TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tes Diagnostik Long COVID Pertama Siap Diluncurkan

Diluncurkan di Eropa bulan September

ilustrasi tes COVID-19 (unsplash.com/Prasesh Shiwakoti (Lomash))

Mungkin kamu cukup capek mendengarkan, tetapi faktanya kita masih berperang melawan COVID-19. Bukan rahasia kalau COVID-19 bisa mengakibatkan berbagai gangguan bahkan setelah pasien sembuh, fenomena yang umum disebut long COVID.

Long COVID berpotensi untuk menjadi perhatian lembaga kesehatan global ke depannya. Jadi, perlu sebuah sarana deteksi akurat untuk memastikan keadaan pasien dengan long COVID.

Baca Juga: Studi Indonesia Paparkan Maraknya Fenomena Long COVID

1. Pasien long COVID memiliki karakteristik serupa

ilustrasi long COVID (pexels.com/Towfiqu barbhuiya)

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menerjemahkan long COVID sebagai gangguan medis yang muncul pasca-infeksi SARS-CoV-2. Durasi yang dipatok untuk long COVID adalah tiga bulan setelah munculnya gejala pertama dan persisten selama minimal dua bulan. Gejala-gejala long COVID yang paling umum adalah:

  • Kelelahan.
  • Sesak napas.
  • Gangguan daya ingat, konsentrasi, dan/atau tidur.
  • Batuk yang membandel.
  • Nyeri dada.
  • Kesulitan berbicara.
  • Nyeri otot.
  • Penurunan kemampuan indra penciuman (anosmia) dan/atau perasa (higeusia).
  • Depresi atau kecemasan.
  • Demam.

Dalam sebuah penelitian yang dimuat dalam jurnal Frontiers in Immunology pada Januari 2022, pasien long COVID memiliki profil imunologi yang khas, yaitu pola penanda inflamasi. Menurut studi tersebut, para pasien memiliki protein S1 SARS-CoV-2 di monosit CD14+ dan CD16+ selama 15 bulan setelah infeksi.

2. Perlunya alat deteksi long COVID

Sebelum studi tersebut, perusahaan analisis molekul asal Amerika Serikat, IncellDx, juga melaksanakan penelitian pada Juni 2021. Penelitian ini menunjukkan keberhasilan analisis keparahan long COVID IncellDx menggunakan machine learning dan kecerdasan buatan (AI) untuk mengukur serta meneliti penanda inflamasi sitokin dan kemokin.

CEO IncellDx, Bruce K. Patterson, mengatakan bahwa gejala-gejala long COVID tidak jarang disalahartikan sebagai kondisi-kondisi lain serupa. Oleh karena itu, sebuah sarana untuk mendiagnosis long COVID secara efektif amat diperlukan.

"Sebuah pengujian objektif yang bisa mendeteksi ciri khas imun yang spesifik long COVID sangat penting untuk diagnosis efektif dan membantu pasien mencari pengobatan efektif," ujar Bruce dalam pernyataan resmi.

Baca Juga: 22 Gejala Long COVID setelah Sembuh dari Omicron, Hati-hati!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya