TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kabut Otak atau Brain Fog, Gangguan saat Kamu Sulit Fokus

Bisa bikin sulit fokus, mengingat, dan memperhatikan sekitar

ilustrasi seseorang mengalami kabut otak (Pexels.com/Andrew Neel)

Banyak orang pernah mengalami momen ketika tidak dapat fokus atau sulit konsentrasi saat memikirkan suatu hal. Ini disebut sebagai brain fog atau kabut otak. Kondisi ini bisa dialami siapa saja dan penyebabnya beragam.

Kabut otak sebetulnya bukan istilah medis resmi, melainkan istilah yang menggambarkan kondisi konsentrasi yang buruk, bingung, berpikir lebih lambat dari biasanya, dan pikiran kabur. Seperti ada kabut yang mengelilingi otak sehingga kamu tidak dapat berpikir dengan jernih, dari sinilah istilah "kabut otak" muncul.

Kondisi ini tentu bisa mengganggu aktivitas. Walaupun merupakan masalah kesehatan umum, tetapi kabut otak bisa menandakan kondisi medis yang mendasarinya. 

1. Definisi dan sejarah kabut otak

ilustrasi seseorang mengalami kabut otak (Pexels.com/Leah Kelley)

Kabut otak bukanlah diagnosis resmi, melainkan istilah luas untuk menggambarkan beberapa gejala kognitif umum yang dialami seseorang. Ini bisa bervariasi, tetapi umumnya berpusat pada gagasan bahwa pemikiran atau ingatan tidak seefisien atau seefektif dulu, dilansir Everyday Health.

Mengutip laporan dalam Journal of Neurology, Neurosurgery and Psychiatry tahun 2023, brain fog diperkirakan berasal dari istilah "brain fag", frasa yang diciptakan pada tahun 1850 oleh dokter asal Inggris, James Tunstall.

Ia menggunakan istilah ini untuk mendeskripsikan kelelahan mental pada "pekerja otak" seperti pengacara, guru, penulis, dan mahasiswa, yang mengalaminya sebagai konsekuensi dari belajar berlebihan.

Pada tahun 1960-an, "brain fag syndrome" ditambahkan ke dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) edisi ke-4 untuk mendeskripsikan "ketegangan akademik yang berlebihan".

Pada masa kini, meskipun istilah umum telah berubah, kabut otak digunakan untuk menggambarkan gejala yang terkait dengan berbagai kondisi medis, serta akibat kelelahan dan kerja berlebihan dalam masyarakat modern.

Baca Juga: Brain Fog akibat Long COVID, Apakah Bisa Disembuhkan?

2. Dampak kabut otak

ilustrasi seseorang mengalami kabut otak (Pexels.com/Ketut Subiyanto)

Dilansir Medical News Today, kabut otak dapat memengaruhi:

  • Memori, termasuk kemampuan untuk menyimpan dan mengingat informasi.
  • Penggunaan dan pemahaman bahasa.
  • Kemampuan mengolah dan memahami informasi
    keterampilan visual dan spasial untuk menggambar, mengenali bentuk, dan menavigasi ruang.
  • Kemampuan menghitung dan menyelesaikan masalah.
  • Kemampuan fungsi eksekutif untuk mengatur, memecahkan masalah, dan perencanaan.

Jika satu atau lebih dari fungsi di atas tidak bekerja secara efektif, maka kamu akan sulit untuk memahami, fokus, dan mengingat sesuatu. Ini dapat menyebabkan stres dan kelelahan mental.

Kabut otak dapat hadir secara berbeda pada setiap orang. Menurut artikel dalam publikasi New Scientist tahun 2022, beberapa gejala umum kabut otak dapat mencakup:

  • Kurangnya kejernihan mental.
  • Masalah memori.
  • Ketidakmampuan untuk fokus.

3. Penyebabnya mulai dari gaya hidup hingga penyakit

ilustrasi seseorang mengalami kabut otak (Pexels.com/energepic.com)

Berdasarkan laporan dalam jurnal Clinical Autonomic Research tahun 2013, beberapa skenario atau faktor lingkungan dapat menyebabkan kabut otak, seperti:

  • Stres.
  • Kurang tidur.
  • Berdiri terlalu lama.
  • Nutrisi buruk (misalnya defisiensi vitamin B12)
  • Perubahan hormonal dalam tubuh (misalnya menopause).

Kabut otak bisa bisa menjadi gejala beberapa penyakit. Merujuk pada laporan dalam jurnal Frontiers in Neuroscience tahun 2015, beberapa penyakit ini bisa meliputi:

  • Myalgic encephalomyelitis/chronic fatigue syndrome (ME/CFS) dikaitkan dengan kelelahan yang terus-menerus dan sering melumpuhkan, tidur yang tidak menyegarkan, dan masalah kognitif.
  • Fibromialgia menyebabkan nyeri otot yang menyebar, begitu juga dengan masalah pada suasana hati, tidur, dan kognitif.
  • Infeksi virus, misalnya COVID-19 dan human immunodeficiency virus (HIV), yang dapat menyebabkan kelelahan mental dan beberapa gangguan kognitif.
  • Postural orthostatic tachycardia syndrome (POTS) menyebabkan pingsan dan pening saat berdiri. Gejala tambahannya bisa berupa kelelahan dan masalah kognitif.
  • Penyakit autoimun (kondisi ketiba sistem imun salah mengira jaringan sehat sebagai penyerbu asing dan menyerangnya) yang terkait dengan kabut otak antara lain multiple sclerosis, penyakit seliaka, penyakit Hashimoto, lupus, artritis reumatoid, sindrom Sjögren.

Walaupun penyebab kabut otak dalam skenario/kondisi di atas tidak diketahui secara pasti, tetapi berdasarkan laporan dalam Journal of Clinical Investigation tahun 2020, para ahli berteori kemungkinan penyebabnya antara lain:

  • Respons inflamasi di dalam otak.
  • Gangguan metabolisme energi otak.
  • Penurunan aliran darah di dalam otak.

4. Cara mengatasi kabut otak

ilustrasi seseorang mengalami kabut otak (Pexels.com/Andrea Piacquadio)

Perawatan kabut otak tergantung pada penyebab yang mendasarinya.

Kabut otak dapat hilang dengan cara sederhana seperti menghentikan pengobatan tertentu, mengonsumsi suplemen vitamin, atau tidur malam yang nyenyak. Namun, kabut otak yang terkait dengan penyakit mungkin butuh waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan untuk bisa membaik atau teratasi. Bahkan, kabut otak bisa dialami seumur hidup seiring kondisi penyakit yang mendasarinya, dilansir Verywell Health.

Tergantung kondisi kesehatan, dokter dapat meresekomendasikan terapi yang berbeda. Sebagai contoh:

  • Transcranial direct-current stimulation untuk memperbaiki kabut otak pada orang dengan fibromialgia.
  • Diet ketat bebas gluten dapat mengatasi kabut otak pada orang dengan penyakit seliaka.
  • Infus saline telah ditemukan dapat mengurangi kabut otak pada orang dengan POTS.

Ada juga strategi umum untuk meredakan kabut otak yang terkait dengan hampir semua kondisi atau faktor. Menurut laporan dalam  Journal of Health Service Psychology tahun 2022, strategi-strategi ini mungkin bermanfaat bagi orang-orang yang berurusan dengan kabut otak terkait penyakit autoimun atau infeksi virus:

  • Tidur cukup.
  • Rutin olahraga, yang bisa dimulai dengan olahraga ringan (jalan kaki atau yoga) lalu ditingkatkan sesuai toleransi tubuh.
  • Mengadopsi pola makan sehati dan seimbang.
  • Mengelola stres dengan baik. Bisa dengan melakukan hobi, meditasi, dan lain-lain.
  • Mempertahankan relaksasi dan hubungan sosial.

Kabut otak membutuhkan pendekatan individual lewat rencana perawatan yang komprehensif dan disesuaikan secara unik pada setiap orang.

Baca Juga: 6 Suplemen untuk Mengatasi Brain Fog, Terbukti secara Ilmiah!

Verified Writer

Habib Salehudin

Torisugi no Kamen Raido

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya