TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

22 Gejala Long COVID setelah Sembuh dari Omicron, Hati-hati!

Diperkirakan kasus long COVID naik akibat lonjakan Omicron

ilustrasi infeksi virus corona COVID-19 (IDN Times/Mardya Shakti)

Menyebar lebih cepat, varian Omicron (B.1.1.529) menyebabkan tsunami kasus di berbagai negara dunia. Meski dikatakan bergejala ringan, Omicron lebih mampu menghindari imunitas sehingga menyebabkan reinfeksi, baik pada para penyintas COVID-19 dan yang sudah divaksinasi sekali pun.

Meski sudah sembuh dari COVID-19, para ahli kesehatan memperingatkan bahaya long COVID, terutama pada varian Omicron. Apa saja gejala long COVID yang umum dikeluhkan oleh para penyintas Omicron?

1. Apa itu long COVID?

Di masa pandemik COVID-19, istilah long COVID bukan lagi hal asing. Menurut Badan Kesehatan Dunia, long COVID atau kondisi pasca-COVID-19 adalah kondisi yang terjadi pada individu dengan riwayat suspek atau diagnosis infeksi SARS-CoV-2 pada 3 bulan sejak timbulnya gejala COVID-19, berlangsung setidaknya 2 bulan, dan tidak bisa dijelaskan dengan diagnosis alternatif.

Meski begitu, beberapa otoritas kesehatan dunia memiliki standar berbeda-beda. Sebagai contoh, National Health Service (NHS) menetapkan long COVID jika gejala membandel hingga 3 bulan. Di sisi lain, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menetapkan waktu 4 minggu atau lebih sebagai indikasi long COVID.

2. Long COVID tidak mengenal keparahan gejala

Lalu, apakah long COVID hanya menyerang pasien COVID-19 gejala parah saja? Ternyata, mereka yang mengalami gejala ringan pun bisa terkena imbas dari long COVID. Faktanya, studi pracetak terbaru di Denmark pada Februari 2022 lalu mengatakan bahwa sepertiga pasien COVID-19 mengalami long COVID.

Dalam sebuah studi pracetak yang dilansir ZOE COVID Study, sementara long COVID bisa terjadi pada seluruh kelompok usia, pasien COVID-19 usia lanjut terpapar risiko lebih tinggi, yaitu 22 persen. Selain itu, berat badan juga menentukan, karena orang-orang yang mengeluhkan long COVID diketahui memiliki indeks massa tubuh (BMI) lebih besar.

"Kemungkinan terkena gejala COVID-19 jangka panjang tidak berkaitan dengan keparahan COVID-19 pada awalnya. Mereka yang memiliki gejala ringan pun bisa terkena long COVID," tulis NHS.

ilustrasi COVID-19 (IDN Times/Sukma Shakti)

Baca Juga: Studi: Sepertiga Penyintas COVID-19 Laporkan Long COVID

3. Gejala long COVID yang umum

Baik CDC maupun NHS sama-sama telah mencatat berbagai gejala long COVID yang umum menyerang para penyintas COVID-19. Gejala-gejala tersebut adalah:

  1. Kelelahan ekstrem.
  2. Sesak napas.
  3. Sensasi nyeri atau sesak di dada.
  4. Gangguan daya ingat dan konsentrasi (umumnya disebut brain fog).
  5. Gangguan tidur atau insomnia.
  6. Palpitasi jantung.
  7. Pusing.
  8. Kesemutan.
  9. Nyeri sendi.
  10. Depresi dan rasa cemas atau anxiety.
  11. Sakit telinga dan telinga berdenging atau tinitus.
  12. Merasa tidak enak badan (malaise), terutama setelah beraktivitas.
  13. Sakit perut.
  14. Diare.
  15. Tidak nafsu makan.
  16. Demam.
  17. Batuk.
  18. Sakit kepala.
  19. Sakit tenggorokan.
  20. Perubahan indra penciuman (anosmia) dan pengecapan (ageusia).
  21. Perubahan siklus menstruasi.
  22. Ruam.

Jika kamu habis sembuh dari COVID-19 dan mengalami beberapa gejala ini, lalu gejala-gejala tersebut membandel lebih dari 2 atau 3 minggu dari masa pemulihan COVID-19, sebaiknya segera konsultasi ke dokter.

4. Bagaimana dengan infeksi COVID-19 varian Omicron?

Berbeda dengan variant of concern (VOC) SARS-CoV-2 pendahulunya, Omicron dikabarkan memiliki gejala-gejala yang relatif ringan. Bukan anosmia atau ageusia, ZOE COVID Study mencatat bahwa gejala-gejala Omicron sebagai berikut:

  • Hidung meler
  • Sakit kepala
  • Kelelahan
  • Bersin
  • Sakit tenggorokan

Di sisi lain, pada 8 Februari 2022, kepala teknis COVID-19 WHO, Dr. Maria Van Kerkhove, mengatakan bahwa risiko long COVID pada Omicron masih belum diketahui jelas. Ini karena Omicron baru diketahui pada November 2021 silam dan mendunia sejak Desember 2021, sehingga masih butuh waktu untuk memahaminya lebih lanjut.

"Tidak ada indikasi bahwa ada perbedaan persentase pasien yang menderita long COVID. Namun, kami belum mengerti sepenuhnya mengenai long COVID (akibat Omicron)," kata Dr. Maria dalam video pada 8 Februari 2022 di Twitter.

5. Bukan melebih-lebihkan, tetapi long COVID itu nyata

Dunia masih dibuat kewalahan dengan naiknya angka kasus karena varian Omicron. Karena, kenaikan kasus ini bisa diikuti naiknya kasus long COVID. Meski dikabarkan gejalanya ringan, Omicron tetap dikhawatirkan memicu long COVID sama seperti varian-varian pendahulunya.

"Karena ada banyak orang terinfeksi Omicron, kami memperkirakan bahwa kasus-kasus tersebut mengakibatkan lebih banyak kasus long COVID," ujar direktur klinik long COVID Beth Israel Deaconess Medical Center, Jason Maley, kepada The Harvard Gazette.

Selama merawat pasien long COVID, Maley mengatakan bahwa beberapa gejala long COVID, seperti sesak napas, paling mudah sembuh. Namun, gejala pada saraf, seperti brain fog, bisa menetap cukup lama. Apa yang menyebabkan fenomena ini?

Berbekal berbagai studi, Maley menduga respons imun berlebihan bisa menyebabkan inflamasi parah yang memicu berbagai gejala long COVID. Namun, bagaimana mekanisme penyebab kekacaubalauan respons imun saat long COVID? Ini masih dicari tahu.

ilustrasi vaksin COVID-19 (IDN Times/Aditya Pratama)

Baca Juga: Apakah Varian Omicron Berisiko Sebabkan Long COVID?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya