TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Penyakit Batten: Penyebab, Gejala, Diagnosis, Pengobatan

Kelainan bawaan yang bikin anak terkena demensia dini

ilustrasi anak dengan penyakit Batten (unsplash.com/Vitolda Klein)

Penyakit Batten adalah kelainan bawaan yang fatal pada sistem saraf, yang umumnya dimulai sejak masa kanak-kanak. Penyakit ini dinamai sesuai dengan nama dokter anak asal Inggris yang pertama kali mendeskripsikannya pada tahun 1903, yaitu Frederick E. Batten.

Juga dikenal sebagai penyakit Spielmeyer-Vogt-Sjögren-Batten, ini merupakan bentuk paling umum dari sekelompok kelainan yang disebut dengan neuronal ceroid lipofuscinosis (NCL) tipe 2. 

Meski awalnya penyakit Batten merujuk secara khusus ke bentuk NCL remaja (JNCL), tetapi kini istilah penyakit Batten semakin banyak digunakan dokter spesialis anak untuk menggambarkan seluruh bentuk NCL.

Kebanyakan anak mulai menunjukkan gejala antara usia 5 dan 10 tahun. Saat gejala muncul, anak yang sebelumnya sehat kemungkinan akan mulai menunjukkan tanda-tanda kejang atau masalah penglihatan.

Penyakit Batten sering kali berakibat fatal pada akhir usia belasan atau 20-an. Kebanyakan orang dengan penyakit ini akan meninggal dunia pada usia remaja atau awal 20-an.

1. Penyebab

ilustrasi anak belajar (unsplash.com/Jerry Wang)

Penyakit Batten diturunkan secara autosomal resesif, yang berarti bahwa seorang anak perlu mewarisi dua gen yang rusak (satu dari masing-masing orang tua) untuk mengembangkan penyakit langka ini.

Jika kedua orang tua membawa satu gen yang rusak, maka masing-masing anak dari pasangan tersebut mempunyai peluang satu dari empat untuk mengembangkan NCL.

Selain itu, setiap anak juga mempunyai peluang satu dari dua, untuk mewarisi hanya satu salinan gen yang rusak, dan menjadikannya pembawa gen (carrier). Ini berarti mereka bisa menurunkan gen tersebut ke anak-anak mereka, meski mereka tidak mengembangkan penyakit tersebut.

Dilansir News Medical Life Sciences, gejala yang muncul disebabkan oleh penumpukan zat yang disebut dengan lipopigmen, yaitu gabungan lemak dan protein di jaringan tubuh. Endapan lipopigmen ini menumpuk di mata, otak, kulit, otot, dan jaringan lain, sehingga merusak neuron (sel-sel saraf dan cabang-cabang halusnya) di retina dan sistem saraf pusat.

Baca Juga: Hipomagnesemia: Penyebab, Gejala, Komplikasi, Pengobatan

2. Gejala

ilustrasi anak sakit (pexels.com/cottonbro)

Gejala awal penyakit Batten biasanya muncul antara usia 5 dan 10 tahun, yang dimulai dengan masalah penglihatan atau kejang. Dalam beberapa kasus penyakit Batten, tanda-tanda awalnya tidak kentara, seperti perubahan kepribadian dan perilaku, lambat dalam belajar, kecanggungan, atau tersandung.

Seiring waktu, anak akan mengalami gangguan kognitif, kejang yang memburuk, kehilangan penglihatan, kehilangan keterampilan motorik secara progresif, serta demensia dini. Pada akhirnya, anak bisa mengalami kebutaan, terbaring di tempat tidur, dan berdampak buruk pada kondisi kejiwaannya.

3. Seberapa umum angka kejadian penyakit neurodegeneratif ini?

ilustrasi anak dengan penyakit Batten (pexels.com/cottonbro)

Penyakit Batten adalah penyakit neurodegeneratif paling umum pada masa kanak-kanak. Dilansir Texas Children's Hospital, penyakit Batten dan bentuk NCL lainnya relatif jarang, dan terjadi pada sekitar 2 hingga 4 dari setiap 100.000 kelahiran hidup di Amerika Serikat (AS), sebagai contoh.

Penyakit ini umumnya lebih banyak ditemukan di Finlandia, Swedia, bagian lain dari Eropa Utara, dan Newfoundland, Kanada. Meski diklasifikasikan sebagai penyakit langka, tetapi NCL sering menyerang lebih dari satu orang dalam keluarga yang membawa gen yang rusak.

4. Diagnosis

ilustrasi pemeriksaan mata (unsplash.com/Nrd)

Dokter akan mengawali proses diagnosis dengan pemeriksaan mata, karena gejala awal penyakit Batten melibatkan penglihatan. Studi elektrofisiologi khusus pada mata seperti respons visual-evoked atau elektroretinogram (ERG) bisa dilakukan.

Selain itu, dokter juga akan mengajukan pertanyaan seputar gejala-gejala yang dialami pasien.

Dokter juga kemungkinan akan memerlukan tes diagnostik lain seperti:

  • Electroencephalogram (EEG) untuk mencari aktivitas kejang.
  • Pemindaian MRI untuk mencari perubahan pada otak
  • Sampel kulit atau jaringan (biopsi) yang diperiksa dengan mikroskop untuk mencari penumpukan lipofuskin.

Baca Juga: Kriptosporidiosis: Penyebab, Gejala, Komplikasi, Pengobatan

Verified Writer

Eliza Ustman

'Menulislah dengan hati, maka kamu akan mendapatkan apresiasi yang lebih berarti'

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya