TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hiperkapnia: Penyebab, Gejala, Diagnosis, Pengobatan

Kadar karbon dioksida yang terlalu tinggi dalam darah

ilustrasi hiperkapnia (pexels.com/Sam Lion)

Hiperkapnia atau gagal napas adalah kondisi yang terjadi akibat kadar karbon dioksida terlalu tinggi dalam darah. Hal ini sering disebabkan oleh hipoventilasi atau gangguan pernapasan, yang mana kurangnya oksigen yang masuk ke paru-paru dan kurangnya karbon dioksida yang dikeluarkan.

Dilansir Verywell Health, hiperkapnia bisa menyebabkan efek seperti sakit kepala, pusing, kelelahan, serta komplikasi serius seperti kejang hingga kehilangan kesadaran.

Hiperkapnia juga bisa berkembang sebagai komplikasi penyakit paru-paru kronis seperti penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), bronkitis, emfisema, penyakit paru-paru interstisial, fibrosis kistik, serta beberapa penyakit neurologis dan juga otot.

Dirangkum dari berbagai sumber, berikut deretan fakta medis seputar hiperkapnia meliputi penyebab, gejala, faktor risiko, diagnosis, dan pengobatannya.

1. Penyebab

ilustrasi penyebab hiperkapnia (paramedicpractice.com)

Dilansir Medical News Today, hiperkapnia memiliki banyak penyebab, termasuk di antaranya:

  • PPOK: Merupakan istilah umum untuk beberapa kondisi yang memengaruhi pernapasan. Bentuk umum PPOK yaitu bronkitis kronis dan emfisema. Bronkitis kronis mengakibatkan peradangan dan juga lendir di saluran udara, sementara emfisema menyebabkan kerusakan pada kantung udara atau alveoli di paru-paru. Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute, asap rokok merupakan penyebab iritasi paru-paru paling umum yang menyebabkan PPOK. Selain itu, polusi udara dan paparan bahan kimia atau debu juga bisa menjadi penyebab. Emfisema dan bronkitis kronis bisa menyebabkan peningkatan kadar karbon dioksida dalam aliran darah. Namun, meski tidak semua orang dengan PPOK akan mengembangkan hiperkapnia, risiko akan meningkat seiring dengan perkembangan PPOK yang dideritanya.
  • Sleep apnea: Menurut National Sleep Foundation, antara 5 dan 20 persen orang dewasa menderita sleep apnea. Kondisi ini ditandai dengan pernapasan yang dangkal atau jeda napas ketika tidur. Kondisi ini bisa mengganggu tingkat oksigen dalam aliran darah dan membuang keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam tubuh.
  • Genetika: Dalam kasus jarang, kondisi genetik di mana hati gagal menghasilkan alfa-1-antitripsin (AAT) yang cukup bisa menyebabkan hiperkapnia. ATT adalah protein yang dibutuhkan untuk kesehatan paru-paru, sehingga defisiensi ATT merupakan faktor risiko PPOK.
  • Gangguan saraf dan masalah otot: Pada beberapa orang, saraf dan otot yang dibutuhkan untuk fungsi paru-paru yang benar, kemungkinan tidak bekerja dengan benar. Misalnya, distrofi otot bisa menyebabkan otot melemah, yang pada akhirnya menyebabkan masalah pernapasan. Gangguan lain pada sistem saraf atau otot yang bisa menyebabkan hiperkapnia meliputi amyotrophic lateral sclerosis (ALS), ensefalitis, sindrom Guillain-Barré, dan myasthenia gravis.

Penyebab lain dari tingginya kadar karbon dioksida dalam darah meliputi:

  • Aktivitas yang memengaruhi pernapasan, termasuk menyelam atau penggunaan ventilator.
  • Stroke batang otak, yang bisa memengaruhi pernapasan.
  • Hipotermia, keadaan darurat medis yang disebabkan oleh hilangnya panas secara cepat dari tubuh.
  • Sindrom hipoventilasi obesitas, kondisi ketika orang yang kelebihan berat badan tidak bisa bernapas dalam atau cukup cepat.
  • Overdosis obat tertentu, seperti opioid atau benzodiazepin.

Baca Juga: Hipoksemia: Penyebab, Gejala, Komplikasi, dan Pengobatan

2. Gejala

ilustrasi sesak napas (hackensackmeridianhealth.org)

Gejala hiperkapnia bisa berkisar dari ringan hingga berat. Pada gejala yang ringan, tubuh bisa dengan cepat memperbaiki gejala, untuk bernapas dengan lebih baik dan menyeimbangkan kadar karbon dioksida. Dilansir Healthline, gejala ringan hiperkapnia yaitu:

  • Kulit memerah.
  • Mengantuk atau tidak bisa fokus.
  • Sakit kepala ringan.
  • Merasa bingung atau pusing.
  • Merasa sesak napas.
  • Menjadi lelah atau kelelahan yang tidak normal.

Jika gejala-gejala di atas bertahan lebih dari beberapa hari, segera periksa ke dokter. Mereka bisa menentukan apakah kamu mengalami hiperkapnia atau kondisi lain yang mendasarinya.

Pada hiperkapnia yang parah, ini bisa menimbulkan lebih banyak ancaman. Ini bisa mencegah seseorang bernapas dengan benar. Tidak seperti hiperkapnia ringan, tubuh tidak bisa memperbaiki gejala parah dengan cepat. Hal ini dapat sangat berbahaya atau fatal jika sistem pernapasan mati.

Segera cari pertolongan medis bisa kamu memiliki satu atau lebih dari gejala berikut, terutama jika terdiagnosis dengan PPOK:

  • Kebingungan yang tidak dapat dijelaskan.
  • Perasaan abnormal paranoia atau depresi.
  • Kedutan otot abnormal.
  • Detak jantung yang tidak teratur.
  • Hiperventilasi.
  • Kejang.
  • Serangan panik.

3. Faktor risiko

ilustrasi rokok (IDN Times/Arief Rahmat)

Beberapa orang berisiko lebih tinggi mengembangkan hiperkapnia. Faktor risiko hiperkapnia yaitu:

  • Merokok: Perokok, terutama jika perokok berat, berisiko lebih tinggi terkena PPOK, kesulitan bernapas lainnya, hiperkapnia, dan penyakit paru-paru.
  • Menderita asma: Asma mengakibatkan saluran udara meradang dan juga menyempit. Hal tersebut bisa memengaruhi pernapasan dan kadar karbon dioksida dalam tubuh jika tidak terkontrol dengan baik.
  • Mengalami iritasi paru-paru: Seseorang yang bekerja dengan bahan kimia, debu, asap, atau penyebab iritasi paru-paru lainnya berisiko lebih tinggi menderita hiperkapnia.
  • Menderita PPOK: Orang dengan PPOK, terutama jika terdiagnosis pada tahap lanjut, bisa meningkatkan risiko terkena hiperkapnia.

4. Diagnosis

ilustrasi diagnosis hiperkapnia (provider.inogen.com)

Jika dokter curiga bahwa pasien menderita hiperkapnia, kemungkinan akan dilakukan tes darah dan pernapasan. Mengutip Healthline, tes gas darah arteri biasanya digunakan untuk mendiagnosis hiperkapnia. Tes ini bisa menilai kadar oksigen dan karbon dioksida dalam darah pasien dan memastikan tekanan oksigen pasien normal.

Selain itu, dokter kemungkinan juga menguji pernapasan pasien dengan menggunakan spirometri. Dalam tes ini, pasien bernapas dengan paksa ke dalam tabung. Spirometer yang terpasang mengukur seberapa banyak udara yang terkandung dalam paru-paru pasien dan seberapa kuat pasien bisa meniup.

Selain itu, sinar-X atau CT scan paru juga bisa membantu dokter untuk melihat apakah pasien menderita emfisema atau kondisi paru-paru terkait lainnya.

Baca Juga: 7 Penyebab Sesak Napas pada Malam Hari, Alergi hingga Masalah Jantung

Verified Writer

Eliza Ustman

'Menulislah dengan hati, maka kamu akan mendapatkan apresiasi yang lebih berarti'

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya