TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bekerja Berlebihan Bisa Meningkatkan Risiko Stroke? Ini Penjelasannya!

Jangan terlalu sering membiasakan overworking

ilustrasi jam kerja berlebih (pexels.com/Bich Tran)

Stroke merupakan kondisi gawat darurat sehingga harus mendapatkan pertolongan sesegera mungkin. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa stroke menjadi penyebab kematian nomor 2 dan penyebab disabilitas nomor 3 di seluruh dunia. Selain itu, WHO memperkirakan sekitar 70 persen kasus stroke terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Menurut data Riskesdas dari Kementerian Kesehatan, sebanyak 10,9 per 1.000 penduduk di Indonesia mengalami stroke pada tahun 2018. Terdapat berbagai faktor risiko stroke antara lain memiliki tekanan darah tinggi, diabetes, hingga faktor gaya hidup seperti memiliki berat badan berlebih dan kurangnya aktivitas fisik.

Sering menjadi perhatian sekarang ini, bekerja berlebihan juga disebut bisa meningkatkan risiko stroke. Benarkah demikian?

1. Mengenal stroke

ilustrasi stroke (commons.wikimedia.org/https://www.scientificanimations.com)

Dilansir National Heart, Lung, and Blood Institute, stroke merupakan kondisi saat aliran darah ke otak menjadi terhambat. Ini disebabkan adanya sumbatan pembuluh darah di otak atau pembuluh darah otak yang pecah. Kondisi tersebut menyebabkan jaringan otak tidak mendapatkan darah.

Padahal, sel-sel otak memerlukan oksigen untuk dapat berfungsi dengan normal, seperti dijelaskan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC). Apabila tidak ada suplai oksigen, maka jaringan otak mengalami kerusakan dan mengalami kematian dalam beberapa menit. Maka dari itu, stroke membutuhkan pertolongan sesegera mungkin agar kerusakan otak yang terjadi tidak meluas.

Baca Juga: Kenali Gejala Stroke Ringan, kalau Dibiarkan Bisa Jadi Stroke!

2. Kerusakan jaringan otak

ilustrasi otak (unsplash.com/Robina Weermeijer)

CDC menjelaskan bahwa otak memiliki beragam fungsi, di antaranya mengendalikan gerak tubuh, menyimpan ingatan, berpikir, memahami bahasa, dan berbagai fungsi lainnya. Untuk dapat mengerjakan berbagai fungsi tersebut, sel-sel otak memerlukan oksigen yang cukup.

Ketika suplai darah yang mengandung oksigen berkurang, maka jaringan otak yang mengatur fungsi tertentu mengalami kerusakan dan mengalami kematian. Mengutip penjelasan American Association of Neurological Surgeons, sel otak yang mati tidak dapat beregenerasi sehingga penderitanya mengalami penurunan kognitif, penurunan kemampuan fisik, atau penurunan fungsi mental.

Menurut keterangan dari American Heart Association, efek stroke yang dialami tiap orang dapat berbeda-beda, tergantung lokasi dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan. Misalnya, apabila kerusakan terjadi pada area otak yang mengatur penglihatan, maka kemungkinan yang dapat terjadi yaitu disabilitas penglihatan. Semakin luas jaringan otak yang rusak, maka semakin parah stroke yang dialami.

3. Jam kerja berlebih meningkatkan risiko stroke

ilustrasi kerja lembur (unsplash.com/Kaitlyn Baker)

Sebuah jurnal yang diterbitkan The Lancet dengan judul “Long working hours and risk of coronary heart disease and stroke" tahun 2015 menilai jam kerja yang berlebih sebagai faktor risiko penyakit jantung koroner dan stroke. Penelitian tersebut melibatkan lebih dari 600 ribu subjek dari data yang diperoleh dari 25 studi di Amerika Serikat, Eropa, dan Australia.

Hasilnya, peneliti menemukan bahwa mereka yang bekerja lebih dari 55 jam per minggu memiliki risiko stroke lebih tinggi daripada mereka yang bekerja dalam waktu normal (35 sampai 40 jam per minggu). Ini menunjukkan bahwa jam kerja berlebih dalam jangka panjang tidak baik untuk kesehatan tubuh.

4. Jam kerja berlebih menurunkan aktivitas fisik

ilustrasi duduk terlalu lama (pexels.com/Ruslan Burlaka)

Masih mengutip jurnal yang sama, kematian mendadak karena terlalu banyak bekerja sering kali disebabkan oleh stroke. Hal tersebut juga diyakini akibat respons stres yang terjadi berulang.

Aktivitas fisik yang kurang mungkin berhubungan dengan jam kerja yang panjang dan stroke. Hipotesis ini didukung karena adanya bukti peningkatan risiko stroke pada mereka yang duduk dalam waktu lama saat bekerja.

Beberapa bukti meskipun tidak konsisten juga menunjukkan mereka yang bekerja lebih lama cenderung mengabaikan gejala penyakit. Akibatnya, mereka cenderung tidak menghiraukan gejala kardiovaskular akut yang sedang dirasakan dan cenderung menunda memeriksakan diri ke dokter.

Baca Juga: 5 Mitos Keliru seputar Stroke, Ketahui Faktanya!

Verified Writer

Dewi Purwati

Health enthusiast

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya