TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Obat Paxlovid dari Pfizer Ampuh Cegah Kematian akibat COVID-19

Obat antivirus ini diklaim cegah kematian hingga 89 persen!

Pfizer siapkan Paxlovid, obat oral antivirus untuk COVID-19. (wsj.com)

Setelah vaksin, kini obat untuk menangani COVID-19 mulai bermunculan. Sebelumnya pada awal Oktober 2021 lalu, Merck dan AstraZeneca masing-masing mengklaim memiliki obat untuk COVID-19, Molnupiravir dan AZD7442. Pada November 2021, Pfizer mengumumkan kalau obat antivirusnya, Paxlovid, juga tak kalah ampuh.

Bagaimana cara kerja obat ini dan seberapa ampuh untuk pengobatan COVID-19? Mari simak fakta lengkapnya!

1. Sekilas mengenai Paxlovid

Logo perusahaan farmasi Pfizer (www.fiercebiotech.com)

Paxlovid (PF-07321332) adalah obat terapi antivirus inhibitor protease SARS-CoV-2 buatan perusahaan farmasi dan bioteknologi Amerika Serikat (AS), Pfizer. Diberikan secara oral, Paxlovid diminum saat gejala pertama infeksi atau saat sadar sudah terpapar. Maka dari itu, obat ini bisa membantu mencegah risiko rawat inap hingga kematian akibat infeksi virus corona SARS-CoV-2.

Obat ini bekerja dengan cara menghambat aktivitas protease SARS-CoV-2-3CL, enzim yang mempercepat replikasi virus. Secara detail, Pfizer mengatakan bahwa Paxlovid menghambat replikasi virus pada tahap proteolisis, tahap sebelum replikasi asam ribonukelat (RNA) virus.

Pfizer mengatakan bahwa pemberian Paxlovid dengan obat ritonavir dosis rendah dapat membantu memperlambat pemecahan Paxlovid. Dengan begitu, obat ini bisa tetap dalam tubuh untuk jangka waktu yang lama dan konsentrasinya lebih tinggi sehingga membantu tubuh memerangi SARS-CoV-2.

2. Studi Pfizer melibatkan lebih dari 1.200 pasien COVID-19 dengan komorbiditas

Seorang pasien COVID-19 meletakkan kedua tangan di kepalanya. (ANTARA FOTO/REUTERS/Baz Ratner)

Pada Juli 2021 silam, Pfizer telah melaksanakan pendaftaran untuk uji klinis Paxlovid. Bertajuk "Evaluation of Protease Inhibition for COVID-19 in High-Risk Patients" (EPIC-HR) tahap 2/3, studi ini bermula pada September 2021 dan melibatkan 1.219 pasien COVID-19.

Para pasien COVID-19 tersebut harus memiliki setidaknya satu kondisi penyerta yang dapat menyebabkan COVID-19 berkembang ke arah parah. Selama 3 dan 5 hari, para partisipan menerima pil Paxlovid (607 pasien/5 hari, 389 pasien/3 hari) atau pil plasebo (612 pasien/5 hari, 385 pasien/3 hari) secara acak dan harus meminumnya setiap 12 jam.

Baca Juga: Obat dari AstraZeneca Bisa Cegah dan Rawat COVID-19, Kabar Baik!

3. Hasil studi: Paxlovid cegah rawat inap dan kematian akibat COVID-19 hingga 89 persen, dan bisa mengobati infeksi akibat virus corona lainnya

ilustrasi obat COVID-19 (openaccessgovernment.org)

Pfizer mengklaim bahwa Paxlovid menunjukkan pengurangan risiko rawat inap dan kematian akibat COVID-19 hingga 89 persen dibanding plasebo. Bagaimana perbandingannya?

  • Pemberian 3 hari sesudah munculnya gejala: pada kelompok Paxlovid, hanya 3 pasien yang dirawat inap, tanpa munculnya kasus kematian. Akan tetapi, pada kelompok plasebo, sebanyak 27 pasien dirawat inap dan 10 pasien wafat. Efektivitas berkisar 85 persen.
     
  • Pemberian 5 hari sesudah munculnya gejala: pada kelompok Paxlovid, hanya enam pasien yang dirawat inap tanpa ada kasus kematian. Akan tetapi, pada kelompok plasebo, sebanyak 41 orang dirawat inap dan 10 pasien meninggal dunia. Efektivitas berkisar 89 persen.

Selain itu, Pfizer mengatakan bahwa Paxlovid menunjukkan aktivitas antivirus in vitro terhadap variant of concern dan strain virus corona lainnya. Oleh karena itu, Pfizer mengklaim bahwa Paxlovid juga bisa digunakan untuk infeksi virus corona lainnya.

4. Rampung lebih awal, Pfizer ingin mendapatkan izin penggunaan darurat untuk Paxlovid segera

ilustrasi FDA atau BPOM Amerika Serikat (pharmaceutical-technology.com)

Dengan rekomendasi dari BPOM AS (FDA), Pfizer tidak melanjutkan EPIC-HR karena efikasi tinggi yang ditunjukkan Paxlovid. Dilansir Reuters, Pfizer mantap untuk mengumpulkan data Paxlovid demi mendapatkan izin penggunaan darurat (EUA) sebelum 25 November. Jika mendapatkan EUA, Paxlovid akan jadi obat oral antivirus COVID-19.

"Data ini menunjukkan kandidat obat antivirus ini memiliki potensi untuk menyelamatkan nyawa pasien COVID-19, mengurangi keganasan COVID-19, dan mengurangi hingga 9 dari 10 rawat inap," ujar CEO Pfizer, Albert Boula.

Sementara itu, Pfizer masih menunggu hasil uji Paxlovid tahap 2/3 untuk pasien COVID-19 dengan risiko rawat inap dan kematian rendah (EPIC-SR) serta orang dewasa yang terpapar SARS-CoV-2 di rumah (EPIC-PEP). EPIC-SR dan EPIC PEP masing-masing dimulai pada Agustus dan September 2021 dan masih berlangsung.

Jika temuan EPIC-SR dan EPIC-PEP terbukti ampuh, Paxlovid juga akan dapat diresepkan sebagai obat rumahan untuk menurunkan keganasan, rawat inap, kematian, dan risiko penularan COVID-19 di kalangan dewasa.

5. Sudah banyak yang mengantre Paxlovid

ilustrasi gedung Pfizer (thetimes.co.uk)

Dilansir Reuters, Paxlovid bisa mengantongi izin pada akhir 2021. Pfizer menargetkan 180.000 dosis Paxlovid pada akhir tahun 2021, sebanyak 21 juta dosis pada paruh pertama 2022, dan 50 juta dosis pada akhir 2022. Presiden AS ke-46, Joe Biden, mengklaim bahwa pemerintah AS sudah mengamankan jutaan dosis Paxlovid.

"Jika disahkan oleh FDA, kami mungkin segera memiliki pil yang mengobati virus pada mereka yang terinfeksi. Terapi ini akan menjadi obat lainnya untuk melindungi orang dari akibat terburuk karena COVID-19," ujar Biden.

Albert juga mengatakan bahwa Pfizer sedang berdiskusi dengan 90 negara mengenai kontrak persediaan Paxlovid. Menurutnya, tujuan Pfizer adalah agar semua orang di seluruh dunia dapat menggunakan obat tersebut sesegera mungkin.

6. Lebih efektif dari Merck dan AstraZeneca, Pfizer harus menunggu

Molnupiravir, kandidat obat COVID-19 dari Merck-Ridgeback (merck.com)

Pada Oktober lalu, Merck dan AstraZeneca telah mengumumkan perkembangan obat COVID-19 mereka. Merck dengan molnupiravir mencatatkan efikasi hingga 50 persen untuk mencegah rawat inap dan kematian akibat COVID-19. AstraZeneca dengan AZD7442 juga mencatatkan hasil serupa dengan efikasi 50-67 persen.

Melihat angka, Paxlovid lebih unggul. Namun, dilansir ABC News, membandingkan obat COVID-19 dari Merck dan Pfizer tidak disarankan karena kedua penelitian dirancang berbeda dan meneliti titik akhir (endpoint) primer yang berbeda juga.

FDA sudah siap mengulas proposal Merck untuk molnupiravir pada 30 November mendatang. Sementara itu, Pfizer baru bersiap untuk menyerahkan data Paxlovid ke FDA. Belum lagi, dua uji klinis Paxlovid masih menunggu. Dilansir Reuters, Albert mengatakan bahwa hasil EPIC-SR dan EPIC-PEP baru akan tersedia di paruh pertama 2022.

Kekurangan lainnya adalah studi Paxlovid baru berbentuk siaran pers dan belum menjalani ulasan sejawat (peer review) ke jurnal medis. Akan tetapi, hasil penelitian Paxlovid oleh Pfizer menambah satu opsi terapi pengobatan COVID-19.

Baca Juga: Merck: Molnupiravir Ampuh Tekan Kematian akibat COVID-19

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya