TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Lissencephaly: Gejala, Tipe, Penyebab, dan Pengobatan 

Kondisi neurologis langka yang sebabkan masalah perkembangan

ilustrasi bayi dengan lissencephaly (pexels.com/Lisa)

Lissencephaly adalah kondisi bawaan langka yang menyebabkan terganggunya perkembangan otak bayi dalam kandungan. Kondisi ini dapat memengaruhi tampilan otak menjadi tampak lebih mulus atau smooth brain. Padahal, jika mengacu pada keadaan normal, otak seharusnya memiliki tonjolan dan lipatan tertentu.

Kata "lissencephaly" berasal dari bahasa Yunani, yakni "lissos" yang berarti halus dan "enkaphalos" berarti otak. Pada lissencephaly, permukaan otak bayi hampir seluruhnya halus. Identifikasi kondisi ini bisa terlihat melalui pemindaian MRI intrauterine pada usia kehamilan 20 sampai 24 minggu. Diduga kuat genetik memainkan peran signifikan terhadap angka kejadian lissencephaly.

1. Gejala

ilustrasi lissencephaly (pexels.com/Kristina Paukshtite)

Mengutip National Organization for Rare Disorders (NORD), lissencephaly diperkirakan memengaruhi 1,2 dari 100.000 kelahiran. Anak dengan kondisi ini cenderung tidak dapat mempertahankan angka harapan hidup hingga lebih dari 10 tahun. Namun, keberlangsungan hidup juga bisa bergantung pada tingkat keparahan kelainan dan komplikasi terkait.

Gejala lissencephaly antara lain:

  • Gagal tumbuh, biasanya dapat terlihat pada masa pertumbuhan.
  • Gangguan intelektual, berkisar dari ringan sampai berat.
  • Gangguan kejang, bisa memengaruhi sekitar 80 persen anak-anak dengan lissencephaly.
  • Kesulitan menelan dan makan.
  • Kesulitan mengendalikan otot atau ataksia.
  • Tonus otot lemah atau hypotonia.
  • Penampilan wajah tidak biasa dengan proporsi rahang kecil, dahi tinggi, terdapat lekukan pelipis, kelainan telinga serta hidung pendek dengan ujung yang miring ke atas.
  • Kelainan pada jari tangan dan kaki, termasuk polidaktili atau jari tambahan.
  • Ukuran kepala lebih kecil (mikrosefali).

Baca Juga: Laringomalasia: Penyebab, Gejala, Diagnosis, Pengobatan

2. Tipe

ilustrasi lissencephaly (pexels.com/Rasmus Svinding)

Secara umum, kondisi ini dapat dibedakan menjadi dua kategori utama yang berasal dari mutasi genetik berbeda (tetapi kehadirannya bisa memiliki kesamaan mekanisme), yang meliputi:

  • Tipe 1 (lissencephaly klasik): Cenderung memengaruhi lapisan luar otak.
  • Tipe 2 (cobblestone lissencephaly): Dapat menyebabkan lapisan luar otak tampak berkerikil atau nodular. Individu dengan lissencephaly tipe 2 sering mengalami gangguan pada otot dan mata.

Lissencephaly juga bisa berkorelasi terhadap suatu kondisi medis tertentu, seperti sindrom Miller-Dieker dan sindrom Walker-Warburg.

3. Penyebab 

ilustrasi ibu hamil (pexels.com/João Paulo de Souza Oliveira)

Penyebab utama lissencephaly belum dapat ditetapkan, tetapi terdapat dugaan kuat terkait faktor risiko yang berhubungan dengan genetik, non-genetik, serta gangguan perkembangan otak.

1. Genetik

Faktor genetik berhubungan dengan mutasi gen tertentu. Gen-gen spesifik yang dimaksud adalah LIS1, DCX, ARX, dan RELN.

2. Non-genetik

Lissencephaly juga dikaitkan dengan infeksi virus cytomegalovirus pada ibu hamil. Konsekuensi terhadap infeksi tersebut dapat menyebabkan kecacatan pada saraf janin dan kemudian rentan terhadap kejadian lissencephaly.

3. Gangguan perkembangan otak

Selama masa kehamilan, terjadi proses migrasi neuronal pada janin. Dalam prosesnya, sel-sel saraf akan berkembang membentuk struktur otak dan fungsinya. Adanya kecacatan dalam migrasi neuronal selama perkembangan embrio disinyalir dapat menyebabkan lissencephaly. Kondisi ini rentan terjadi antara kehamilan minggu ke-12 sampai ke-24.

4. Diagnosis 

ilustrasi penyedia layanan kesehatan (pexels.com/cottonbro)

Diagnosis lissencephaly sering kali melibatkan evaluasi klinis dan berbagai jenis prosedur medis tertentu. Dokter bisa memberikan beberapa rekomendasi tindakan, yang meliputi:

  • Tes pencitraan, termasuk MRI dan CT scan.
  • DNA janin bebas sel, melibatkan pengambilan sampel darah ibu hamil untuk diuji dalam laboratorium.
  • Amniosentesis, melibatkan pengambilan sampel cairan air ketuban untuk menguji indikasi masalah pada janin.
  • Chorionic villus sampling (CVS).
  • Elektroensefalogram (EEG).

Baca Juga: Cecal Volvulus: Gejala, Penyebab, Diagnosis, Pengobatan 

Verified Writer

Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya