TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Perlukah Melakukan Vaginal Seeding untuk Bayi yang Lahir Sesar?

Mengusapkan cairan vagina ibu pada bayi baru lahir 

ilustrasi kelahiran bayi sesar (pexels.com/Jonathan Borba)

Ada anggapan bahwa bayi yang terlahir secara sesar memiliki sistem kekebalan tubuh yang rentan karena tidak memiliki mikrobioma (kumpulan bakteri) baik yang disalurkan dari ibunya seperti pada persalinan normal. Akibatnya, mereka jadi sedikit lebih mudah terpapar penyakit, seperti alergi, asma, atau penyakit lainnya.

Karena alasan inilah, muncul sebuah gagasan yang disebut dengan vaginal seeding atau pembibitan vagina. Ini merupakan praktik menyeka bayi dengan cairan vagina ibu untuk mentransfer bakteri baik dari ibu ke anak sehingga dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh.

Sayangnya, praktik ini kontroversial. Meski ada penelitian yang mengonfirmasi keuntungan praktik tersebut, banyak ahli yang tidak yakin tentang keamanan dan keefektifannya dalam memperkuat sistem kekebalan tubuh bayi baru lahir. Yuk, baca terus artikel di bawah ini untuk memahaminya lebih lanjut.

1. Apa itu vaginal seeding? 

ilustrasi bayi baru lahir (pexels.com/Vidal Balielo Jr.)

Seperti yang disinggung sebelumnya, vaginal seeding merupakan praktik pemberian cairan vagina pada bayi yang dilahirkan secara sesar atau c-section. Ini dilakukan dengan menyeka mulut, wajah, dan seluruh tubuh bayi dengan cairan vagina ibu segera setelah kelahirannya.

Praktik yang juga disebut dengan microbirthing ini, memiliki tujuan untuk mentransfer bakteri baik dari ibu ke anak, seperti halnya yang terjadi secara alami pada persalinan melalui vagina (pervaginam). Sehingga bayi bisa mendapatkan mikrobioma sehat yang dianggap dapat menjaga dan memperkuat sistem imun mereka.

For your information, pada persalinan pervaginam, bayi yang keluar dari rahim dilindungi oleh cairan vagina. Cairan ini mengandung banyak bakteri baik yang membantu menjaga bayi tetap sehat dan tahan terhadap penyakit. Sedangkan bayi yang dilahirkan secara sesar, tidak mendapatkan flora vagina ini selama persalinannya, seperti yang dijelaskan laman Cleveland Clinic.

Baca Juga: Haruskah Membedong Bayi agar Kaki Bayi Tidak Bengkok?

2. Penelitian tentang vaginal seeding 

ilustrasi bayi (pexels.com/Rene Asmussen)

Gagasan tentang vaginal seeding bermula dari sebuah studi percontohan tahun 2016 yang berjudul “Partial Restoration of the Microbiota of Cesarean-born Infants via Vaginal Microbial Transfer”. Penelitian ini menguji apakah bayi yang dilahirkan secara sesar memiliki mikrobioma yang sama dengan yang dilahirkan secara pervaginam.

Dalam penelitian tersebut, dokter menempatkan sepotong kasa steril di dalam vagina ibu selama satu jam sebelum operasi sesar dilakukan. Dokter juga memastikan bahwa ibu tidak membawa patogen berbahaya yang dapat ditransferkan ke bayi.

Segera setelah kelahiran bayi, dokter menyeka kain kasa yang telah terkena cairan vagina pada bayi, mulai dari mulut, wajah, dan seluruh tubuh bayi. Hasil penelitian menyebut bahwa, bayi yang terlahir sesar yang mendapatkan cairan vagina ibu, memiliki mikrobioma yang mirip dengan bayi yang terlahir secara pervaginam. Sedangkan bayi yang tidak diseka tidak memiliki bakteri tersebut.

3. Kekhawatiran tentang vaginal seeding 

ilustrasi persalinan (pexels.com/Jonathan Borba)

Meski dianggap bermanfaat untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi, vaginal seeding menuai kontroversi di kalangan para ahli. Mereka menyebut bahwa penelitian terkait vaginal seeding ini sangat kecil dan tidak cukup kuat untuk mendukung praktik tersebut.

Para ahli juga mengkhawatirkan bahwa vaginal seeding justru dapat menyebarkan bakteri patogen berbahaya pada bayi. Misalnya streptokokus B (20 persen ibu hamil memilikinya), gonore, klamidia, human papillomavirus (HPV), herpes, dan HIV/AIDS.

Pemeriksaan prenatal sebelum melakukan vaginal seeding mungkin bisa dilakukan untuk mengantisipasi penularan mikroba patogen. Tetapi pemeriksaan ini tidak 100 persen akurat dan sebagian besar juga selesai pada 36 hingga 37 minggu. Ini dapat menyisakan waktu terjadinya infeksi lain, seperti dijelaskan laman International Childbirth Education Association (ICEA).

4. Praktik vaginal seeding yang direkomendasikan

ilustrasi bayi baru lahir (pexels.com/Vidal Balielo Jr.)

Karena sedikitnya bukti ilmiah yang mengonfirmasi keamanan dan keefektifan vaginal seeding, American College of Obstetrician and Gynecologists (ACOG) saat ini tidak merekomendasikan penerapan praktik tersebut. Berikut yang direkomendasikan ACOG terkait vaginal seeding:

  • ACOG tidak merekomendasikan vaginal seeding di luar konteks penelitian yang telah disetujui oleh dewan peninjau institusional. Ini hanya bisa dilakukan untuk pengujian  klinis.
  • Vaginal seeding sebaiknya tidak dilakukan sampai data yang memadai mengenai keamanan dan manfaatnya tersedia.
  • Jika pasien bersikeras melakukan vaginal seeding, diskusikan mengenai risiko penularan bakteri patogen pada bayi secara menyeluruh.
  • Menyusui eksklusif 6 bulan lebih direkomendasikan jika ibu tidak memiliki kondisi fisik atau medis yang melarangnya untuk menyusui.
  • Perlunya penelitian tambahan tentang keamanan dan manfaat vaginal seeding.

Baca Juga: 5 Fakta Sindrom Pipa Berkarat, Penyebab ASI Berdarah di Awal Menyusui

Verified Writer

Dwi wahyu intani

@intanio99

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya