TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Anak Pendendam dan Bandel? Waspada Oppositional Defiant Disorder 

Anak sering mendebat dan menentang orang tua

pexels.com/mohamed Abdelgaffar

Masa kanak-kanak digambarkan sebagai masa bermain yang penuh eksplorasi, rasa ingin tahu, dan manajemen emosi yang belum sepenuhnya stabil. Dari sini, anak umumnya dilabeli nakal, pembangkang, atau tidak patuh pada orang tua. Padahal, ini hal normal bisa masih pada batas wajar.

Namun, orang tua perlu waspada jika pola kemarahan, pembangkangan, bahkan pembalasan dendam dilakukan anak secara terus-menerus, khususnya pada orang tua. Pasalnya, kondisi ini bisa mengarah pada gangguan perilaku oppositional defiant disorder (ODD). Penjelasannya bisa disimak di bawah ini.

1. Apa saja gejala ODD? 

pexels.com/Ba Phi

Terkadang sulit memang membedakan antara anak dengan kemauan gigih dan anak dengan ODD. Biasanya, tanda-tanda ODD ditunjukkan anak ketika memasuki fase prasekolah. ODD bisa berkembang ketika anak menginjak remaja. Namun, kebanyakan kasus ODD terjadi sebelum masa awal remaja.

American Psychiatric Association melalui Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5th Edition (DSM-5) mencantumkan kriteria untuk diagnosis. Kriteria tersebut mencakup gejala emosional dan perilaku yang berlangsung minimal selama 6 bulan. Spesifiknya diuraikan dalam tiga bagian, yaitu:

  • Marah dan mudah tersinggung: sensitif, mudah terganggu oleh orang lain, kesal, serta sering dan mudah marah.
  • Perilaku menentang dan argumentatif: sering berdebat dengan orang dewasa, sering menyalahkan orang lain atas kesalahan atau kelakuannya, sering dengan sengaja membuat orang lain kesal, dan sering kali secara aktif menentang atau menolak untuk mematuhi permintaan atau aturan orang dewasa.
  • Vindictiveness: pendendam dan menunjukkan perilaku dengki setidaknya dua kali dalam 6 bulan terakhir.

Tingkat ODD sendiri bisa bervariasi. Dari mulai yang ringan (gejala cenderung hanya muncul di satu tempat seperti di rumah, sekolah, atau saat bersama teman sebaya), sedang (beberapa gejala terjadi setidaknya dalam dua tempat), dan berat (beberapa gejala muncul dalam tiga atau lebih tempat).

Perilaku ODD sering kali mengganggu hubungan anak dengan orang tua, kegiatan sosial, dan sekolah. Beberapa di antara mereka mungkin menunjukkan gejala awal hanya di rumah. Seiring berjalannya waktu, gejala yang diperlihatkan anak bisa meluas.

Baca Juga: Virus Corona Bertahan di Saluran Pernapasan Anak-anak Berminggu-minggu

2. Penyebab dan faktor risiko ODD

unsplash.com/Patrick Fore

Dilansir Mayo Clinic, tidak ada penyebab pasti ODD. Namun, diduga beberapa faktor bisa menjadi kontributor seorang anak mengembangkan gangguan perilaku tersebut.

Genetika menjadi faktor utama watak alami anak bisa diwariskan dari gen orang tua. Kemudian ada faktor biologis yang melibatkan kondisi neurobiologis dalam otak. Selanjutnya, faktor lingkungan seperti masalah dalam pengasuhan yang mungkin melibatkan kedisiplinan, kurang pengawasan, pelecehan, atau pengabaian.

Dilansir WebMD diperkirakan kasus ODD terjadi pada anak dan remaja sebanyak 2-16 persen. Pada anak kecil, ODD lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Pada remaja awal, ODD bisa memengaruhi laki-laki maupun perempuan (biasanya dimulai pada usia 6-8 tahun).

Beberapa faktor risiko juga bisa membentuk anak mengembangkan ODD, meliputi kesulitan mengatur emosi, masalah pengasuhan, masalah keluarga yang berdampak pada fisik maupun psikis anak, dan lingkungan (misalnya teman atau guru).

3. Anak dengan ODD sering bermasalah, terutama berkaitan dengan akademis

unsplash.com/Chinh Le Duc

Selain kesulitan menjalin pertemanan yang sehat, masalah lain yang sering kali mengintai anak dengan ODD adalah performa buruk di bidang akademis. Selain itu, anak bisa mengembangkan perilaku antisosial, masalah kontrol impuls, gangguan penggunaan zat berbahaya, bahkan hingga bunuh diri.

Beberapa anak dengan ODD diketahui mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi, kegelisahan, gangguan belajar dan komunikasi, gangguan perilaku, dan attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD).

Jika anak menunjukkan tanda-tanda yang mungkin mengarah pada indikasi ODD, konsultasikan dengan ahli seperti psikolog atau psikiater anak.

4. Ahli kesehatan mental mungkin akan melakukan evaluasi psikologis yang komprehensif 

unsplash.com/Sharon McCutcheon

Untuk menegakkan diagnosis, ahli kesehatan mental mungkin akan melakukan upaya evaluasi psikologis anak secara menyeluruh. Dikarenakan ODD sering terjadi bersamaan dengan gangguan mental lain, gejalanya mungkin akan sulit dibedakan.

Evaluasi medis dapat terdiri dari:

  • Pemeriksaan kesehatan menyeluruh, termasuk studi neuroimaging dan tes darah yang dilakukan oleh dokter;
  • Ada atau tidak adanya gangguan kesehatan mental lain;
  • Bagaimana situasi dan interaksi dalam keluarga;
  • Frekuensi dan intensitas perilaku;
  • Emosi dan perilaku di berbagai tempat dan hubungan;
  • Strategi yang telah berhasil atau gagal dalam pengelolaan perilaku bermasalah.

Baca Juga: 7 Penyakit Ini Paling Sering Menyerang Anak Indonesia, yuk Jaga Mereka

Verified Writer

Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya