TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Fakta Critical Incident Stress Debriefing, Bantu Mengatasi Trauma

Bisa diterapkan untuk kasus stres, depresi, dan kecemasan

ilustrasi kelompok pekerja (pexels.com/fauxels)

Critical incident stress debriefing (CISD) adalah bentuk intervensi krisis yang bertujuan untuk mengurangi dampak traumatis dari suatu peristiwa. Ini melibatkan pembinaan hubungan antara orang-orang yang mengalami pengalaman yang sama, peningkatan mekanisme koping yang sehat, serta mengedukasi untuk mengantisipasi trauma.

CISD dianggap sebagai pertolongan pertama dalam bidang psikologis yang dapat membantu memberikan ruang setelah terpapar peristiwa traumatis. Intervensi ini dilakukan secara terstruktur dengan melibatkan kelompok kecil dan seorang pemimpin. Selain fokus pada trauma, CISD juga bisa diterapkan untuk kasus stres, depresi, dan kecemasan.

1. Sejarah singkat

ilustrasi kelompok pekerja sedang berdiskusi (pexels.com/Andrea Piacquadio)

CISD dikembangkan pada tahun 1974 oleh Dr. Jeffrey T. Mitchell. Ia menjadikan CISD sebagai metode untuk memberi dukungan kepada orang-orang yang mengalami peristiwa menegangkan dalam pekerjaan.

CISD bisa digunakan untuk hampir semua kelompok pekerja. Intinya, mereka yang pernah mengalami peristiwa traumatis, mulai dari bencana alam sampai krisis terkait pekerjaan. Adapun jumlah anggota kelompok untuk menerapkan CISD adalah sekitar 20 orang.

Baca Juga: Non-24-Hour Sleep-Wake Disorder, Gangguan Apa Ini?

2. Dasar

ilustrasi fasilitator menyampaikan materi (pexels.com/Henri Mathieu-Saint-Laurent)

Sama halnya dengan metode intervensi lain, CISD memiliki beberapa dasar. Ini melibatkan fasilitator, kelompok, sesi dan tujuan yang ditempuh dalam menjalankan suatu program.

  • Fasilitator: Melibatkan satu atau dua fasilitator untuk memandu keberlangsungan program. Salah satu fasilitator merupakan profesional kesehatan mental berlisensi, sementara satunya lagi adalah seseorang dengan latar belakang yang sama dengan anggota kelompok yang mengalami krisis.
  • Kelompok: Peserta CISD pertama biasanya adalah bagian dari tim yang sama. Mereka memiliki pengalaman homogen, yakni pernah mengalami insiden krisis pada waktu dan intensitas yang sama atau hampir bersamaan.
  • Sesi: Sesi CISD bisa berlangsung antara 1 sampai 3 jam. Tergantung banyaknya individu yang terlibat dan seberapa traumatis pengalaman yang dialami anggota kelompok.
  • Tujuan: Setidaknya ada tiga tujuan utama CISD, yakni mengurangi dampak jangka panjang peristiwa traumatis, mendukung proses penyembuhan, serta skrining bagi orang-orang yang membutuhkan dukungan lebih melalui pendekatan psikologis.

3. Tahapan

ilustrasi perkumpulan kelompok (pexels.com/Matheus Bertelli)

Praktik CISD bisa dilakukan menyesuaikan kebutuhan kelompok. Selain itu, prosesnya pun dapat dikatakan fleksibel. Kendati demikian, CISD umumnya disusun dalam tujuh tahapan atau fase yang mencakup:

  • Pendahuluan dan penilaian: Melibatkan peran fasilitator untuk mengidentifikasi secara detail insiden. Ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan unik anggota kelompok. Tahap ini memungkinkan setiap anggota kelompok untuk memperkenalkan diri dan mengajukan pertanyaan tentang proses yang sedang berlangsung.
  • Fase fakta: Fasilitator mendorong anggota kelompok untuk berbagi fakta kejadian dari sudut pandang beda. Tahap ini bertujuan untuk mendorong terjadinya diskusi dan menciptakan rasa aman dalam ruang kelompok.
  • Fase pikiran dan emosi: Setiap anggota kelompok dapat mengungkapkan isi hati dan pikiran mereka tentang kejadian yang disinyalir memicu respons trauma.
  • Fase reaksi: Fasilitator membantu anggota kelompok mengeksplorasi reaksi terkait hubungannya dengan masa mendatang. Tahap ini juga melibatkan berbagi ketakutan tentang masa depan sehubungan dengan kejadian.
  • Fase gejala: Fasilitator membantu anggota kelompok mengeksplorasi gejala yang mungkin dialami sebagai respons terhadap kejadian tersebut. Ini membantu anggota kelompok menetapkan keterampilan pemecahan masalah di masa mendatang.
  • Fase pengajaran: Pada tahap ini fasilitator menormalkan respons anggota kelompok dan memberikan psikoedukasi tentang trauma, stres, dan keterampilan mengatasi masalah tersebut. 
  • Fase masuk kembali: Tahap akhir ini mencakup peninjauan kembali mengenai apa yang dibahas, dipelajari, serta sumber daya apa saja yang disediakan fasilitator.

4. Kritik terhadap CISD

ilustrasi perempuan mengutarakan pendapat (pexels.com/Kaboompics .com)

Dijelaskan dalam laman Choosing Therapy, CISD dirasa dapat meningkatkan gejala gangguan stres pascatrauma (PTSD). Ini karena dalam praktiknya, anggota kelompok harus mengingat dan mendeskripsikan peristiwa traumatis dengan konstan.

Sementara itu, ada beberapa kritik yang dikemukakan oleh ahli mengenai penerapan CISD, di antaranya:

  • Sebagian besar studi penelitian, baik yang mendukung maupun menentang CISD tidak maksimal dalam mengutarakan fakta berbasis ilmiah sehingga kurang bisa diandalkan.
  • Uji coba terkontrol acak dalam intervensi ini sangat sulit dilakukan.
  • Anggota kelompok mungkin melaporkan bahwa CISD membantu memulihkan keadaan, tetapi  tidak sama dengan perbaikan klinis sesungguhnya.
  • Anggota kelompok tidak melalui tahap skrining kondisi kesehatan mental bawaan. Ini bisa berpotensi memicu gejala baru atau justru memburuk kondisi kesehatan mental bawaannya. 

Baca Juga: 6 Pemicu Trauma Masa Kecil yang Tidak Diketahui

Verified Writer

Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya