TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Studi: Makan Larut Malam Malah Bikin Makin Lapar

Kalori yang terbakar? Dikit!

ilustrasi makan larut malam bisa bikin makin lapar dan tak bakar kalori (freepik.com/freepik)

Bagi sebagian orang, makan larut malam mungkin tak terhindarkan atau sudah menjadi bagian dari rutinitas. Jadwal kerja yang sibuk bisa membuat waktu makan di luar kendali, lalu ada pula keinginan untuk makan larut malam sesekali. Bahkan, di beberapa negara, misalnya Spanyol dan Italia, masyarakatnya menikmati makan larut malam dan ini dianggap hal biasa.

Walaupun tidak secara langsung mengancam kesehatan, tetapi makan larut malam sudah sering dikaitkan dengan efek negatif. Studi terbaru menemukan bahwa kebiasaan makan larut malam malah bikin kamu makin lapar dan makin sulit membakar kalori.

1. Melibatkan belasan partisipan obesitas

ilustrasi obesitas (freepik.com/racool-studio)

Makan larut malam kerap dihubungkan dengan risiko obesitas. Namun, apakah hal ini disebabkan oleh rasa lapar dan nafsu makan? Pembakaran energi? Atau, apakah ada campur tangan jalur molekul di jaringan adiposa? Hal inilah yang ditelusuri oleh para peneliti Amerika Serikat di Brigham and Women’s Hospital

"Kami ingin menguji mekanisme yang bisa menjelaskan mengapa makan larut malam meningkatkan risiko obesitas," ujar peneliti senior, Prof. Frank Scheer, dalam pernyataan resmi di The Harvard Gazette.

Dimuat dalam jurnal Cell Metabolism pada 4 Oktober 2022, penelitian bertajuk "Late isocaloric eating increases hunger, decreases energy expenditure, and modifies metabolic pathways in adults with overweight and obesity" ini melibatkan 16 pasien dengan indeks massa tubuh (IMT) di ranah obesitas.

Baca Juga: 5 Kebiasaan Makan yang Terkesan Sepele tapi Bahaya buat Jantung

2. Pengaturan makan dan tidur

Para partisipan diwajibkan untuk mengikuti jam tidur dan makan yang ketat 2–3 minggu sebelum penelitian dimulai. Untuk studi ini, para partisipan ditempatkan dalam dua protokol khusus, yaitu:

  • Makan dengan jadwal tetap: 9 pagi, 1 siang, dan 4.30 sore.
  • Makan dengan jadwal kelipatan 4 jam: mulai dari 1 siang dan berakhir pada 8.30 malam.

Saat mengikuti protokol, partisipan mengonsumsi makanan serupa, mencatat kapan rasa lapar muncul, memberikan sampel darah, dan mengikuti tes suhu tubuh dan pembakaran energi. Selain itu, para peneliti juga mengambil biopsi jaringan adiposa untuk menguji dampak jadwal makan yang berbeda terhadap ekspresi gen di jaringan tersebut.

"Dalam studi ini, kami menguji apakah waktu makan berpengaruh saat semua skenario ditetapkan sama," ujar kepala peneliti, Nina Vujović.

3. Studi: Makan larut malam bikin lemak tak terkendali

ilustasi makan larut malam (pexels.com/Ron Lach)

Hasilnya, para peneliti mencatat bahwa makan larut malam memiliki dampak signifikan terhadap hormon pengatur nafsu makan, leptin (hormon kenyang) dan grelin (hormon lapar). Dibanding mereka yang tak makan larut malam, kadar leptin menurun selama 24 jam pada partisipan yang makan larut malam.

"Kami menemukan bahwa makan 4 jam lebih larut membuat perbedaan signifikan di tingkat kelaparan, proses tubuh membakar kalori setelah makan, dan cara tubuh menyimpan lemak," ujar Nina.

Mengejutkannya, saat partisipan makan lebih larut, tubuh mereka juga membakar kalori lebih lambat. Selain itu, ekspresi gen di jaringan adiposa memperlihatkan peningkatan adipogenesis (pertambahan jaringan lemak) dan berkurangnya lipolisis (pemecahan lemak). Dengan kata lain, lemak menumpuk di tubuh.

Makan larut malam membuat rasa kepengin mengonsumsi makanan bertepung dan daging bertambah dua kali lipat. Selain itu, studi ini menemukan bahwa makan larut malam membuat mengidam makan makanan asin bertambah 80 persen.

4. Penjelasan para peneliti

Dalam penelitian ini, para peneliti juga mengatakan bahwa temuan ini menunjukkan hubungan mekanisme fisiologis dan molekuler terhadap makan larut malam dan risiko obesitas.

Nina menjelaskan bahwa hasil ini bukan hanya konsisten terhadap riset sebelumnya, melainkan juga menjelaskan bagaimana makan larut malam bisa meningkatkan risiko obesitas. Dengan metode yang digunakan, para peneliti mampu melihat perbedaan dalam keseimbangan energi tubuh, tanda bagaimana tubuh mengolah makanan yang dikonsumsi.

Baca Juga: Banyak Makan Sayur Bikin Lebih Sering Kentut dan Tinja Lebih Padat

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya