TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Suka dengan yang Lebih Tua? Ini 10 Fakta tentang Oedipus Complex

Beda dari apa yang dianggap orang!

Ibu dan anak. pixabay.com/manhhongdldhv

Tidak jarang kita mendengarkan fantasi seorang laki-laki yang ingin mengencani pasangan perempuan yang lebih tua. Banyak yang mengira laki-laki tersebut memiliki oedipus kompleks (oedipus complex).

Kerap dikaitkan dengan ketertarikan dengan pasangan yang usianya lebih tua, ternyata oedipus kompleks memiliki pengertian dan sejarah yang sebenarnya berbeda dengan pemahaman awam. Melibatkan tumbuh kembang serta hubungan antara orang tua dan anak, simak penjelasannya berikut ini.

1. Sejarah tragis Oedipus, laki-laki yang membunuh ayahnya lalu menikahi ibunya sendiri dan baru tahu setelahnya

Oedipus dan Jocasta. historytoday.com

Pada tahun 429 SM, seorang filsuf Yunani Kuno, Sophokles, menuliskan kisah tragedi berjudul Oedipus Rex. Dalam cerita ini, Oedipus adalah anak buangan yang menjadi Raja Thebes yang memenuhi ramalan bahwa dia akan "menumpahkan darah" ayahnya, Laius, dan "mengawini" ibunya, Jocasta.

Benar saja, saat mengendarai kereta kuda menuju Thebes, Oedipus membunuh seorang laki-laki tua yang ternyata adalah Laius, dan setelah membebaskan Thebes dari Sphinx, Oedipus menikahi Jocasta, ibunya sendiri. Akhir cerita, Jocasta bunuh diri dan Oedipus menusuk matanya sendiri hingga buta.

Baca Juga: Kenali 10 Istilah Orientasi Seksual, dari Biseksual sampai Omniseksual

2. Interpretasi oedipus kompleks menurut Sigmund Freud

Ilustrasi: Kompleks Oedipus pada anak. simplypsychology.org

Pada bukunya yang berjudul The Interpretation of Dreams pada tahun 1899, pencetus aliran psikoanalisis dari Austria, Sigmund Freud, adalah yang pertama kali melihat fenomena oedipus kompleks.

Freud tidak menyebutnya sebagai oedipus kompleks hingga tahun 1910 dalam bukunya yang berjudul A Special Type of Choice of Object made by Men. Tentu saja nama Oedipus ini diambil dari tokoh Oedipus yang membunuh Laius sebelum akhirnya menikahi Jocasta dengan akhir yang tragis.

Freud memaparkan terdapat dua jenis oedipus kompleks:

  • Positif: gairah seksual tanpa sadar terhadap orang tua yang berlawanan jenis dan kebencian terhadap orang tua sesama jenis.
  • Negatif: gairah seksual tanpa sadar terhadap orang tua yang sesama jenis dan kebencian terhadap orang tua yang berlawanan jenis.

3. Kapan oedipus kompleks terjadi?

Kompleks Oedipus. healthline.com

Freud memaparkan lebih lanjut bahwa oedipus kompleks biasanya terjadi pada anak laki-laki di fase falik (usia 3-5 tahun), saat anak mendapatkan kepuasan seksual dari rangsangan pada alat kelaminnya.

Pada fase falik, seorang anak laki-laki secara tidak sadar mulai merasakan nafsu terhadap ibunya. Namun, dia segera mengetahui bahwa dia tidak dapat bertindak berdasarkan keinginannya. Pada saat yang sama, dia memperhatikan ayahnya menerima kasih sayang dari ibunya yang dia dambakan, menyebabkan sang anak cemburu dan merasa tersaingi.

Meskipun bocah lelaki itu berfantasi tentang menantang ayahnya, dia tahu dia tidak dapat melakukannya dalam kehidupan nyata. Selain itu, anak laki-laki itu bingung dengan perasaannya yang saling bertentangan terhadap ayahnya. Meskipun sang anak iri pada ayah, dia juga menyayangi dan membutuhkannya.

4. Gejala-gejala oedipus kompleks

Ilustrasi: Gejala Kompleks Oedipus. libriantichionline.com

Mengetahui saat-saat anak menunjukkan gejala oedipus kompleks sangat penting untuk perkembangan kedewasaan dan seksual anak. Kabar baiknya, gejala-gejalanya bisa terlihat jelas oleh orang tua, yakni:

  • Anak bersikap terlalu posesif terhadap ibu/ayahnya, seperti menyuruh ibu/ayahnya untuk tidak saling menyentuh.
  • Anak bersikeras tidur di antara orang tua.
  • Anak menyatakan ingin menikahi salah satu orang tuanya saat dia besar nanti.
  • Anak berharap orang tua yang berlawanan jenis pergi ke luar kota agar bisa menggantikan tempatnya.

5. Mengapa menyikapi oedipus kompleks amat penting?

Ilustrasi: Anak sayang ibu. flo.health

Bagi Freud, oedipus kompleks tak bisa dimungkiri adalah salah satu tahap yang terjadi dalam lima tahap psikoseksual menuju kematangan seksual seseorang. Oleh karena itu, menyikapi oedipus kompleks dengan benar amat penting agar anak tidak jatuh ke "lubang yang salah".

Kenapa? Freud memaparkan bahwa jika seorang anak (baik putra atau putri) tidak berhasil menyelesaikan tahap oedipus kompleks, maka sang anak bisa mengembangkan "ketergantungan" yang tidak sehat terhadap orang tua mereka. Hal itulah yang menyebabkan mereka memilih pasangan yang lebih tua karena citra orang tua mereka sudah terpatri secara seksual.

Ari Aster, sutradara film Hereditary dan Midsommar, sempat mengangkat tiga isu tabu dalam ranah seksualitas hubungan sedarah, homoseksualitas, dan oedipus kompleks yang fatal lewat film pendek berjudul "The Strange Thing about the Johnsons".

6. Cara menyelesaikan oedipus kompleks ala Freud, penting agar anak tidak salah langkah

Ayah dan anak. fragilexnewstoday.com

Kalau penyelesaian oedipus kompleks begitu penting, bagaimana cara menyelesaikannya? Seperti yang dipaparkan pada poin ke-2, akan timbul keinginan pada sang anak (primal id) yang ingin "mengeliminasi" sang orang tua yang berlawanan jenis, akal sang anak (realistic ego) akan sadar tali kasih yang mengikat.

Sekadar penjelasan, "id" adalah bagian manusia yang ingin memenuhi keinginannya, sementara "ego" adalah yang menghalangi id yang tidak masuk akal dengan kenyataan.

Ayah dan anak. telegraph.co.uk

Selain itu, Freud mengatakan bahwa sang anak akan mengalami "castration anxiety", yaitu rasa takut akan dikebiri oleh orang tua bila ketahuan menginginkan orang tuanya.

Nah, di saat inilah proses "identifikasi" terjadi. Sang anak menekan rasa nafsu dan rivalitas terhadap orang tua sesama jenis hingga hilang. Malah, sang anak akan mencoba meniru sang orang tua dan menjadikannya teladan agar berkembang menjadi sepertinya. Selain itu, "super-ego" pun ikut terbentuk, menjadi otoritas moral agar sang anak tidak mengambil keputusan yang salah.

7. Ada pula versi anak perempuannya

Ayah dan putrinya. verywellmind.com

Pada 1915, pencetus psikologi analitik dari Swiss, Carl Jung, mengembangkan teori oedipus kompleks versi anak perempuan, yaitu electra kompleks (electra complex), dalam buku Theory of Psychoanalysis.

Electra diambil dari karakter Yunani Kuno yang berencana membunuh ibu dan ayah tirinya karena telah membunuh ayah kandungnya.

Bagi Jung, saat seorang anak perempuan memasuki masa falik, dia juga akan menunjukkan rasa ingin memiliki sang ayah, sehingga melihat sang ibu sebagai saingan. Karena sang ibu terlihat mendapat kasih sayang lebih dari sang ayah, anak pun cemburu.

Penyelesaiannya pun sama, yaitu memendam primal id terhadap sang ayah, lalu mulai menjadikan sang ibu teladan agar menjadi sepertinya. Hasilnya pun sama, yaitu pembentukan super-ego sebagai otoritas moral yang baik dan yang salah. Namun, Jung tidak menjelaskan bagaimana resolusi dari electra kompleks menghasilkan super-ego.

8. Penjelasan Freud mengenai electra kompleks

Anak perempuan tidak mau dengar ibunya. quickanddirtytips.com

Sebagai "guru" Jung, Freud mencoba melengkapi resolusi teori Electra. Freud lebih yakin bahwa oedipus adalah sebutan tepat baik untuk fenomena yang melanda anak laki-laki maupun perempuan yang menginginkan orang tua yang berlawanan jenis.

Selanjutnya, Freud berpendapat bahwa sang anak perempuan "menyalahkan" sang ibu karena terlahir tidak memiliki organ penis seperti sang ayah (penis envy). Nah, Freud yakin bahwa penis envy inilah yang membuka jalan bagi anak perempuan untuk mengembangkan super-ego dan agar berkembang dewasa.

Sama seperti oedipus, Freud mengatakan bahwa jika anak perempuan tidak menyelesaikan electra kompleks, mereka akan terlalu "bergantung" pada sang ayah. Hal tersebut mendorong sang anak perempuan untuk mencari pasangan yang sama seperti ayah mereka, dari segi usia atau fisik.

9. Kontroversi yang menyertai teori oedipus

Anak-anak laki-laki suku Trobriand. remotelands.com

Saat para ahli mendengar teori oedipus kompleks milik Freud, kontroversi pun muncul. Mereka berpendapat bahwa teori oedipus tidak seharusnya diciptakan untuk laki-laki dan perempuan, karena perkembangan seksualnya tidak sama.Oleh karena itu, pendekatan maskulin terhadap perkembangan seksualitas feminin dianggap tidak relevan.

Dalam buku Sex and Repression in Savage Society tahun 1927, antropolog Polandia-Amerika, Bronisław Malinowski, membantah keuniversalan oedipus kompleks. Studi Malinowski terhadap penduduk Kepulauan Trobriand, Papua Nugini, menunjukkan hubungan normal antara ayah dan anak. Sebaliknya, sang sepupu bertugas sebagai pendisiplin. Dalam kasus ini, oedipus kompleks tidak akan berjalan seperti yang dijelaskan Freud.

Selain itu, keakuratan teori oedipus kompleks Freud perlu dipertanyakan. Kenapa? Freud hanya mengambil satu sampel kasus dari seorang anak berusia 5 tahun bernama Hans pada 1909, setahun sebelum Freud mencetuskan istilah tersebut. Hal tersebut membuat objektivitas riset Freud sebenarnya dipertanyakan.

Baca Juga: Ajarkan Anakmu Edukasi Seks Sejak Dini, Begini 5 Cara Sesuai Tahapnya!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya