TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Silent Migraine: Gejala, Penyebab, dan Pengobatan

Migrain dengan aura yang tidak disertai sakit kepala

ilustrasi silent migrain (pexels.com/George Milton)

Buat yang sering mengalami migrain, kamu mungkin tahu betapa bisa menyiksanya sakit kepala sebelah ini. Namun, beberapa orang mengalami migrain yang tidak menyebabkan rasa sakit. Ini sering disebut silent migraine. Walaupun tidak menyebabkan rasa sakit fisik khas migrain, tetapi silent migraine bisa memicu gejala lain yang melemahkan.

Pendeknya, silent migraine adalah migrain dengan aura yang tidak disertai sakit kepala. Ini sebelumnya dikenal sebagai acephalgic migraine. Berikut ulasan gejala, penyebab, diagnosis, hingga pengobatan silent migraine.

1. Gejala

ilustrasi kesemutan (pexels.com/Rodolfo Clix)

Gejala silent migraine bervariasi dari orang ke orang. Akan tetapi, ada beberapa tanda khas yang harus diwaspadai.

1. Gangguan penglihatan

Masalah penglihatan adalah gejala aura migrain yang paling umum. Menurut tinjauan penelitian, gangguan penglihatan terjadi pada 98 hingga 99 persen kasus, merujuk studi dalam The Journal of Headache and Pain tahun 2019. Kamu mungkin mengalami:

  • Titik buta.
  • Melihat titik atau bintik.
  • Zigzag atau garis bergerigi.
  • Kehilangan penglihatan sementara.

2. Perubahan sensorik

Gangguan sensorik (alias parestesia) biasanya terjadi bersamaan dengan aura visual. Mereka cukup umum dan terjadi pada sekitar 36 persen kasus.

Kamu mungkin merasakan kesemutan, mati rasa, atau getaran "kesemutan" di mana saja di tubuh. Beberapa orang juga mendengar suara-suara yang sebetulnya tidak ada. Selain itu, ada pula pasien yang melaporkan keluhan mual dan muntah.

3. Masalah bicara

Gangguan bahasa dan bicara terjadi pada sekitar 10 persen aura. Kamu berbicara seperti menggumam atau bicara cadel. Beberapa orang juga mengalami kesulitan untuk membentuk kata-kata atau berkonsentrasi.

Baca Juga: Migrain Basilar: Gejala, Penyebab, Diagnosis, Pengobatan

2. Penyebab dan faktor risiko

ilustrasi kurang tidur (pexels.com/AndreaPiacquadio)

Penyebab pasti migrain tidak diketahui, tetapi faktor genetik dan lingkungan kemungkinan berperan.

Migrain dapat terjadi karena aktivitas otak abnormal yang memengaruhi saraf dan pembuluh darah. Perubahan bahan kimia otak, seperti serotonin, juga bisa menjadi faktor penyebabnya.

Beberapa faktor yang dapat memicu serangan migrain, antara lain:

  • Makanan tertentu.
  • Alkohol dan kafein.
  • Perubahan kebiasaan tidur.
  • Perubahan cuaca atau tekanan barometrik.
  • Fluktuasi estrogen pada perempuan.
  • Aktivitas fisik yang intens.
  • Rangsangan sensorik, seperti cahaya terang, suara keras, dan bau yang kuat.
  • Stres.
  • Penggunaan beberapa obat, seperti kontrasepsi oral dan vasodilator.

Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko silent migraine dan jenis migrain lainnya, yang dapat meliputi:

  • Jenis kelamin: Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), perempuan hingga tiga kali lebih mungkin mengalami migrain daripada laki-laki. Ini terutama disebabkan oleh fluktuasi hormon. Risiko migrain meningkat selama kehamilan, menstruasi, dan menopause.
  • Usia: Risiko migrain paling tinggi pada orang berusia 35–45 tahun. Namun, migrain dapat memengaruhi usia yang lebih muda maupun lebih tua. Serangan migrain umumnya memuncak pada usia 30-an, dan tingkat keparahan serta frekuensi serangan umumnya menurun seiring bertambahnya usia.
  • Riwayat keluarga: Orang dengan anggota keluarga dekat yang mengalami migrain lebih mungkin untuk memilikinya.

3. Diagnosis

ilustrasi pemindaian MRI (netdoctor.co.uk)

Gejala aura dapat menyerupai gejala kondisi serius lainnya seperti stroke ringan, stroke, dan meningitis. Jadi, untuk memastikan diagnosis harus lewat pemeriksaan dokter. Apabila kamu mengalami tanda-tanda aura untuk pertama kalinya, temui dokter untuk mendapatkan diagnosis.

Dokter mungkin dapat mendiagnosis silent migraine berdasarkan riwayat keluarga dan pemeriksaan fisik. Jika gejalanya parah atau baru, beberapa tes dapat dilakukan, seperti:

  • Tes darah.
  • CT scan.
  • MRI.
  • Pungsi lumbal.

4. Pengobatan

ilustrasi akupunktur (pixabay.com/massagenerds)

Tidak ada obat untuk migrain. Namun, serangan silent migraine mungkin hilang dengan sendirinya. Seseorang juga bisa menggunakan pereda nyeri yang dijual bebas untuk meredakan gejala dalam jangka pendek. Aspirin, ibuprofen, atau naproxen adalah pilihan yang banyak digunakan.

Jika gejala silent migraine sangat parah, atau serangan sering terjadi, dokter mungkin akan meresepkan obat seperti:

  • Antidepresan trisiklik (seperti nortriptyline atau amitriptyline).
  • Reseptor antagonis salcitonin gene-related peptide (CGRP).
  • Toksin botulinum (Botox).
  • Obat-obatan seperti beta-blocker (seperti metoprolol dan propranolol).

Beberapa orang juga mungkin mendapatkan manfaat dari terapi alternatif seperti:

  • Akupunktur.
  • Pijat terapi.
  • Terapi perilaku.
  • Aktivitas penghilang stres.

Bicarakan dengan dokter sebelum mencoba pengobatan migrain baru.

Baca Juga: 10 Tips Ampuh Menghilangkan Migrain saat Traveling, Enjoy!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya