TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sindrom Crouzon: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengobatan

Salah satu kelainan bentuk tengkorak dan wajah

Sindrom Crouzon adalah kelainan genetik yang ditandai dengan kraniosinostosis, mengakibatkan kelainan bentuk tengkorak dan wajah. (pexels.com/RODNAE Productions)

Sindrom Crouzon adalah kelainan genetik langka yang ditandai dengan kraniosinostosis, yang mengakibatkan kelainan bentuk tengkorak dan wajah.

Pada kondisi ini, batas yang menghubungkan tulang tengkorak (jahitan) menutup lebih awal dari biasanya. Fusi awal tengkorak ini merupakan ciri khas dari sekelompok kondisi yang disebut dengan kraniosinostosis.

Menurut sebuah laporan dalam Journal of Indian Society of Pedodontics and Preventive Dentistry tahun 2013, sindrom Crouzon menyumbang sekitar 4,8 persen dari seluruh kasus kraniosinostosis.

Tergolong langka, dilansir MedlinePlus, sindrom ini memengaruhi sekitar 1 dari 16 juta bayi baru lahir. Tanda-tandanya bisa dimulai pada beberapa bulan pertama kehidupan pertama bayi dan berlanjut hingga usia 2-3 tahun. Sindrom Crouzon melibatkan sistem muskuloskeletal tubuh yang meliputi tulang, otot, persendian, dan tulang rawan.

Bayi dengan penyakit langka ini kemungkinan memiliki ciri fisik yang kurang berkembang atau ukurannya tidak normal. Jika efek fisik dari kondisi ini menyebabkan defisit kognitif, biasanya bisa disembuhkan dengan operasi (misalnya untuk mengurangi tekanan pada otak).

Anak-anak dengan sindrom Crouzon biasanya memiliki perkembangan kognitif yang normal. Namun, anak-anak yang lahir dengan kondisi ini juga bisa memiliki kondisi genetik atau perkembangan lain yang memengaruhi kognisi dan kecerdasan.

1. Diidentifikasi pada tahun 1912 oleh seorang ahli saraf dari Prancis

ilustrasi anak dengan sindrom Crouzon (samebutdifferentcic.org.uk)

Berdasarkan sebuah laporan yang diterbitkan oleh StatPearls, sindrom Crouzon diidentifikasi pertama kali pada tahun 1912 oleh seorang ahli saraf Prancis, yaitu Louis Edouard Octave Crouzon.

Ia menggambarkan sindrom herediter ini merupakan sinostosis kraniofasial pada ibu dan anak, yakni tiga serangkai kelainan bentuk tengkorak, anomali pada wajah, dan proptosis.

Baca Juga: 7 Fakta Kraniosinostosis, Kelainan Bentuk Kepala pada Bayi

2. Penyebab sindrom Crouzon

ilustrasi anak dengan sindrom Crouzon (chop.edu)

Sindrom Crouzon bersifat genetik, sehingga tidak disebabkan oleh apa pun yang terjadi selama kehamilan. Dilansir Healthline, sindrom ini disebabkan oleh mutasi pada gen FGFR2.

Ketika embrio tumbuh, maka gen ini mengontrol kapan sel yang belum matang menjadi sel tulang. Pada sindrom Crouzon, mutasi pada gen FGFR2 ini memengaruhi protein FGFR, sehingga menyebabkannya berperilaku tidak normal pada tulang tertentu yang sedang tumbuh di tengkorak. Hal ini mengakibatkan fusi prematur sendi fibrosa (jahitan) di antara tulang-tulang ini.

Para penderitanya memiliki kemungkinan sekitar 50 persen untuk menurunkan kondisi ini kepada anaknya. Meski begitu, kondisi ini tak selalu diturunkan. Beberapa bayi dilahirkan dengan sindrom Crouzon adalah yang pertama di keluarganya yang memiliki kondisi langka tersebut. Pada kasus ini, maka disebut sebagai mutasi de novo.

3. Bentuk wajah yang tidak normal dan mata juling merupakan gejala umum sindrom Crouzon

ilustrasi fitur kepala pada pasien sindrom Crouzon (radiopaedia.org/Dr Hani Makky Al Salam)

Gejala sindrom Crouzon meliputi:

  • Kepala pendek dan lebar atau panjang dan sempit
  • Bentuk wajah tidak normal
  • Dahi membesar
  • Bagian tengah wajah yang dangkal, yang bisa menyebabkan kesulitan bernapas
  • Dahi tinggi
  • Mata melotot dan lebar
  • Rongga mata yang dangkal, yang bisa menyebabkan masalah penglihatan
  • Mata juling atau strabismus
  • Bola mata yang menonjol
  • Hidung kecil seperti paruh
  • Keterbelakangan rahang atas yang bisa menyebabkan kesulitan makan
  • Telinga rendah
  • Masalah pendengaran dengan kemungkinan saluran telinga sempit
  • Kehilangan penglihatan
  • Kelopak mata yang miring ke bawah
  • Pipi pipih
  • Pembukaan di bibir (celah bibir) atau langit-langit mulut (celah langit-langit)
  • Gigi berjejal
  • Gigitan tidak cocok

Gejala-gejala di atas kemungkinan bisa lebih parah pada beberapa bayi. Sebagian kecil anak-anak yang menderita sindrom Crouzon juga memiliki kondisi kulit yang disebut dengan akantosis nigrikans. Kondisi ini menyebabkan bercak kulit yang gelap, tebal, dan kasar terbentuk di lipatan seperti ketiak, leher, belakang lutut, dan selangkangan.

4. Sekitar 30 persen anak dengan sindrom Crouzon mengembangkan hidrosefalus

ilustrasi hidrosefalus (commons.wikimedia.org/BruceBlaus)

Mengutip Medical News Today, sekitar 30 persen anak-anak yang menderita sindrom Crouzon mengembangkan hidrosefalus.

Hidrosefalus adalah kondisi yang memengaruhi aliran cairan di otak dan saluran tulang belakang. Kondisi ini bisa mengakibatkan peningkatan tekanan di tengkorak (tekanan intrakranial), yang bisa memengaruhi perkembangan otak dan menyebabkan anak kesulitan belajar.

5. Komplikasi yang bisa terjadi

ilustrasi bayi (unsplash.com/Aditya Romansa)

Selain hidrosefalus, sindrom Crouzon juga bisa menyebabkan kesulitan bernapas yang bisa mengancam jiwa jika tidak segera ditangani. Semua pasiennya berisiko mengalami tekanan intrakranial dan kesulitan bernapas, yang kemungkinan membutuhkan prosedur pembedahan.

Selain itu, beberapa komplikasi juga bisa terjadi, seperti:

  • Gangguan pendengaran
  • Kehilangan penglihatan
  • Peradangan di depan mata (paparan keratitis) atau di selaput yang melapisi bagian putih mata (paparan konjungtivis)
  • Pengeringan lapisan luar mata yang bening (kornea)
  • Sleep apnea atau masalah pernapasan lainnya

6. Diagnosis sindrom Crouzon

ilustrasi sindrom Crouzon (verywellheatlh.com)

Dalam proses diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan mengajukan pertanyaan tentang riwayat kesehatan keluarga pasien.

Selain itu, dokter juga akan menggunakan tes pencitraan seperti sinar-X, CT scan, dan pemindaian MRI untuk mencari jahitan yang menyatu dan peningkatan tekanan di tengkorak. Selain itu, tes untuk mencari mutasi pada gen FGFR2 juga dapat dilakukan.

Baca Juga: Retinoblastoma, Kanker Mata Langka yang Sering Menyerang Anak-anak

Verified Writer

Eliza Ustman

'Menulislah dengan hati, maka kamu akan mendapatkan apresiasi yang lebih berarti'

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya