TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

7 Fakta tentang GeNose, Alat Deteksi COVID-19 Buatan Indonesia

Jadi syarat perjalanan domestik

GeNose buatan UGM. Dok: Humas UGM

Pada Minggu (28/3), juru bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Indonesia, Prof. Wiku Adisasmito, mengumumkan Surat Edaran (SE) Satgas Nomor 12 tahun 2021 dan menggantikan SE Nomor 7 tahun 2021. SE tersebut menetapkan bahwa mulai April, tes GeNose C19 adalah salah satu syarat perjalanan via pesawat.

Hal tersebut menggambarkan kesungguhan pemerintah Indonesia dalam memperbanyak testing COVID-19. Sebelum mengambil tesnya, ini beberapa fakta menarik yang perlu kamu tahu tentang alat tes GeNose C19, alat deteksi COVID-19 buatan Indonesia!

1. Inovasi dari UGM

Mesin GeNose. Dok. Humas Pemprov Jateng

Sejauh ini, tes COVID-19 dilakukan dengan dua cara: tes darah (rapid) dan tes usap (swab) nasofaring (rapid tes antigen dan PCR). Nah, Universitas Gadjah Mada (UGM), memperkenalkan tes COVID-19 lewat embusan napas, yaitu Gadjah Mada Electronic Nose atau disingkat GeNose.

Dikembangkan oleh tim ahli UGM, GeNose sebelumnya telah melewati uji profiling dengan 600 sampel di RS Bhayangkara Polda DIY dan RS Lapangan Khusus COVID-19 Bambanglipuro di Yogyakarta. Hasilnya, GeNose menunjukkan akurasi hingga 97 persen.

Baca Juga: Amankah Vaksinasi COVID-19 untuk Ibu Menyusui? Ini Anjurannya

2. Cara kerja GeNose

Alat GeNose besutan peneliti UGM. Dok: istimewa

Seperti sebelumnya disebutkan, GeNose bekerja untuk mendeteksi COVID-19 lewat embusan napas. Menurut Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi (Kemenristek/BRIN), GeNose memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas 92 persen dan 95 persen, maka dari itu bisa dijadikan alat screening. Mengapa bisa akurat?

Sebelumnya, kenali dulu perbedaan sensitivitas dan spesifisitas. Sensitivitas merujuk pada kemampuan tes untuk menentukan apakah individu benar-benar sakit, sedangkan spesifisitas adalah kebalikannya, untuk menentukan apakah individu benar-benar tidak sakit.

Untuk GeNose, UGM sampai mengembangkan teknologi kecerdasan buatan (AI) sendiri. Melansir situs resmi UGM, anggota tim pengembang GeNose, Dian K. Nurputra, menjelaskan bahwa GeNose mendeteksi volatile organic compound (VOC). VOC sendiri adalah "produk" yang keluar bersama napas sebagai tanda COVID-19.

Individu tinggal mengembuskan napas ke tabung GeNose. Sensor tabung akan memeriksa VOC di embusan napas. Data yang diperoleh sensor kemudian diolah oleh AI dan ditampilkan ke layar dalam bentuk kurva dan dua angka desimal. Jika angka desimal tersebut di bawah 0,6 (60 persen), maka prediksi GeNose tersebut lemah.

3. Hasil analisis dengan GeNose tak sampai 5 menit

Dok.Kemenristek/BRIN

Tidak makan waktu lama, hasil analisis GeNose hanya butuh 2-3 menit. Hal tersebut dipaparkan oleh Ketua Tim Pengembang GeNose, Kuwat Triyono, pada September 2020 lalu. Dengan kata lain, dalam 1 jam, GeNose dapat melayani 20 peserta.

Kuwat menjelaskan bahwa GeNose butuh waktu 2-3 menit, termasuk pengambilan napas, untuk mendeteksi VOC dan memvonis COVID-19. Dalam acara Public Expose GeNose: Teknologi Pengendus Covid-19, Kuwat pun mengklaim bahwa GeNose mencatatkan rekor analisis hanya dalam 80 detik!

4. GeNose tidak bisa dipakai di sembarang tempat dan jangan mengonsumsi makanan yang baru sebelum tes

GeNose buatan UGM. Dok: Humas UGM

Untuk mendapatkan hasil maksimal, GeNose tidak bisa diperlakukan sembarangan. Menurut konferensi daring di UGM Science Techno Park pada 4 Maret lalu, Dian mengatakan bahwa alat screening COVID-19 buatan Indonesia ini harus ditempatkan secara tepat. Pasalnya, iini bisa memengaruhi akurasi GeNose.

Dian mengatakan bahwa udara yang mengalir memengaruhi GeNose. Untungnya, kelemahan ini diatasi dengan "pendeteksi udara" di alat tersebut. Secara otomatis, GeNose akan "mengendus" udara di lingkungan sekitar dan menentukan apakah alat tersebut cocok atau tidak.

Kuwat juga menambahkan bahwa makanan yang dikonsumsi sebelum tes pun bisa memengaruhi. Satu jam atau 30 menit sebelum tes GeNose, lebih baik jangan mengonsumsi makanan beraroma kuat seperti petai, jengkol, durian, kopi, hingga rokok. Hal ini bisa mengganggu akurasi alat tersebut.

5. Sudah diberi lampu hijau oleh Kemenkes

ugm.ac.id

Dengan cara kerja dan hasil yang menjanjikan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) tidak butuh waktu lama untuk memberi izin. Pada 24 Desember 2020, Kemenkes resmi merestui GeNose sebagai alat deteksi COVID-19. Izin edarnya tertulis dalam KEMENKES RI AKD 20401022883.

Dengan pendanaan dari Kemenristek/BRIN dan Badan Intelijen Negara (BIN), UGM mampu memproduksi 100 unit untuk batch pertama. Kuwat berharap bahwa masing-masing 100 unit tersebut dapat melakukan 120 tes atau 12.000 orang per hari. Bahkan, ia mengklaim UGM siap memproduksi hingga 5.000 alat pada Februari 2021.

Untuk memenuhi tujuan mulia tersebut, UGM juga menggandeng konsorsium beranggotakan lima perusahaan untuk ikut memperlancar roda produksi GeNose. Lima perusahaan tersebut adalah:

  • PT Yogya Presisi Tehnikatama Industri (bagian mekanik GeNose)
  • PT Hikari Solusindo Sukses (elektronik dan sensor)
  • PT Stechoq Robotika Indonesia (pneumatic)
  • PT Nanosense Instrument Indonesia (AI, elektronik, dan layanan purnajual)
  • PT Swayasa Prakarsa (perakitan, perizinan, standar, QC/QA, bisnis)

6. Bak bumi dan langit, perbedaan harga tes dan alat GeNose

ugm.ac.id

"Berapa harga alat GeNose?"

Inilah pertanyaan yang kerap ditanyakan. UGM mematok harga Rp62 juta per unit, all in. Kantong GeNose sekali pakai hanya Rp20 ribu, dan terdiri dari kantong berbahan plastik, filter HEPA, pipa adaptor, colokan, dan selang PU 15 meter.

Tidak ingin beli alatnya? Tidak masalah! Kuwat memastikan bahwa biaya tes dengan GeNose tidak semahal tes polymerase chain reaction (PCR) atau tes rapid. Kamu hanya perlu bayar Rp15-20 ribu untuk tes GeNose!

Baca Juga: Membedah Mitos dan Fakta seputar Vaksinasi COVID-19

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya