TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Dampak Negatif Membentak bagi Kesehatan Anak

Berdampak buruk bagi kesehatan fisik dan mental anak

ilustrasi memarahi anak (parenting.firstcry.com)

Setiap orangtua tentu menginginkan yang terbaik untuk anaknya, termasuk dalam hal parenting. Namun terkadang, tingkah laku anak-anak yang terkesan sembrono atau mungkin menjengkelkan, membuat orangtua emosi hingga akhirnya hilang kendali dan membentak sang anak karena perilakunya tersebut. Padahal, membentak anak justru tidak akan membawa dampak yang baik, dan malah bisa berakibat buruk di kemudian hari. 

Apalagi jika membentak anak dilakukan setiap hari, tentu dampaknya akan sangat buruk di kemudian hari. Menurut studi yang dilakukan oleh Universitas Michigan dan Pennsylvania, dan Universitas Negeri Michigan, anak yang diperlakukan lebih kasar dan yang kurang diberi kehangatan emosional oleh orangtuanya, menunjukkan sifat-sifat 'tidak berperasaan', termasuk kurangnya empati dan kompas moral. Selain itu, mereka juga lebih cenderung berperilaku agresif.

Selain bisa membuat anak berperilaku kurang baik, ternyata membentak anak juga bisa berdampak buruk bagi kesehatannya, lho. Dilansir berbagai sumber, berikut dampak negatif membentak bagi kesehatan anak. 

1. Bisa menyebabkan anak depresi

ilustrasi anak sedang sedih (additudemag.com)

Penggunaan memukul untuk mendisiplinkan anak telah menurun selama 50 tahun. Namun berteriak? Hampir semua orang terkadang masih membentak anak mereka, bahkan orangtua yang tahu itu tidak akan berhasil.

Sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun 2003 di Journal of Marriage and Family, menemukan bahwa 90 persen orangtua mengatakan mereka pernah membentak atau meneriaki anak-anak mereka di tahun sebelumnya. Dari keluarga dengan anak di atas usia 7 tahun, hampir 100 persen mengaku membentak anak mereka.  

Padahal, selain  membuat anak merasa terluka, takut, atau sedih, pelecehan verbal ini memiliki kemampuan untuk menyebabkan masalah psikologis yang lebih dalam yang terbawa hingga dewasa. Dilansir The New York Times, rumah tangga dengan insiden berteriak secara teratur, cenderung memiliki anak dengan harga diri yang lebih rendah dan tingkat depresi yang lebih tinggi. 

Sebuah studi yang terbit tahun 2014 di The Journal of Child Development, menunjukkan fakta bahwa berteriak menciptakan hasil yang mirip hukuman fisik pada anak-anak. Ini mengakibatkan peningkatan tingkat kecemasan, stres, dan depresi, bersama dengan peningkatan masalah perilaku.

Dalam studi yang melacak peningkatan masalah perilaku oleh anak berusia 13 tahun yang dimarahi, para peneliti juga menemukan peningkatan gejala depresi. Banyak penelitian lain juga menunjukkan koneksi antara pelecehan emosional dan depresi atau kecemasan. Gejala semacam ini bisa menyebabkan perilaku yang memburuk dan bahkan bisa berkembang menjadi tindakan yang merusak diri sendiri, seperti penggunaan narkoba atau peningkatan aktivitas seksual berisiko, mengutip Healthline.

2. Mengubah cara otak anak berkembang

ilustrasi anak memejamkan mata (studyfinds.org)

Berteriak dan teknik pengasuhan kasar lainnya bisa benar-benar mengubah cara otak anak berkembang. Itu karena manusia memproses informasi dan peristiwa negatif lebih cepat dan menyeluruh daripada yang baik, mengutip Healthline.

Sebuah studi membandingkan pemindaian MRI otak orang-orang yang mempunyai riwayat pelecehan verbal orangtua di masa kanak-kanak dengan pemindaian mereka yang tidak memiliki riwayat pelecehan. Mereka menemukan perbedaan fisik yang mencolok di bagian otak yang bertanggung jawab untuk memproses suara dan bahasa.

Baca Juga: Tegaskan 5 Hal Ini pada Anak untuk Mendidiknya, Gak Perlu Kekerasan!

3. Berteriak bisa menyebabkan anak mengalami nyeri kronis

ilustrasi anak memegang kepala yang sakit (chop.edu)

Berteriak tidak hanya menimbulkan luka emosional. Sebuah studi tahun 2007 menemukan hubungan antara pengalaman masa kecil yang negatif, termasuk disiplin dan pelecehan yang keras, dengan perkembangan selanjutnya dari kondisi kronis yang menyakitkan, seperti radang sendi, sakit kepala parah, masalah punggung dan leher, dan nyeri kronis lainnya.

Tidak ada kata terlambat untuk membuat perubahan dalam perilaku mengasuh anak atau mempelajari beberapa teknik baru. Jika orangtua banyak berteriak atau kehilangan kesabaran, maka mintalah bantuan. Seorang terapis atau bahkan orang lain bisa membantu orangtua mengatasi beberapa perasaan itu, dan mengembangkan rencana untuk menghadapinya dengan cara yang lebih  sehat. 

Selain itu, cobalah untuk tarik napas dalam-dalam dan berhenti sejenak saat kamu ingin meneriaki anak. Tindakan ini tidak hanya bermanfaat untuk kamu, namun juga untuk anak.

4. Meningkatkan risiko penyakit jantung, diabetes, asma, hingga kanker

ilustrasi anak menderita kanker (floridatoday.com)

Pelecehan verbal tidak hanya berdampak pada mental seorang anak, stres yang ditimbulkannya pada anak-anak bisa membuat mereka berisiko mengalami masalah kesehatan yang serius ketika mereka dewasa. Menurut Mayo Clinic, tingkat stres yang tinggi bisa menyebabkan penyakit seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, diabetes, dan obesitas. Ini juga bisa menyebabkan sakit kepala, masalah tidur, kelelahan, dan sakit perut.

Menurut penelitian baru yang telah ditemukan, orangtua yang memukul atau meneriaki anak-anak mereka, menempatkan mereka pada risiko masalah kesehatan yang lebih besar di kemudian hari, termasuk kanker. Para ilmuwan mengatakan mereka yang memukul atau meninggikan suara pada anak-anak, membuat mereka berisiko terkena kanker, penyakit jantung, dan asma. 

Mereka mengklaim hanya pukulan kecil dan teriakan yang bisa memiliki implikasi kesehatan jangka panjang yang sama dengan pelecehan dan trauma serius. Laporan tersebut menemukan penggunaan 'hukuman keras' di masa kanak-kanak meningkatkan risiko penyakit di kemudian hari. Dikatakan tautan itu dapat disebabkan karena memukul dan meneriaki anak-anak menyebabkan mereka stres.

Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh psikolog dari Plymouth di Devon yang diterbitkan dalam Journal of Behavior Medicine, tingkat stres yang meningkat kemudian menyebabkan perubahan biologis dalam diri seseorang, yang bisa menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Profesor Michael Hyland dari Fakultas Psikologi Universitas memimpin penelitian tersebut.

5. Gangguan kognisi, memori, dan pembelajaran

ilustrasi anak menutup wajahnya (edition.cnn.com)

Pengalaman masa kanak-kanak yang merugikan selama berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, menciptakan stres yang beracun. Contoh, stres kronis ini yaitu termasuk penganiayaan anak seperti kekerasan fisik, pelecehan emosional, pelecehan seksual, dan penelantaran.

Anak-anak tidak bisa secara efektif mengelola jenis stres ini sendiri. Saat sisten respons stres anak kecil diaktifkan untuk jangka waktu yang lama, perubahan permanen bisa terjadi di otak yang sedang berkembang. Stres beracun adalah berita buruk bagi perkembangan anak.

Stres beracun menghasilkan peningkatan pelepasan hormon stres seperti kortisol. Kadar kortisol tinggi yang berkelanjutan bisa menyebabkan pusat belajar dan memori (hipocampus), dan pusat fungsi eksekutif (korteks prefrontal) menyusut. Ini mengganggu perkembangan kognitif anak. Defisit kognitif yang dihasilkan dan kontrol impuls yang buruk, bisa berlanjut hingga dewasa.

Baca Juga: 5 Jenis Kekerasan pada Anak yang Jarang Disadari, Hati-hati!

Verified Writer

Eliza Ustman

'Menulislah dengan hati, maka kamu akan mendapatkan apresiasi yang lebih berarti'

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya