TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sindrom Saethre-Chotzen: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengobatan

Menyebabkan kelainan bentuk kepala, wajah, dan jari

ilustrasi anak (unsplash.com/Hollie Santos)

Sindrom Saethre-Chotzen atau Saethre-Chotzen syndrome (SCS) adalah kelainan genetik langka yang memengaruhi bentuk normal dari kepala, wajah, dan jari. Bahkan, pada beberapa kasus sindrom ini juga bisa memengaruhi kecerdasan intelektual penderitanya.

Kelainan genetik yang juga dikenal sebagai acrocephalyosyndactyly tipe III ini biasanya terlihat pada bayi baru lahir, yaitu berupa tampilan fisik tengkorak yang berbeda dari sisi ke sisi.

1. Penyebab sindrom Saethre-Chotzen

ilustrasi mutasi genetik (verywellhealth.com)

Pada sebagian besar kasus, SCS disebabkan oleh mutasi gen TWIST1, yaitu gen yang menginstruksikan untuk pembentukan protein fungsional (protein faktor transkripsi) yang berperan penting dalam perkembangan awal. Protein ini juga berperan aktif dalam pembentukan tulang, otot, serta jaringan lain di kepala dan wajah.

Adanya mutasi pada gen TWIST1 memengaruhi perkembangan dan pematangan sel di tengkorak, wajah, dan anggota tubuh lain, sehingga mendasari terbentuknya karakteristik SCS.

Sementara itu, pada sebagian kecil kasus, sindrom ini disebabkan oleh penghapusan atau penataan ulang materi genetik di wilayah kromosom 7 yang mengandung gen TWIST1. Perubahan ini dapat menyebabkan penderita SCS mengalami disabilitas intelektual, keterlambatan perkembangan, dan kesulitan belajar.

Baca Juga: 7 Fakta Kraniosinostosis, Kelainan Bentuk Kepala pada Bayi

2. Tanda dari gejala sindrom Saethre-Chotzen

Tanda dan gejala fisik sindrom Saethre-Chotzen. (researchgate.net/Marly Aparecida Spadotto Balarin)

SCS merupakan kelainan bentuk fisik yang khas, yang ditandai dengan kraniosinostosis (fusi atau penggabungan dini tulang tengkorak) dan sindaktili (adanya selaput pada jari tangan atau kaki).

Gejala pada setiap pasien bisa bervariasi meski dalam satu keluarga yang sama. Kraniosinostosis menyebabkan tengkorak menyatu secara prematur di sepanjang jahitan koronal, yaitu garis pertumbuhan yang melewati bagian atas kepala dari telinga ke telinga. Kondisi ini mencegah pertumbuhan normal dan memengaruhi bentuk kepala dan wajah, seperti asimetri wajah, acrocephaly (bagian atas kepala tampak runcing), brachycephaly (kepala pendek atau lebar), plagiocephaly, trigonocephaly (kepala tampak berbentuk segitiga), atau dahi menonjol.  

Tak hanya itu, pada beberapa kasus, kraniosinostosis juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan yang tidak normal dalam tengkorak (tekanan intrakranial). Ini dapat menyebabkan sakit kepala, kehilangan penglihatan, kejang, bahkan kematian.

Sementara itu, sindaktili biasanya memengaruhi penderitanya dengan terbentuknya fusi kulit pada jari-jari, terutama pada jari kedua dan ketiga pada tangan atau kaki. Lebih jarang, sindaktili juga bisa meluas dari jari kedua ke jari keempat atau melibatkan jari kaki lainnya.

Malformasi tambahan pada jari tangan dan kaki mungkin juga terjadi, seperti brachydactyly, pembengkokan abnormal dari jari kelima (kelingking), dan/atau jari-jari kaki yang lebar dan menyimpang.  

Beberapa tanda tambahan yang mungkin juga dialami oleh orang-orang dengan SCS termasuk:

  • Dahi lebar dengan garis rambut rendah.
  • Pada area mata, mungkin terjadi ptosis (kelopak mata atas terkulai), jarak mata lebar, rongga mata dangkal (orbit), penyempitan abnormal pada saluran air mata (stenosis saluran lakrimal), atau mata juling (strabismus).
  • Hidung “berparuh”, jembatan hidung yang lebar.
  • Telinga kecil, posisi rendah, sering terjadi gangguan pendengaran ringan
  • Pada mulut, mungkin terjadi malformasi gigi tertentu, adanya gigi ekstra (supernumerary), rahang atas kecil (maksila hipoplastik) dengan tonjolan rahang bawah (prognatisme mandibula relatif).
  • Lebih jarang, pasien mungkin juga memiliki perawakan pendek, kelainan muskuloskeletal, kriptorkismus pada laki-laki, kelainan ginjal, dan/atau kelainan jantung.
  • Kebanyakan orang dengan SCS memiliki kecerdasan yang normal, tetapi pada beberapa kasus mungkin mengalami keterlambatan atau kesulitan belajar.

3. Kelainan ini bisa diwariskan oleh orang tua atau terjadi karena mutasi baru

Fitur wajah pada orang dengan sindrom Saethre-Chotzen. (researchgate.net)

Terjadinya SCS bisa karena pewarisan sifat dari orang tua atau karena mutasi baru (de novo) pada penderita. Pewarisan sifat dari orang tua yang terkena diturunkan secara autosomal dominan, di mana satu gen saja yang bermutasi, dapat menyebabkan kelainan ini.

Sementara itu, mutasi baru (de novo), terjadi secara spontan pada sel telur atau sperma, sehingga menyebabkan seseorang mengalami kelainan tanpa diturunkan dari orang tua. Anak laki-laki maupun perempuan memiliki peluang yang sama untuk mengembangkan SCS.

4. Diagnosis sindrom Saethre-Chotzen

ilustrasi diagnosis sindrom Saethre-Chotzen (pexels.com/Anna Shvets)

Diagnosis SCS biasanya didasarkan pada tanda dan gejala fisik. Namun, beberapa pengujian laboratorium mungkin juga dilakukan untuk mengesampingkan kondisi potensial lainnya. Pengujian dapat berupa:

  • Pencitraan diagnostik termask CT scan atau radiografi, untuk mengetahui anatomi tengkorak, tulang belakang, atau anggota tubuh lainnya
  • Pengujian genetik molekular, untuk mengetahui adanya mutasi atau penghapusan gen penyebab SCS.

Baca Juga: Sindrom Alpha-gal: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengobatan

Verified Writer

Dwi wahyu intani

@intanio99

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya