TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Studi: Vaping Tingkatkan Risiko Impotensi pada Laki-laki

Waspadai disfungsi ereksi akibat nge-vape

ilustrasi rokok elektronik atau vape (pixabay.com/sarahjohnson1)

Rokok elektrik atau vape sering dianggap sebagai alternatif yang lebih aman dibanding rokok konvensional. Meski tampilannya berbeda, tetapi vape pada dasarnya adalah rokok. Dengan kata lain, risiko kesehatan yang mengintai pada dasarnya juga sama parahnya dengan rokok.

Apakah kita berbicara soal paru-paru? Rokok tidak hanya berbahaya untuk paru-paru, melainkan untuk seluruh anggota tubuh. Sebuah riset yang terbit baru-baru ini menemukan risiko vaping untuk kesehatan reproduksi laki-laki. Mari simak fakta selengkapnya!

1. Vaping sering dianggap lebih aman dari rokok biasa

ilustrasi produk vape (vaporproductstax.com)

Dimuat dalam American Journal of Preventive Medicine pada 30 November 2021, penelitian yang dipimpin oleh New York University (NYU) Grossman School of Medicine dan Johns Hopkins University School of Medicine, Amerika Serikat (AS), ingin mengetahui hubungan antara disfungsi ereksi dan vaping.

"Karena banyak orang yang menggunakan rokok elektronik yang dianggap tidak lebih berbahaya dari rokok konvensional atau ingin berhenti merokok, kami perlu menelusuri hubungan antara produk vape dan disfungsi ereksi...," ujar peneliti studi dari NYU Grossman School of Medicine, Omar El-Shahawy, MD, PhD, MPH.

Bertajuk "Association of E-Cigarettes With Erectile Dysfunction", para peneliti mengambil data dari Population Assessment of Tobacco and Health (PATH), studi yang memantau perilaku penggunaan rokok dan dampaknya pada kesehatan di kalangan 45.971 orang dewasa AS.

Baca Juga: Ahli: Vaping dan Rokok Tingkatkan Risiko Stroke akibat COVID-19

2. Penelitian libatkan hampir 14.000 partisipan laki-laki

ilustrasi vape (wweek.com)

Para peneliti mengambil sampel 13.711 laki-laki usia 20 tahun ke atas. Dari angka tersebut, para peneliti menyaring 11.207 laki-laki dewasa berusia 20-65 tahun yang tidak memiliki riwayat penyakit kardiovaskular. Dari kebiasaan merokoknya, para peneliti membagi para partisipan menjadi:

  • 53 persen adalah mantan perokok
  • 21 persen adalah perokok
  • 14 persen adalah pengguna produk rokok lain

Dari 13.711 partisipan dan 11.207 partisipan tanpa riwayat penyakit kardiovaskular, sebanyak masing-masing 4,8 persen dan 4,7 persen melaporkan penggunaan vape. Dan, dari persentase tersebut, masing-masing 2,1 persen dan 2,5 persen vaping setiap hari.

3. Hasil: pengguna vape tetap berisiko terkena disfungsi ereksi

ilustrasi disfungsi ereksi (unsplash.com/Deon Black)

Para peneliti menemukan bahwa disfungsi ereksi menjadi masalah besar di antara kedua sampel tersebut. Pada 13.711 partisipan, sejumlah 20,7 persen partisipan melaporkan disfungsi ereksi. Sementara, pada 11.207 partisipan di kelompok sehat, sebanyak 10,2 persen melaporkan disfungsi ereksi.

Pengguna rokok atau vape setiap hari lebih berisiko terkena disfungsi ereksi hingga lebih dari dua kali lipat. Temuan ini berlaku pada baik mereka yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular dan yang tidak memiliki riwayat penyakit tersebut.

Di sisi lain, para peneliti mencatat bahwa mereka yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular dan berusia 65 tahun ke atas lebih berisiko terkena disfungsi ereksi. Kabar baiknya, ada hubungan yang erat antara aktivitas fisik dan rendahnya risiko disfungsi ereksi pada para partisipan.

"Temuan kami mempertimbangkan riwayat merokok para partisipan, termasuk mereka yang tidak pernah sama sekali. Jadi, kemungkinan besar, penggunaan vape setiap hari dapat dikaitkan dengan risiko disfungsi ereksi yang tinggi, terlepas dari riwayat merokok seseorang," ujar Omar.

4. Kekurangan studi tersebut

ilustrasi vape (pixabay.com/doodleroy)

Para peneliti mencatat satu kekurangan pada studi tersebut. Kekurangan tersebut adalah data yang digunakan berdasarkan laporan mandiri para partisipan mengenai penggunaan vape dan kondisi disfungsi ereksi. Oleh karena itu, masih ada potensi kesalahan dan bias.

Selain itu, tak ada data yang membuktikan apakah para partisipan sedang menjalani terapi obat yang dapat menyebabkan disfungsi ereksi, seperti antidepresan atau beta blocker.

Oleh karena itu, para peneliti berharap agar penelitian di masa depan meneliti apakah penggunaan vape memiliki hubungan kuat dengan disfungsi ereksi dibandingkan produk rokok lainnya, dan apakah risiko disfungsi ereksi berkurang dengan berhentinya penggunaan vape.

"Di titik ini, kami belum memiliki bukti yang cukup... Apakah risiko disfungsi ereksi dikarenakan nikotin dalam rokok vape atau apakah ada komponen lain di dalamnya yang dapat memengaruhi fungsi ereksi," catat Omar.

Kemudian, para peneliti mencatat kalau penelitian ini terbatas pada disfungsi seksual pada kaum adam. Penelitian selanjutnya diharapkan juga meneliti hubungan antara penggunaan produk rokok dan vape serta disfungsi seksual pada kaum hawa.

Baca Juga: 12 Hal yang Terjadi pada Tubuh Setelah Berhenti Vaping

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya