivitas normal, meski memang membutuhkan bantuan dari orang-orang di sekitarnya.
Ada penyesuaian yang perlu dilakukan, tetapi penderita demensia tetap bisa menjaga kualitas hidupnya dan merasa bahagia.
6. Kehilangan memori adalah pertanda demensia
Kehilangan memori juga bisa menjadi tanda gangguan mental. Memang benar demensia ditandai dengan daya ingat yang pendek, tetapi itu harus diperiksa lebih lanjut apakah sampai mengganggu kegiatan sehari-hari seseorang atau tidak.
Tanda lain dari demensia adalah perubahan pada mood dan kebiasaan.
7. Demensia bisa dicegah
Sayangnya, ini tidak benar. Beberapa kasus demensia tidak bisa dihindari, melainkan hanya bisa ditunda.
Menurut laporan dari The Lancet Commissions tahun 2020, disebutkan ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya demensia: kurangnya edukasi, tekanan darah tinggi, obesitas, gangguan pendengaran, rendahnya interaksi sosial, cedera otak, paparan polusi udara, dan lainnya.
8. Vitamin dan suplemen dapat mencegah demensia
Tidak ada bukti ilmiah kuat yang mendukung anggapan tersebut. Memang vitamin dan suplemen bisa membantu menyehatkan tubuh. Namun, jika penggunaannya adalah untuk mencegah demensia, dikhawatirkan hal ini bisa mengarah ke penggunaan yang berlebihan dan malah menyebabkan gangguan kesehatan lain.
9. Penderita demensia bisa menjadi agresif
Dalam beberapa kasus, orang-orang dengan demensia akan merasa frustrasi akan kehidupannya dan menunjukkannya lewat agresivitas.
Berdasarkan laporan berjudul "Causes of aggressive behavior in patients with dementia" dalam jurnal The Journal of Clinical Psychiatry tahun 2010, dari 215 partisipan, 41 persen di antaranya menjadi agresif.
Baca Juga: Peneliti: Tinggal di Dekat Jalan Raya Meningkatkan Risiko Penyakit Dementia