TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Studi: Endometriosis Tingkatkan Risiko Menopause Dini

Risikonya besar pada perempuan yang belum pernah melahirkan

Studi mengungkap bahwa endometriosis dapat meningkatkan risiko menopause dini. (unsplash.com/Abigail Keenan)

Endometriosis adalah gangguan reproduksi ketika selaput lendir rahim terdapat di luar rahim atau uterus, seperti di tuba falopi hingga di ovarium. Beberapa gejala endometriosis di antaranya:

  • Sakit (di pinggul, punggung bawah, hingga perut) saat menstruasi.
  • Sakit saat berhubungan seks.
  • Sakit saat buang air besar dan kecil.
  • Pendarahan berlebihan, baik saat atau di jeda menstruasi.
  • Kemandulan.
  • Kelelahan.
  • Diare.
  • Sembelit.
  • Perut kembung.
  • Mual (terutama saat sedang datang bulan).

Selain belum pernah melahirkan, endometriosis dapat disebabkan oleh paparan estrogen berlebihan, gangguan menstruasi, hingga riwayat keluarga. Jika dibiarkan, endometriosis dapat menyebabkan kemandulan hingga kanker. Akan tetapi, sebuah penelitian terbaru mengungkap dampak endometriosis lainnya untuk perempuan, yaitu menopause dini.

1. Apa itu menopause dini?

ilustrasi menopause dini (womenshealth.gov)

Dilansir Everyday Health, menopause adalah keadaan saat menstruasi tak terjadi selama setahun. Secara detail, menopause berarti ovarium tidak lagi memproduksi estrogen dan progesteron, serta ovum. Dengan kata lain, menopause adalah akhir dari fertilitas perempuan.

Umumnya terjadi pada usia 46 ke atas, National Health Service (NHS) mendefinisikan menopause dini sebagai insiden menopause yang terjadi di usia 40 hingga 45 tahun. Malah, jika menopause terjadi di bawah 40 tahun, ini disebut fenomena prematur. NHS menjabarkan beberapa gejala utama menopause dini, yaitu:

  • Kepanasan (hot flash).
  • Berkeringat saat malam.
  • Vagina kering dan terasa tidak nyaman saat berhubungan seks.
  • Susah tidur.
  • Mood swing.
  • Berkurangnya gairah seks (libido).
  • Muncul masalah daya ingat dan konsentrasi.

Baca Juga: Studi: Menopause Ganggu Kemampuan Kognitif pada Usia Senja

2. Penelitian melibatkan lebih dari 100.000 perempuan

ilustrasi perempuan khawatir menopause dini (health.clevelandclinic.org)

Dimuat dalam jurnal JAMA Network Open pada 21 Januari 2022, penelitian di Amerika Serikat (AS) ingin mengetahui apakah endometriosis dapat meningkatkan risiko menopause dini. Para peneliti mengambil data para perempuan dari Nurses' Health Study II dan mendapatkan 106.633 perempuan di usia pramenopause usia antara 25 hingga 42 tahun. 

Dari 1989 ke 2015, para partisipan mengisi kuesioner setiap dua tahun mengenai informasi apakah mereka mengalami gejala menopause atau apakah mereka menderita endometriosis yang dikonfirmasi dengan laparoskopi. Penelitian ini memantau para partisipan hingga terjadi tujuh skenario berikut:

  • Partisipan mencapai usia 45 tahun.
  • Partisipan menjalani histerektomi atau ooforektomi (pengangkatan ovarium).
  • Partisipan didiagnosis kanker.
  • Partisipan meninggal dunia.
  • Partisipan berhenti menjawab survei.
  • Akhir dari masa pemantauan hingga Mei 2017.

3. Hasil: endometriosis pengaruhi risiko menopause dini, terutama pada perempuan yang belum pernah melahirkan

ilustrasi sakit akibat endometriosis (sciencenews.org)

Dari 106.633 partisipan pramenopause tersebut, para peneliti mencatat 3.921 partisipan menderita endometriosis yang terkonfirmasi laparoskopi. Lalu, setelah dipantau lebih lanjut, para peneliti menemukan bahwa 6.640 partisipan juga terdiagnosis endometriosis, sementara 99.993 tidak melaporkan endometriosis.

Dari angka tersebut, 2.542 partisipan mengalami menopause dini. Setelah disesuaikan, endometriosis ternyata meningkatkan risiko menopause dini hingga 50 persen. Meski persentase risiko menyusut setelah disesuaikan dengan berbagai faktor, risiko menopause dini tetap berada di angka 30 persen.

Bukan cuma endometriosis, para peneliti juga memperingatkan bahwa risiko menopause dini besar pada perempuan yang belum pernah melahirkan, yaitu 46 persen dibanding 14 persen (pada perempuan yang pernah melahirkan). Risiko yang tak kalah signifikan berlaku pada perempuan yang tidak pernah mengonsumsi pil KB atau kontrasepsi oral.

"Studi ini menemukan risiko menopause dini pada endometriosis yang dikonfirmasi laparoskopi. Dibanding tanpa endometriosis, partisipan perempuan berisiko tinggi mengalami durasi reproduksi yang lebih singkat, terutama mereka yang tak pernah melahirkan atau menggunakan kontrasepsi oral," tulis para peneliti.

4. Kekurangan studi tersebut

ilustrasi perempuan mengalami menopause dini (pexels.com/SHVETS production)

Para peneliti menjabarkan berbagai kekurangan dalam studi, seperti bias seleksi dan juga misklasifikasi. Namun, salah satu kekurangan yang patut disorot dari riset ini adalah bahwa Nurses' Health Study yang digunakan dalam penelitian tidak cukup beragam karena mayoritas adalah perempuan berkulit putih.

Meskipun begitu, para peneliti mengatakan bahwa hubungan fisiologis antara endometriosis dan menopause dini tidak akan terkendala oleh ras dan etnis lainnya. Selain masalah keberagaman, diharapkan studi di masa depan memiliki periode lebih lama.

"Akan tetapi, perlu mengonfirmasi hasil ini pada populasi yang lebih beragam agar lebih informatif," tulis para peneliti.

Baca Juga: 10 Tanda Awal Kamu Mulai Masuki Masa Menopause, Wanita Wajib Tahu nih!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya